Detik-detik Pasukan TNI Duduki Markas OPM hingga Lari Terbirit-birit, Rebut Senjata dan Logistik - Halaman all - Tribun-timur
Detik-detik Pasukan TNI Duduki Markas OPM hingga Lari Terbirit-birit, Rebut Senjata dan Logistik - Halaman all - Tribun-timur
TRIBUN-TIMUR.COM- Pasukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) berhasil merebut markas Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Saat perebutan, nampak pasukan TNI mengendap-endap di tengah kebun.
Saat itu, pasukan dari Satgas Yonif 133/YS berhasil merebut senjata dan logistik dari OPM.
Baca juga: Sosok Paulus Waterpauw Gubernur Papua Barat Penantang OPM, Perwira Polisi Pecah Bintang di 2011
Batalyon Infanteri 133/Yudha Sakti atau Yonif 133/YS merupakan Batalyon Infanteri yang berada di bawah komando Korem 032/Wirabraja, Kodam I/Bukit Barisan.
Dansatgas Yonif/133 YS, Letkol Inf Andhika Ganessakti menyampaikan, pasukan menyergap camp OPM di wilayah hutan adat.
Tokoh OPM yang menguasai wilayah itu adalah jetpatem.
Satgas Yonif/133 YS mengamankan Bendera Bintang Kejora, satu pucuk senjata rakitan, panah tradisional, parang, kapak, solar cell dan makanan.
Ternyata, OPM juga dilengkapi dengan fasilitas canggih seperti handy talky dan handphone.
Tujuh Polisi Tewas
Tujuh anggota Polri menjadi korban eskalasi konflik bersenjata kontra Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB)-Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Papua, setahun terakhir.
Demikian catatan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras).
Dalam periode Juli 2023-Juni 2024, terdapat 35 peristiwa konflik antara aparat dengan OPM.
Sebanyak 10 di antaranya melibatkan anggota Polri.
"Peristiwa konflik tersebut mengakibatkan 13 korban luka dan 46 korban tewas, tujuh di antaranya merupakan anggota kepolisian," ujar Koordinator Kontras, Dimas Bagus Arya dalam konferensi pers laporan Bhayangkara 2024, di Kantor Kontras, Kwitang, Jakarta Pusat, Senin (1/7/2024).
Adapun jatuhnya korban baik dari kubu OPM, sipil dan aparat dinilai sebagai bentuk kebijakan pendekatan keamanan bersenjata yang kurang tepat.
Pendekatan ini dinilai Dimas tidak menjadi solusi, atas keberulangan konflik bersenjata di Papua.
Hal itu terlihat dari anggota Polri yang terlibat konflik berasal dari Korps Brigade Mobil (Brimob) yang dikenal sebagai satuan paramiliter kepolisian.
"Kepolisian seharusnya mengedepankan proses penegakkan hukum sesuai dengan aturan yang berlaku dalam menghadapi situasi di tanah Papua dibandingkan pendekatan paramiliter bersenjata," tuturnya.
Selain itu, terlihat juga dualisme antara TNI dan Polri dalam menangani gerakan insurgensi yang terjadi di Papua.
Panglima TNI telah menetapkan nama OPM pada gerakan separatisme di Papua.
Sementara, Polri masih menggunakan terminologi lama yakni Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).
"Fenomena ini pun terlihat semacam perebutan klaim entitas mana yang paling bertanggungjawab dalam mengatasi konflik di Papua," ucapnya.
Dimas menilai, perbedaan pendekatan antara Polri dan TNI ini justru akan membuat konflik internal baru yang menyebabkan Tanah Papua semakin karut. (*)
Hari Jadi OPM
Klaim 1 Juli sebagai hari kelahiran Organisasi Papua Merdeka (OPM), dintentang keras oleh pemuda Papua, Paul Ohee.
Menurutnya, peringatan 1 Juli adalah propaganda tidak berdasar yang dilancarkan OPM untuk mengancam kesatuan dan persatuan bangsa.
"Propaganda kemerdekaan Papua yang diusung oleh kelompok separatisme merupakan ancaman terhadap kesatuan dan persatuan Indonesia, sebagai tokoh pemuda Papua tentu hal semacam ini sangat disesali,” ujar Paul dalam keterangan tertulis, Senin (1/7/2024).
Selain bermaksud memecah belah persatuan, lanjut Paul, propaganda tersebut juga mengabaikan kesejahteraan dan kedamaian Papua yang selama ini diperjuangkan bersama.
Paul menegaskan, aksi perlawanan bersenjata oleh OPM tidak akan memberi dampak yang lebih baik dalam menyelesaikan berbagai persoalan di Papua.
Ia berujar, klaim kemerdekaan Papua yang diinginkan oleh OPM bukanlah solusi untuk permasalahan yang ada.
Sebaliknya, upaya-upaya seperti dialog konstruktif dan pembangunan berkelanjutan adalah cara yang lebih efektif untuk mengatasi permasalahan di Papua, tentunya dengan menghormati kedaulatan Indonesia.
Menurut Paul, Indonesia adalah sebuah negara yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan bahasa.
Ia menggambarkan nilai keragaman dari Sabang sampai Merauke memiliki keunikan tersendiri yang memperkaya identitas bangsa.
“Papua dengan keindahan alamnya yang mempesona dan kebudayaan yang khas, adalah bagian integral dari Indonesia. Papua tidak bisa dipisahkan dengan Indonesia, seharusnya di antara keduanya harus dapat saling menguatkan,” jelasnya.
Untuk itu, Paul mengajak seluruh masyarakat Papua untuk berperan aktif menjaga persatuan, serta menolak segala bentuk propaganda yang merusak integritas bangsa.
Sehingga seluruh elemen bangsa dapat membangun Indonesia yang lebih maju dan harmonis.
Setiap warga juga merasakan manfaat dari kesatuan dan kebhinekaan.
“Melalui pendidikan, sosialisasi, dan penguatan nilai-nilai kebangsaan, kita dapat berperan aktif untuk menolak segala bentuk propaganda yang merusak integritas bangsa."
"Kita harus terus memperkokoh rasa cinta tanah air dan memastikan bahwa setiap daerah, termasuk Papua, mendapat perhatian yang layak dalam pembangunan nasional,” pungkasnya. (*)
Komentar
Posting Komentar