Poin-poin Penting di Turunan UU Kesehatan: Aturan Rokok Sampai Fast Food - detik

 

Poin-poin Penting di Turunan UU Kesehatan: Aturan Rokok Sampai Fast Food

Jakarta 

-

Nyaris setahun berlalu sejak UU Kesehatan No. 17 Tahun 2023 disahkan di Rapat Paripurna DPR RI, Joko Widodo akhirnya meneken Peraturan Presiden (PP) Nomor 28 Tahun 2024 terkait pelaksanaannya. Beberapa perubahan signifikan tercantum dalam lebih dari 100 pasal yang resmi berlaku sejak Jumat (26/7/2024).

Mulai dari distribusi dokter asing, pengetatan iklan rokok, makanan siap saji, hingga regulasi yang mengatur kesehatan reproduksi, berikut poin-poin rangkuman detikcom terkait turunan Undang Undang Kesehatan No, 17 Tahun 2023.

1. Larangan Iklan Makanan Siap Saji

Pemerintah memperketat peredaran pangan olahan makanan siap saji atau fast food. Mengingat, angka kasus penyakit tidak menular diabetes, hingga obesitas terus merangkak naik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Restoran maupun usaha jasaboga lain sebagai penyedia makanan siap saji dilarang mengiklankan produknya bila batas gula, garam, dan lemak (GGL) ditemukan jauh dari yang ditetapkan. Pemerintah juga kini bisa menetapkan cukai pada pangan olahan tertentu, sesuai bunyi pasal 195.

Bila industri makanan siap saji masih melanggar ketentuan, sanksi berat yang diberikan tidak main-main, yakni pencabutan izin produksi.

2. Pengetatan Rokok: 'Kiddie Pack' hingga Larangan Eceran

Pengaturan tembakau sebagai zat adiktif mulai diperketat secara rigid melalui turunan UU baru. Pasalnya, pemerintah melihat tren peningkatan signifikan terkait perokok anak.

Mengatasi hal tersebut, pelaku usaha kini dilarang menjual rokok secara batangan atau eceran. Tidak hanya itu, kemasan rokok yang semula marak dijual kurang dari 20 pcs dengan harga relatif murah dan mudah dijangkau kelompok anak, juga ikut dilarang.

'Warning' atau perhatian risiko dampak dari merokok pada kemasan, ikut diperluas. Dari hanya 40 persen, menjadi 50 persen atau setengah dari kemasan. Termaktub dalam pasal 438, font yang dipakai harus Arial dan dibold, baik pada depan maupun belakang kemasan. Harapannya, tentu bisa meningkatkan kesadaran bahaya rokok pada masyarakat.

3. Susu Formula Tak Boleh Diskon

Dinilai bisa menghambat pemberian air susu ibu (ASI), pemerintah kembali mempertegas aturan promosi susu formula. Dalam pasal 33 poin C tercantum jelas pelarangan produsen memberikan potongan harga alias diskon produk.

"Pemberian potongan harga atau tambahan atau sesuatu dalam bentuk apapun atas pembelian susu formula bayi dan/atau produk pengganti air susu ibu lainnya sebagai daya tarik dari penjual," demikian alasan pelarangan tersebut.

Aturan ini sejalan dengan kode etik internasional yang melarang sufor untuk dipromosikan sebagai pengganti ASI. Sayangnya, organisasi PelanggaranKode.org masih menemukan 'akal-akalan' produsen dalam mengelabui konsumen seolah bisa diberikan sebagai pengganti ASI.

PelanggaranKode.org banyak menemukan 'kenakalan' produsen yang tak jarang mengiklankan produknya di media sosial internet, hingga Juli 2024 tercatat 476 promosi sufor yang ditemukan melalui media tersebut. Mereka juga melaporkan sponsorship kerja sama dalam sebuah webinar kerap dilakukan para produsen, secara live di Instagram maupun kanal platform media sosial lain, yakni sebanyak 200 pelanggaran.

NEXT: Aborsi Sampai Sunat Perempuan

4. Sunat Perempuan Dihapus!

Kepercayaan sunat perempuan tidak dipungkiri masih terjadi di beberapa daerah, dengan alasan tertentu. Namun, secara medis ada alasan jelas di balik tidak diperlukannya sunat kelamin perempuan.

Kelamin perempuan tidak tertutupi preputium atau sudah terbuka sejak lahir, sehingga nihil hambatan saluran kemih dan membersihkannya bisa dengan mudah. Berbeda dengan anatomi kelamin laki-laki yang secara medis sunat memang ditujukan untuk menghilangkan preputium demi menghambat saluran berkemih, yang berpotensi berakhir infeksi saluran kemih (ISK).

Sunat perempuan justru bisa memicu masalah medis baru seperti nyeri hebat sampai perdarahan di bagian klitoris.

"Menghapus praktik sunat perempuan," demikian bunyi pasal 102 poin a, sebagai salah satu upaya kesehatan reproduksi bayi, balita, dan anak prasekolah.

5. Aborsi

Tidak banyak yang berubah, pemerintah masih mengizinkan praktik aborsi bersyarat. Sebagaimana tertuang di pasal 120, dokter bertugas melakukan pelayanan aborsi karena adanya kehamilan yang memiliki indikasi kedaruratan medis dan/atau kehamilan akibat tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain.

Pelayanan aborsi hanya diperbolehkan di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjut, memenuhi sumber daya kesehatan sesuai standar yang ditetapkan oleh menteri. Pelayanan aborsi hanya dapat dilakukan oleh tenaga medis dan dibantu oleh tenaga kesehatan sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya.

(naf/up)

Baca Juga

Komentar

 Pusatin Informasi 


 Postingan Lainnya