Kepala DAPA Korea Selatan Setuju Iuran KF-21 Boramae Indonesia Dikurangi Tapi Bersumpah Negaranya Tak Boleh Ditusuk dari Belakang Lagi - Zona Jakarta
Kepala DAPA Korea Selatan Setuju Iuran KF-21 Boramae Indonesia Dikurangi Tapi Bersumpah Negaranya Tak Boleh Ditusuk dari Belakang Lagi - Zona Jakarta
ZONAJAKARTA.COM- Bukan cuma dalam hal teknologi, proyek KF-21 Boramae juga mengalami tantangan dalam hal pembiayaan yang hingga kini masih Indonesia utang kepada Korea Selatan (Korsel).
Biaya pengembangan KF-21 Boramae, tidak termasuk persenjataan, adalah 8,1 triliun won.
Berdasarkan kontrak yang ditandatangani pada tahun 2016, Indonesia harus membayar 1,6 triliun won, atau 20% dari biaya pengembangan KF-21, pada bulan Juni 2026, ketika proyek pengembangan tersebut berakhir.
Namun dikutip Zonajakarta.com dari Spnnews.co.kr edisi 8 Agustus 2024, Indonesia disebut hanya membayar 38% dari rencana awal biaya yang dibebankan dalam pengembangan KF-21 Boramae.
"Indonesia telah memutuskan untuk membayar hanya sekitar sepertiga dari jumlah yang disepakati semula untuk pengembangan pesawat tempur supersonik Korea KF-21.
Administrasi Program Akuisisi Pertahanan melaporkan pada tanggal 8 dalam sebuah laporan kepada Komite Pertahanan Nasional Majelis Nasional bahwa bagian Indonesia dalam biaya untuk memperkenalkan KF-21 adalah 600 miliar won.
Jumlah ini setara dengan 38% dari 1,6 triliun won yang diputuskan Indonesia.
Baca Juga:
Kantor Berita Korea Selatan Yonhap pada (16/8/2024) memberitakan Defense Project Promotion Committee — komite di Korsel yang mengurusi proyek kerja sama alutsista itu — menyetujui usulan RI terkait penyesuaian pembayaran proyek pengembangan pesawat tempur KFX/IFX.
Dengan demikian, untuk porsi pembayaran yang tidak lagi menjadi tanggungan Indonesia, sebagaimana diberitakan Yonhap, bakal ditanggung oleh Pemerintah Korea Selatan dan Korea Aerospace Industries (KAI) yang saat ini menjadi mitra RI mengembangkan pesawat tempur generasi 4,5 KF-21 Boramae.
Dikutip Zonajakarta.com dari Getnews edisi 16 Agustus 2024, media Korsel itu menyebut keputusan negaranya hampir final.
"Keputusan ini, yang hampir final, dibuat pada Komite Promosi Program Akuisisi Pertahanan (Komite Pertahanan) ke-163 yang diselenggarakan oleh Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA Red-) pada tanggal 16.
Pada pertemuan hari ini, DAPA memutuskan rencana penyesuaian rasio pembagian pengembangan bersama KF-21 dan langkah-langkah tindak lanjutnya," jelas Getnews.
Sementara itu, dikutip Zonajakarta.com dari Antara edisi 20 Agustus 2024, Pemerintah Korea Selatan (Korsel) menyetujui usulan RI menyesuaikan pembiayaan proyek pembuatan pesawat tempur RI-Korsel (KFX/IFX) KF-21 Boramae dari komitmen awal 1,6 triliun won atau sekitar Rp18,5 triliun menjadi 600 miliar won atau sekitar Rp6,95 triliun.
Baca Juga:
Kepala Biro Hubungan Masyarakat Sekretariat Jenderal Kementerian Pertahanan RI Brigjen TNI Edwin Adrian Sumantha menjelaskan otoritas pertahanan di Korsel yang mengurusi kerja sama dan pengadaan alutsista menyetujui usulan Indonesia itu.
Dia melanjutkan Pemerintah RI juga saat ini berunding soal kerja sama alih teknologi proyek kerja sama pembuatan pesawat tempur itu setelah adanya penyesuaian.
“Ada beberapa alih teknologi (ToT) akan didapatkan dari kerja sama pengembangan bersama pesawat tempur KFX/IFX, yaitu kemampuan produksi bagaimana mendesain, membangun pesawat tempur, membuat beberapa komponen meliputi sayap, ekor, beberapa bagian body belakang pesawat, dan beberapa pylon/adapter untuk persenjataan dan sensor, melakukan final assembly (perakitan akhir), uji terbang, dan re-sertifikasi untuk pesawat IFX,” kata Karo Humas Setjen Kemhan RI seperti dikutip dari Antara.
Dia melanjutkan ToT yang diincar Pemerintah Indonesia dalam proyek gabungan itu juga terkait kemampuan operasi dan pemeliharaan, yang mencakup integrated logistics support, perawatan pesawat tempur KFX/IFX, pengembangan sistem latihan untuk pilot dan teknisi, serta kemampuan untuk menyelesaikan masalah (troubleshooting) saat operasional.
“Kemudian, kemampuan modifikasi dan upgrading, yaitu melakukan desain integrasi dan re-sertifikasi unique requirement berupa drag chute, eksternal fuel tank, dan air-refueling, serta melakukan integrasi sistem persenjataan baru, avionik, sensor, dan elektronik,” sambung Edwin.
Dikutip Zonajakarta.com dari Aerotime edisi 13 Juni 2024, Korea Selatan disebut bertekad untuk memantau tindakan Indonesia secara ketat.
Baca Juga:
"Pembayaran Indonesia yang dikurangi sebesar $437 juta, jauh lebih sedikit dari $1,16 miliar yang awalnya dijanjikan, telah memunculkan kekhawatiran tentang Korea Selatan yang akan menanggung beban keuangan untuk proyek tersebut, Seok Jong-gun, kepala Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) Korea Selatan, mengatakan dalam sebuah wawancara dengan JoongAng Ilbo.
Masih ada kekhawatiran mengenai keandalan keuangan Indonesia, karena negara itu belum membayar sisa $145 juta dari komitmennya yang telah dikurangi.
Korea Selatan berencana untuk memantau tindakan Indonesia secara ketat sebelum melanjutkan transfer teknologi secara penuh," jelas Aerotime.
DAPA Korea Selatan rupanya mengaku tak mau jika ditusuk dari belakang lagi oleh Indonesia dalam proyek ini sebelum melanjutkan transfer teknologi KF-21 Boramae.
“Kita tidak boleh ditusuk dari belakang lagi, dan kita tidak akan melakukannya,” kata Seok Jong-gun seperti dikutip dari Aerotime.
“Kita dapat menentukan tingkat respons kita dengan memantau respons pihak lain.
Baca Juga:
Transfer teknologi akan dilakukan sesuai dengan bagaimana Indonesia bereaksi," lanjut kepala DAPA Korea Selatan.
Tak hanya itu, dikutip Zonajakarta.com dari The JoongAng edisi 7 Juni 2024, Kepala Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) Korea Selatan, Seok Jong-geon membocorkan rencana negaranya melakukan transfer teknologi KF-21 Boramae ke Indonesia.
"Dalam wawancara dengan JoongAng Ilbo yang diadakan di Kompleks Pemerintahan Gwacheon pada tanggal 14 bulan lalu, dia berkata, 'Teknologi yang saat ini diberikan kepada Indonesia masih pada tingkat dasar, dan teknologi sebenarnya akan ditransfer setelah pengembangan selesai pada tahun 2026'.
Idenya adalah kita mempunyai hak untuk memutuskan transfer teknologi, namun tergantung situasinya, dapat diartikan bahwa kemungkinan pembangunan mandiri di luar Indonesia juga terbuka," jela The JoongAng.
Orang nomor satu di DAPA Korea Selatan yang bertanggung jawab dalam pengembangan KF-21 Boramae itu ditanyai perihal penyelidikan terhadap insinyur Indonesia yang dituding membocorkan data proyek bersama.
"Mereka juga menyelidiki apakah insinyur Indonesia membocorkan program pemodelan desain 3D KF-21, 'Katia'.
Baca Juga:
Beberapa pihak berpendapat bahwa tidak ada gunanya mengurangi transfer teknologi jika teknologi inti sudah ditransfer?," tanya The JoongAng.
Meski skandal yang melibatkan insinyur Indonesia membuat geger dan tengah diselediki Korea Selatan, namun DAPA meyakinkan jika teknologi sebenarnya dari KF-21 Boramae belum ditransfer.
"Jika hasil investigasi menunjukkan telah terjadi kebocoran teknologi yang signifikan, bukankah kita harus mempertimbangkan kembali apakah akan bekerja sama dalam pengembangan bersama?.
Kami akan terus berkoordinasi teknologi mana yang akan ditransfer, namun teknologi sebenarnya akan ditransfer melalui konsultasi hanya setelah pengembangan selesai pada tahun 2026.
'Sampai saat ini, hanya sebagian kecil dari teknologi yang telah ditransfer dan berada pada tingkat yang belum sempurna'," jelas Direktur DAPA menjawab pertanyaan media Korea Selatan.
***
Komentar
Posting Komentar