Sekjen PBB Kecam Ancaman Ranjau Darat Usai AS Kirim ke Ukraina - RRI

 

RRI.co.id - Sekjen PBB Kecam Ancaman Ranjau Darat Usai AS Kirim ke Ukraina

KBRN, Jakarta: Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyampaikan keprihatinan mendalam terkait ancaman yang ditimbulkan oleh ranjau darat anti-personil, menyusul keputusan Amerika Serikat untuk memasok senjata tersebut ke Ukraina. Dalam pernyataan yang dibacakan di konferensi Anti-Personnel Mine Ban Treaty di Kamboja pada Senin (25/11/2024), Guterres menyoroti bahaya terus-menerus yang dihadapi dunia akibat penggunaan ranjau darat.

"Ancaman ini termasuk penggunaan kembali ranjau anti-personil oleh beberapa pihak yang menjadi anggota Konvensi, serta kegagalan sejumlah pihak dalam memenuhi komitmen untuk menghancurkan senjata ini," ujar Guterres melalui perwakilannya, Armida Salsiah Alisjahbana. 

Ia mendesak 164 negara penandatangan konvensi, termasuk Ukraina, untuk memenuhi kewajiban mereka. Amerika Serikat dan Rusia bukan bagian dari perjanjian ini.

Keputusan AS untuk mengirim ranjau anti-personil ke Ukraina pekan lalu menuai kritik tajam dari kelompok hak asasi manusia. Namun, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky membela langkah itu sebagai bagian penting untuk mempertahankan negaranya dari invasi Rusia. 

"Ranjau ini sangat penting untuk menghentikan serangan Rusia," ujar Zelensky.

Konferensi yang berlangsung di Kamboja ini juga menjadi pengingat akan dampak jangka panjang ranjau darat pada masyarakat sipil. Perdana Menteri Kamboja, Hun Manet, mengungkapkan negaranya masih menghadapi tantangan besar dalam membersihkan lebih dari 1.600 kilometer persegi tanah yang terkontaminasi ranjau. 

"Ranjau darat telah memengaruhi kehidupan lebih dari satu juta orang di Kamboja," ujarnya.

Sejak 1979, sekitar 20.000 orang tewas dan dua kali lipatnya terluka akibat ranjau darat di Kamboja. Dampak ini menggambarkan bagaimana konflik lama terus memberikan ancaman nyata bagi masyarakat sipil, terutama di negara-negara yang masih berjuang membersihkan sisa-sisa perang. 

"Ancaman ranjau darat adalah bencana kemanusiaan yang memerlukan respons global," tegas Guterres.

Menurut laporan International Campaign to Ban Landmines (ICBL), setidaknya 5.757 orang menjadi korban ranjau darat dan sisa bahan peledak perang di seluruh dunia pada tahun lalu, dengan 84 persen di antaranya adalah warga sipil. 

"Ini menunjukkan kebutuhan mendesak untuk memperkuat komitmen global dalam melarang penggunaan ranjau darat," pungkas Guterres.


Baca Juga

Komentar

 Pusatin Informasi 


 Postingan Lainnya