Dewan Pertimbangan Agung, Siasat Prabowo dan Alat Pantau Jokowi
ANALISIS
Jumat, 12 Jul 2024 09:55 WIB
Dewan Pertimbangan Agung akan menggantikan Wantimpres mulai berlaku di pemerintahan baru Prabowo Subianto. (Arsip foto Biropers Setpres)
--
DPR sepakat merevisi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). RUU itu akan mengubah nomenklatur Dewan Pertimbangan Presiden menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA).
Seluruh fraksi di DPR pun menyetujui RUU tersebut dibawa ke paripurna dan menjadi usul inisiatif DPR. Dewan Pertimbangan Agung besar kemungkinan akan mulai bekerja di era pemerintahan baru Prabowo Subianto.
Ketua Baleg DPR, Supratman Andi menerangkan DPA memiliki fungsi yang sama dengan Wantimpres.
Kini, Wantimpres diisi satu orang ketua merangkap anggota dan delapan anggota, sedangkan di UU yang baru nanti jumlah keanggotaan Dewan Pertimbangan Agung akan menyesuaikan dengan kebutuhan presiden.
Dahulu, DPA adalah lembaga tinggi negara sebelum akhirnya dibubarkan pada masa reformasi 1998 silam. Pembubaran DPA bersamaan dengan dihapuskannya Bab IV soal DPA di UUD NRI 1945 lewat amendemen keempat pada Agustus 2002.
Sebelum dibubarkan, DPA berkewajiban memberikan jawaban atas pertanyaan presiden serta berhak mengajukan usul ke pemerintah. Lalu, melalui amendemen keempat, kini Pasal 16 UUD NKRI 1945 mengatur bahwa presiden membentuk suatu dewan pertimbangan.
Dewan itu yang kemudian bertugas untuk memberikan nasehat dan pertimbangan kepada presiden.
"Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam undang-undang," bunyi pasal 16 UUD NRI 1945.
Pengamat politik Universitas Andalas, Asrinaldi mengatakan perjalanan pemerintahan ke depan cukup berat tantangannya, sehingga Presiden terpilih Prabowo Subianto membutuhkan tim yang kuat dan bisa bekerja secara efektif.
Tim pemenangan Prabowo di Pilpres 2024 tidak hanya sekadar mengantarkannya menjadi presiden. Mereka juga akan membantu Prabowo untuk bisa menyelenggarakan pemerintahan secara efektif dan efisien.
"Satu di antara yang dipikirkan itu selain dari kementerian itu adalah dewan pertimbangan presiden ini, tapi kan diubah. Tentu ini menjadi pertanyaan kita juga bukankah Dewan Pertimbangan Presiden yang jadi Dewan Pertimbangan Agung itu pernah ada dulu. Bahkan dalam UUD sendiri itu dihapus dan tidak ada lagi Dewan Pertimbangan Agung," kata Asrinaldi kepada CNNIndonesia.com, Kamis (11/7) malam.
Menurutnya, tidak ada perbedaan antara Dewan Pertimbangan Presiden dengan Dewan Pertimbangan Agung dari sisi kewenangan.
Ia mengamini presiden memang butuh pertimbangan dari aspek apapun. Meski memiliki sederet menteri dan lembaga pemerintahan non kementerian, tetapi presiden perlu banyak pertimbangan dari segala perspektif sebelum memutuskan suatu kebijakan.
DPA tidak efektif, jadi alat pantau Jokowi
Namun, secara personal presiden juga memiliki orang-orang kepercayaan untuk dimintai pertimbangan. Oleh karena itu, Asrinaldi menilai Dewan Pertimbangan Agung tidak akan bekerja secara efektif.
"Ini menjadi hal yang akan overload juga pada akhirnya dan tidak akan efektif juga bekerjanya. Tapi itu sangat bergantung juga dengan apa yang menjadi tugas dan kewenangannya," tuturnya.
"Cuma di balik itu saya memberi perhatian, apakah di dalam Dewan Pertimbangan Agung itu Pak Jokowi ada di sana," imbuh Asrinaldi.
Asrinaldi menduga Dewan Pertimbangan Agung kembali dibentuk atas saran dari tim Presiden Joko Widodo (Jokowi). Tujuannya adalah agar Prabowo bisa diarahkan oleh Jokowi dalam menjalankan pemerintahan.
Dengan demikian, lanjut dia, Jokowi bisa memantau pergerakan Prabowo. Sebab, menurutnya, Jokowi khawatir jika Gibran Rakabuming Raka ditinggalkan begitu saja. Selain itu, ada pula hal lain yang berhubungan dengan keluarga Jokowi.
"Kalau timnya Pak Jokowi artinya Pak Jokowi ingin memposisikan diri untuk bisa mengawasi dan mengendalikan Pak Prabowo dalam tanda kutip. Karena mereka sadar betul Pak Prabowo tipikal komandonya ini yang membuat tidak bisa diimbangi oleh Wakil Presiden Gibran," ujarnya.
Meski begitu, Asrinaldi juga berpendapat dihidupkannya kembali Dewan Pertimbangan Agung bisa saja karena usulan dari tim Prabowo.
Ia mengatakan pembentukan Dewan Pertimbangan Agung politis. Orang-orang yang dianggap berjasa memenangkan Prabowo di Pilpres 2024 akan masuk keanggotaan Dewan Pertimbangan Agung.
Asrinaldi menilai tak ada batasan anggota Dewan Pertimbangan Agung itu akan berdampak buruk kepada penyelenggaraan pemerintahan yang efektif dan efisien. Hal itu lantaran Indonesia memiliki hutang banyak dan kondisi ekonomi yang tidak pasti kedepannya. Belum lagi ada rencana penambahan kementerian.
"Jangan pertimbangannya hanya untuk mengakomodir kepentingan-kepentingan politik karena Koalisi Indonesia Maju ini terlalu besar, sehingga yang dianggap berjasa itu harus mendapatkan posisi di pemerintahan," kata Asrinaldi.
"Ini kan juga tak elok ya melihatnya. Akibatnya yang rugi itu sendiri masyarakat. Dan pemerintah juga tidak akan efektif berjalannya. Ini yang kita khawatirkan sebenarnya," sambungnya.
Pada akhirnya, kata dia, tidak ada perbedaan antara Dewan Pertimbangan Agung yang akan dibentuk dengan Dewan Pertimbangan Agung era orde baru (orba). Mereka hanya sekadar lembaga yang memberi nasihat kepada presiden.
"Sehingga dia menjadi sesuatu yang macan ompong tidak ada kekuatan untuk mengeksekusi atau kakuatan untuk mendorong untuk dieksekusi hanya advice saja," ucapnya.
Pakar hukum tata negara dari UIN Malang, Wiwik Budi Wasito mengatakan substansi nomenklatur Wantimpres kembali menjadi Dewan Pertimbangan Agung lewat revisi UU Nomor 19 Tahun 2006 masih selaras dengan Pasal 16 UUD 1945 yang mengatur tentang Dewan Pertimbangan Presiden.
"Berdasarkan perubahan amandemen keempat tahun 2002 oleh MPR RI saat itu dinyatakan dihapus karena sudah ada Pasal 16 UUD 1945, sehingga penggunaan kata atau nomenklatur Dewan Pertimbangan Agung ini seolah-olah jadi kayak menghidupkan lagi masa lalu," kata Wiwik.
Menurutnya, tidak masalah lembaga itu dinamai Dewan Pertimbangan Agung atau lainnya karena tidak menyalahi Pasal 16 UUD 1945.
Ia mengatakan penulisan dewan pertimbangan yang tidak menggunakan huruf kapital di Pasal 16 UUD 1945 memberikan ruang kebebasan kepada pembentuk undang-undang untuk menentukan nama atau nomenklatur dari lembaga dewan pertimbangan itu sendiri.
"Yang penting kan tugasnya itu clear. Tugasnya yaitu memberikan nasihat dan pertimbangan kepada presiden. Adapun struktur mau dibikin jumlahnya berapa itu kembali kepada kewenangan pembentukan undang-undang yang itu bisa juga dibaca kan banyak juga tim sukses yang harus diakomodasi ya, orang-orangnya," ujarnya.
Akomodir timses Pilpres 2024
Wiwik berpendapat Dewan Pertimbangan Agung dijadikan sebagai ruang untuk mengakomodir orang-orang yang membantu memenangkan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024.
Ia mengatakan pembentukan Dewan Pertimbangan Agung merupakan salah satu cara untuk memberi apresiasi kepada tim sukses Prabowo-Gibran. Besar kemungkinan, kata dia, Jokowi akan masuk dalam Dewan Pertimbangan Agung.
"Dengan memberi keleluasaan menentukan jumlah orangnya itu saja sudah bisa dibaca apresiasilah terhadap tim sukses yang kemarin sudah turut serta memenangkan pasangan presiden dan wakil presiden terpilih," tutur Wiwik.
Wiwik menyebut Dewan Pertimbangan Agung bisa jadi merupakan representasi dari konsep Presidential Club yang sempat diwacanakan Prabowo.
Sebelumnya, Prabowo berencana membentuk Presidential Club yang diisi oleh para mantan presiden RI yang masih hidup, yakni Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Joko Widodo.
Presidential Club bakal dibentuk agar para mantan presiden bisa tetap rutin bertemu dan berdiskusi tentang masalah-masalah strategis kebangsaan.
"Enggak apa-apa kan mantan presiden dijadikan penasihat, mungkin di situ siapa tahu Bu Mega, Pak SBY, Pak Jokowi bisa kumpul di situ, mantan-mantan wakil presiden juga bisa kumpul di situ semuanya jadi satu. Tidak masalah, fine fine aja. Artinya kolaborasi yang baik untuk bersama-sama berpikir yang terbaik untuk bangsa dan negara," ucapnya.
Wiwik mengatakan adanya wacana Dewan Pertimbangan Agung dijadikan sekelas lembaga tinggi negara agar dianggap lebih independen.
"Tidak hanya sekadar mengikuti apa maunya presiden tapi benar-benar memberikan nasihat yang terbaik, minta atau tidak diminta oleh presiden kaitannya dengan urusan menjalankan roda pemerintahan ke depan," kata Wiwik.
(lna/DAL)
Komentar
Posting Komentar