Pentingnya Bukti Komunikasi Elektronik untuk Bongkar Kasus Vina -

 

Pentingnya Bukti Komunikasi Elektronik untuk Bongkar Kasus Vina

Rabu, 31 Juli 2024 - 17:58 WIB

Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel. (Foto: Antara/Fathnur Rohman)

Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp Inilah.com

+ Gabung

Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menyebut bukti komunikasi elektronik sangat penting untuk mengungkap fakta kasus kematian Vina dan Eky di Cirebon, Jawa Barat pada 2016 silam.

Hal itu disampaikan Reza saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang Peninjauan Kembali (PK) mantan terpidana kasus ini, Saka Tatal di Pengadilan Negeri Cirebon, Rabu (31/7/2024).

"Kita membutuhkan bukti komunikasi elektronik yang rinci, termasuk siapa yang berkomunikasi dengan siapa, mengenai apa, dan pada waktu kapan. Ini akan membantu kita memahami apakah para pelaku merencanakan pembunuhan atau tidak," ujarnya

Menurutnya, bukti ini dapat memberikan gambaran secara jelas mengenai keterlibatan para terpidana, termasuk Saka Tatal dalam peristiwa tersebut.

Advertisement

Apabila kasus benar ini merupakan pembunuhan berencana, pasti ada komunikasi antarpelaku, baik melalui telepon atau sarana komunikasi lainnya.

Selain itu, Reza menyoroti pentingnya bukti elektronik dari para korban untuk menangkap indikasi kegelisahan mereka pada saat kejadian seperti rasa takut, cemas, panik, atau upaya mencari pertolongan.

Ia juga sangat menyayangkan atas tidak dihadirkannya bukti elektronik tersebut, dalam persidangan yang mengadili Saka Tatal serta ketujuh terpidana lainnya pada 2016 dan 2017.

"Saya merasa bukti elektronik itu sudah ada, karena Polda Jabar pasti melakukan ekstraksi terhadap ponsel seluruh pihak terkait pada malam (kejadian)," katanya.

Keberadaan bukti tersebut, kata dia, sangat penting guna menyimpulkan apakah benar terjadi pembunuhan berencana dan pemerkosaan atau tidak.

Reza menuturkan penting juga untuk mengetahui profil psikologis kedua korban, guna menentukan apakah keberadaan sperma pada tubuh Vina merupakan hasil dari aktivitas seksual paksaan atau kesepakatan.

"Jika sperma itu dihasilkan dari aktivitas paksaan, maka jelas ada pemerkosaan. Namun, jika dari aktivitas yang mau sama mau, maka itu bukan pemerkosaan dan bukan pidana," ungkapnya.

Ia menegaskan bahwa proses persidangan termasuk upaya PK dari pihak pemohon, harus mengandalkan pembuktian yang saintifik, bukan hanya keterangan.

Reza pun menyarankan agar majelis hakim PN Cirebon, perlu menguji semua hipotesis yang ada untuk mencari kebenaran dalam kasus ini.

"Keterangan bukan tidak berguna, tetapi jangan terlalu mengandalkan keterangan tanpa dukungan pembuktian yang kuat. Kita harus berhati-hati, karena dari keterangan palsu bisa berujung pada dakwaan keliru dan menghukum orang yang tidak bersalah," ucap dia.

Topik

Baca Juga

Komentar

 Pusatin Informasi 


 Postingan Lainnya