Dunia Internasional,
Brasil Batalkan Rencana Mata Uang BRICS, Fokus Pembayaran Lokal | Halaman Lengkap
Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva, Presiden China Xi Jinping, Presiden Afsel Cyril Ramaphosa, PM India Narendra Modi, dan Menteri LN Rusia Sergey Lavrov berfoto bersama di KTT BRICS di Johannesburg, Afsel, Rabu (23/8/2023) FOTO/AP
-
Brasilmemutuskan untuk membatalkan rencana pengembangan mata uang bersama
BRICSselama masa kepresidenannya di blok tersebut tahun ini. Alih-alih melanjutkan rencana tersebut, Brasil akan lebih memfokuskan memfasilitasi perdagangan antarnegara menggunakan mata uang lokal.
Keputusan menyusul ancaman Presiden AS Donald Trump yang menantang dominasi dolar AS yang masih sangat kuat di pasar global. Beberapa pejabat pemerintah Brasil yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan kepada Reuters bahwa rencana untuk mata uang bersama BRICS tidak berkembang lebih jauh dari sekadar wacana politik dan belum memasuki pembahasan teknis.
Sebagai gantinya, negara-negara anggota BRICS akan berkonsentrasi pada reformasi sistem pembayaran internasional untuk memudahkan transaksi menggunakan mata uang negara masing-masing. Presiden Brasil, Luiz Inácio Lula da Silva, yang selama ini vokal mendukung pengurangan ketergantungan pada dolar AS, menekankan perlunya mencari alternatif mata uang dalam perdagangan internasional.
Pada KTT BRICS 2023 di Afrika Selatan, Lula mengungkapkan keprihatinannya atas kerentanannya negara-negara anggota yang terlalu bergantung pada dominasi dolar. Pada kesempatan tersebut, ia mengusulkan untuk mengeksplorasi kemungkinan sistem pembayaran yang lebih fleksibel dan independen dari dolar AS.
Mengikuti langkah tersebut, Mantan Presiden Dilma Rousseff, yang kini menjabat sebagai Kepala Bank Pembangunan Baru BRICS di Shanghai menyatakan lembaga pemberi pinjaman BRICS akan memprioritaskan penggunaan mata uang lokal dalam investasi di sektor swasta negara-negara anggota.
Namun, Presiden AS Donald Trump tidak setuju dengan rencana tersebut. Trump baru-baru ini mengancam akan mengenakan tarif hingga 100% pada negara-negara BRICS jika mereka melanjutkan upaya untuk menggantikan dolar AS dalam perdagangan internasional.
Ia menegaskan bahwa tidak ada peluang bagi BRICS untuk menggantikan dolar dan memperingatkan negara-negara yang mencoba melakukannya untuk siap menghadapi konsekuensi besar, termasuk kehilangan akses ke pasar AS. Walaupun pendirian Brasil tentang mata uang bersama sedikit lebih moderat, Lula tetap berpendapat bahwa negara-negara BRICS memiliki hak untuk mendiskusikan alternatif perdagangan yang tidak sepenuhnya bergantung pada dolar AS.
Salah satu solusi yang sedang dipertimbangkan adalah penggunaan teknologi blockchain dan sistem pembayaran baru yang dapat mengurangi biaya transaksi serta mengurangi paparan terhadap sanksi ekonomi sepihak. Sumber-sumber yang terlibat dalam pembicaraan tersebut menambahkan bahwa negara-negara BRICS tidak berniat untuk sepenuhnya meninggalkan cadangan dolar mereka.
Sebaliknya, mereka akan mencari cara untuk menurunkan ketergantungan terhadap dolar tanpa menimbulkan ketegangan ekonomi lebih lanjut. Dalam hal ini, Brasil telah melaksanakan Sistem Pembayaran Mata Uang Lokal (SML) yang memungkinkan perdagangan dengan negara-negara seperti Argentina, Uruguay, dan Paraguay, meskipun penggunaan sistem ini masih terbatas.
Melansir dari BNE Intellinews, Pertemuan penting BRICS berikutnya dijadwalkan akan berlangsung di Rio de Janeiro tahun ini di mana negara-negara anggota akan mempresentasikan kemajuan mereka dalam mengembangkan sistem pembayaran lintas batas berbasis mata uang lokal. Selain isu ekonomi, Brasil juga menghadapi tantangan besar dalam upaya pelestarian lingkungan.
Presiden Lula mengungkapkan keprihatinannya terkait agenda anti-lingkungan yang didorong oleh pemerintahan Trump, yang semakin mempersulit negara-negara berkembang untuk mendapatkan komitmen finansial dari negara-negara maju dalam upaya melindungi ekosistem global.
Lula juga menyuarakan kekhawatirannya mengenai rendahnya komitmen keuangan yang diberikan oleh negara-negara kaya untuk mendukung konservasi hutan hujan Amazon. Sebagai tuan rumah COP30 yang akan diadakan di Belem pada November 2025, Brasil bertujuan untuk menarik lebih banyak pendanaan internasional guna melindungi kawasan hutan yang sangat vital ini.
Peningkatan kebakaran hutan di Amazon juga menjadi sorotan utama, dengan data terbaru menunjukkan bahwa lebih dari 29 juta hektar lahan di Brasil, sebagian besar di wilayah Amazon, terbakar sepanjang tahun 2024 jumlah yang hampir dua kali lipat dari tahun sebelumnya dan yang tertinggi dalam enam tahun terakhir.
Pemerintah Brasil berharap konferensi COP30 di Belem akan menjadi momentum penting untuk menggalang dukungan internasional dalam upaya pelestarian hutan Amazon yang semakin terancam. Dengan posisi strategis Brasil dalam blok BRICS dan peranannya dalam agenda lingkungan global, negara ini terus berupaya untuk memperkuat peranannya di panggung internasional meskipun menghadapi tekanan politik dan ekonomi yang semakin besar.
(nng)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar