Soroti Kredit Macet di LPEI, Komisi VI DPR RI: PMN Bukan untuk Bayar Utang - Halaman all - Wartakotalive

 

Soroti Kredit Macet di LPEI, Komisi VI DPR RI: PMN Bukan untuk Bayar Utang - Halaman all - Wartakotalive

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI Muhammad Husein Fadlulloh menyoroti pemberian penyertaan modal negara (PMN) ke badan usaha milik negara (BUMN).

Menurutnya, PMN mampu memberikan dampak yang signifikan bagi kinerja korporasi plat merah, sehingga mampu meningkatkan kontribusinya terhadap ekonomi bangsa.

Atas dasar itulah, prinsip simbiosis mutualisme juga harus diterapkan.

Tujuannya agar BUMN yang memiliki kinerja baik dan berkontribusi kepada negara bisa menerima PMN.

"Jadi PMN diberikan untuk mendukung program pemerintah bukan untuk bayar utang, atau kredit macet," ungkap Husein Fadlulloh dalam siaran tertulis pada Jumat (5/7/2024).

"Pemberian PMN 90 persen itu untuk penugasan. Makanya, syarat pertama itu penugasan, sisanya sekitar 15-20 persen untuk aksi korporasi," bebernya.

Baca juga: Jangan Ditiru! Tiduri Istri Orang di Siang Bolong, Pria di Desa Tanjungsari Bogor Diamuk Warga

Baca juga: Angin Puting Beliung Melanda Ciawi, Pohon Bertumbangan-Empat Rumah Warga Rusak

Hal tersebut disampaikan Politisi Gerindra itu menanggapi permintaan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang mengajukan PMN sebesar Rp 10 triliun kepada PT Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia atau LPEI (Indonesia Eximbank).

Pemberian PMN itu bertujuan untuk mengatasi kredit macet yang dialami BUMN yang berada di bawah Kemenkeu tersebut.

Kredit macet LPEI terungkap ketika Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu, Rionald Silaban menghadiri Rapat Kerja Kemenkeu dengan Komisi XI DPR RI, Jakarta Pusat pada Senin (1/7/2024).

Dalam kesempatan tersebut, Rionald Silaban meminta kucuran modal untuk membiayai penugasan khusus ekspor (PKE) kepada LPEI.

Tujuannya untuk peningkatan dari kapasitas delapan PKE dan juga penambahan empat PKE baru.

"Di tahun 2023 BUMN sudah memberikan deviden besar, yakni Rp 82,1 trilyun. sehingga wajar jika dana restrukturisasi untuk BUMN sebagian besar dipakai dari deviden yang telah mereka berikan kepada negara," ungkap Husein Fadlulloh.

"Apalagi di luar deviden, BUMN juga sudah memberikan pajak sesuai kewajibannya kepada negara sehingga wajar dan pantas jika PMN juga diberikan kepada BUMN yang ada di bawah Kementerian BUMN semata," lanjutnya.

Tak Jalankan Tata Kelola Perusahaan yang Baik

Dikutip dari Tribunnews.com, kredit macet yang dialami PT Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank) dinilai akibat tidak menjalankan tata kelola perusahaan yang baik.

Ekonom Senior Ryan Kiryanto mengatakan, kasus kredit macet LPEI akibat tidak menjalankan prinsip good corporate governance (GCG), risk management atau manajemen risiko, dan compliance atau kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang berlalu.

Menurutnya, penerapan prinsip GRC sangat krusial bagi pengelolaan BUMN di bawah Kementerian BUMN maupun kementerian lain.

"Itu saja resepnya. Kalau (prinsip GRC) dijalankan pasti bagus kinerjanya," ucap Ryan dikutip Kamis (4/7/2024).

Ia pun menjelaskan, LPEI merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berbeda dengan BUMN kebanyakan yang diketahui masyarakat.

Ryan mengatakan, LPEI merupakan perusahaan negara yang berada di bawah kendali Kementerian Keuangan (Kemenkeu), bukan Kementerian BUMN.

"Jangan sampai mentang-mentang BUMN, masyarakat mengira LPEI ini di bawah Kementerian BUMN, padahal bukan," ujarnya.

Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia itu menilai langkah Kementerian BUMN yang fokus dalam transformasi sesuai prinsip-prinsip dasar GRC.

Hal ini kemudian diperkuat dengan core values Akhlak yang wajib diimplementasikan setiap BUMN.

"BUMN yang di bawah Kementerian BUMN ada nilai budaya kerja yang bagus, Akhlak, itu keren, tapi BUMN yang di luar kendali Kementerian BUMN misalnya LPEI ada tidak dia pakai Akhlak karena di luar supervisi Kementerian BUMN," lanjut Ryan.

Ryan mengatakan, capaian positif BUMN di bawah Kementerian BUMN dalam beberapa tahun terakhir juga tak lepas dari pemilihan dewan direksi dan komisaris yang andal.

Ryan mencontohkan betapa selektifnya syarat untuk bisa menjadi direksi di sebuah bank BUMN.

"Pertanyaannya apakah di perusahaan negara di luar Kementerian BUMN itu ada juga tidak proses seleksi seperti ini dikerjakan. Kalau pun dikerjakan itu sesuai dengan rule of the game tidak?" tanya Ryan.

Ryan mengingatkan pengelolaan BUMN bukan perkara mudah, di mana Kementerian BUMN yang sudah melakukan sejumlah terobosan besar melalui transformasi saja masih dihadapkan pada sejumlah persoalan pada beberapa BUMN.

"Yang di bawah supervisi Kementerian BUMN saja tentu tidak semuanya kinerjanya bagus, masih ada beberapa yang punya masalah seperti BUMN farmasi yang ada fraud," kata Ryan.

Diketahui, LPEI membukukan kredit macet (non-performing loan) gross mencapai 43,5 persen atau mencapai Rp32,1 triliun dari pinjaman yang disalurkan Rp73,8 triliun.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News

Ikuti saluran WartaKotaLive.Com di WhatsApp

Sumber: Warta Kota

Baca Juga

Komentar