Lekas Usut Dugaan Korupsi Impor Beras, DPR Bisa Bentuk Pansus, Panja atau Rapat Lintas Komisi - Inilah
Lekas Usut Dugaan Korupsi Impor Beras, DPR Bisa Bentuk Pansus, Panja atau Rapat Lintas Komisi
Ilustrasi dokumen impor beras yang menyebakan demurrage. (Desain: Inilah.com)
Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp Inilah.com
+ Gabung
Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi PKS Johan Rosihan menyatakan sepakat dengan pakar, perihal kasus dugaan mark up dan demurrage impor beras yang seharusnya mendapat perhatian penuh dari DPR.
"Intinya saya sepakat dengan para pakar, agar DPR memberikan atensi penuh kepada kasus ini, dengan cara yang cepat dan terukur agar hajat utama rakyat akan pangan ini bisa kita lindungi," kata Johan kepada Inilah.com saat dihubungi di Jakarta, dikutip Selasa (9/7/2024).
Meski begitu, ia ragu mengenai pembentukan pansus untuk menelisik penyimpangan pada praktik impor beras ini, mengingat masa jabatan DPR periode 2019-2024 akan segera berakhir.
Persoalan ini dinilai perlu cepat ditangani, Johan pun menyarankan agar dibentuk panitia kerja (panja). Atau, kata dia, bisa saja pimpinan melaksanakan rapat gabungan lintas komisi untuk mendalami hal ini.
"Kalau Pansus menurut saya agak lama, kalau kita hitung mundur masa jabatan DPR RI periode 2019-2024 yang akan berakhir 1 Oktober nanti. Sebaiknya menurut saya, pimpinan DPR RI bisa menugaskan komisi terkait dalam bentuk panja di Komisi IV," ucap dia.
Seharusnya, lebih lanjut ia mengatakan, pemerintah dapat lebih meningkatkan produksi dalam negeri, ketimbang mengimpor. "Impor beras harus dihentikan dan fokus meningkatkan produksi dalam negeri," tuturnya.
DPR didorong membentuk Panitia Khusus (Pansus) terkait kekisruhan soal dugaan mark up (selisih harga) impor 2,2 juta ton beras yang melibatkan Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Bulog.
“Saya mendukung dibentuknya Pansus oleh DPR untuk melakukan pendalaman terkait dengan proses dan penetapan kuota impor beras Bulog,” kata Direktur Rumah Politik Indonesia Fernando Emas, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat (5/7/2024).
Pansus itu, kata dia, diperlukan guna mendalami dugaan mark up impor beras agar tak ada segelintir pihak yang dengan sengaja menikmati kebijakan impor beras tersebut. “Jangan-jangan ada pihak tertentu yang memang sangat menikmati kebijakan impor beras,” ucapnya.
Menurutnya, pembentukan Pansus tersebut diperlukan untuk memperbaiki tata kelola sektor pertanian agar ke depannya lebih berpihak kepada petani. “Jangan sampai negara hanya mengandalkan impor dan tidak melibatkan petani difasilitasi untuk menjaga ketersediaan pangan dalam negeri,” ujarnya.
Negara Merugi
Klaim Badan Pangan Nasional (Bapanas) sebagai regulator yang berfokus pada pembangunan ekosistem pangan nasional dengan prinsip profesionalitas, akuntabel, dan kolaboratif terbukti cuma 'omon-omon' alias omong kosong belaka.
Sebab, klaim tidak sejalan dengan dokumen hasil riviu sementara Tim Riviu Kegiatan Pengadaan Beras Luar Negeri pada tanggal 17 Mei 2024 yang ditandatangani Plh Kepala SPI Arrahim K. Kanam.
Dalam dokumen hasil riviu sementara Tim Riviu Kegiatan Pengadaan Beras Luar Negeri disebutkan bahwa ada masalah dalam dokumen impor yang tidak proper dan komplet sehingga menyebabkan biaya demurrage atau denda yang terjadi di wilayah pabean/pelabuhan Sumut, DKI Jakarta, Banten dan Jatim.
“Terdapat keterlambatan dan atau kendala dokumen impor yang tidak proper dan complete sehingga menyebabkan container yang telah tiba di wilayah Pabean/Pelabuhan tidak dapat dilakukan clearance,” bunyi dokumen itu, dikutip Senin (8/7/2024).
Dokumen itu juga menyebutkan bahwa kebutuhan clearance di wilayah pabean atau pelabuhan belum dapat dilakukan lantaran dokumen impor belum diterima melebihi waktu yang telah ditentukan.
“Beberapa dokumen impor untuk kebutuhan clearance di wilayah pabean atau pelabuhan belum diterima melebihi tanggal estimate time arrival ETA/actual time arrival dan atau dokumen belum lengkap dan valid ketika kapal sudah sandar,” lanjut bunyi dokumen riviu tersebut.
Dokumen tersebut mengungkap telah terjadi kendala pada sistem Indonesia National Single Windows (INWS) di kegiatan Impor tahap 11 yang dilakukan pada bulan Desember 2023.
“Dokumen yang diterima belum lengkap dan valid sehingga perlu dilakukan perbaikan setelah submit ke aplikasi INWS berupa lembar survey (LS),” bunyi dokumen riviu tersebut.
Dalam dokumen riviu juga disebutkan terjadinya biaya demurrage atau denda karena perubahan Perjanjian Impor (PI) dari yang lama ke baru. Lalu ada juga phytosanitary yang expired dan kedatangan container besar dalam waktu bersamaan sehingga terjadi penumpukan container di pelabuhan.
Akibat tidak proper dan kompletnya dokumen impor serta masalah lainnya, telah menyebabkan biaya demurrage atau denda senilai Rp Rp294,5 miliar. Dengan rincian wilayah Sumut sebesar Rp 22 miliar, Rp 94 miliar dan Jawa Timur Rp 177 miliar.
Sebelumnya, Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas) I Gusti Ketut Astawa mengatakan, Bapanas hanya sebagai regulator dalam soal impor beras dengan prinsip profesionalitas, akuntabel, dan kolaboratif. Hal ini disampaikan Gusti Ketut merespons laporan Studi Rakyat Demokrasi (SDR) ke KPK terkait skandal impor beras.
“Sebagai regulator yang diamanatkan Perpres 66 tahun 2021, tentunya prinsip profesionalitas, akuntabel, dan kolaboratif senantiasa kami usung," katanya pada Inilah.com, Jumat (5/7/2024).
Diketahui, Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melaporkan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi dan Dirut Bulog Bayu Krisnamurthi terkait dugaan mark up (selisih harga) impor 2,2 juta ton beras senilai Rp2,7 triliun dan kerugian negara akibat demurrage impor beras senilai Rp294,5 miliar ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Jakarta, Rabu, (3/7/2024).
Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto meminta KPK dapat segera memeriksa Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terkait dua masalah tersebut.
"Kami berharap laporan kami dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan untuk Bapak Ketua KPK RI dalam menangani kasus yang kami laporkan," kata Hari di depan Gedung KPK, Jakarta, Rabu (3/7/2024)
Komentar
Posting Komentar