Alasan Susno Duadji Sebut Peradilan Sesat Kasus Vina Cirebon
Rabu, 24 Juli 2024 - 07:00 WIB
A A A
JAKARTA - Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Komjen (Purn) Susno Duadji menyebut adanya peradilan sesat dalam kasus kematian Vina dan Eky Cirebon. Pasalnya, hakim mengadili perkara yang dia dinilai bukan kasus pembunuhan.
Susno justru menyebut tewasnya dua remaja asal Cirebon, Jawa Barat (Jabar) pada 2016 itu lantaran kecelakaan tunggal dan bukan sebagai kasus pembunuhan seperti yang diadili pengadilan.
“Jadi apakah ini bisa dikatakan peradilan? Mahasiswa jawab, mengadili suatu yang bukan perkara itu sesat enggak? Ya sesat dong,” ujar Susno dalam sesi Dialog Spesial Rakyat Bersuara di iNewsTV, Selasa (23/7/2024).
Susno justru menyebut tewasnya dua remaja asal Cirebon, Jawa Barat (Jabar) pada 2016 itu lantaran kecelakaan tunggal dan bukan sebagai kasus pembunuhan seperti yang diadili pengadilan.
“Jadi apakah ini bisa dikatakan peradilan? Mahasiswa jawab, mengadili suatu yang bukan perkara itu sesat enggak? Ya sesat dong,” ujar Susno dalam sesi Dialog Spesial Rakyat Bersuara di iNewsTV, Selasa (23/7/2024).
Saat ini ada delapan orang yang divonis bersalah atas kematian Vina dan Eky Cirebon. Tujuh di antaranya berusia dewasa. Mereka divonis hukuman seumur hidup karena dinyatakan melakukan pembunuhan berencana.
Baca Juga
Adapun satu pelaku lainnya divonis delapan tahun penjara karena masih di bawah umur dan masuk dalam perlindungan anak. Saat itu, polisi menyatakan 11 orang terlibat dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky. Namun, tiga di antaranya masih buron.
“Kalau mau mengawali ini dari putusan pengadilan, putusan pengadilannya PK (peninjauan kembali, red), itulah pintu masuk kita, tapi PK itu peristiwa yang diadili itu pembunuhan, nah sekarang mana buktinya pembunuhan?” paparnya.
Walau kasus tersebut sudah diputuskan oleh Hakim Agung di tingkat kasasi sebelumnya, lanjut dia, bukan berarti Hakim Agung sepenuhnya benar. Susno mengatakan, hukum acara memberikan kesempatan untuk melawan putusan tersebut.
“Bukan menerima, melawannya apa? Pada tingkat pertama perlawanannya banding, pada tingkat kedua kasasi, terus PK. Jadi jangan dianggap putusan hakim harus dijunjung tinggi, dihormati, oh tidak, kalau enggak beres ya ada, jadi tak ada itu istilah dihormati, dihormati mah mati konyol,” pungkasnya.
Iklan - Scroll untuk melanjutkan
Iklan - Scroll untuk melanjutkan
Komentar
Posting Komentar