Hujan Ekstrem Diprediksi Banjiri Jabodetabek Lagi, Pemerintah Sesiap Apa?
Meski acap kali menghadapi bencana ini, banjir masih menjadi masalah yang belum mampu diatasi wilayah Jabodetabek, terlebih mereka yang tinggal di dekat bantaran sungai.
Diperbarui 08 Mar 2025, 00:03 WIB:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5150768/original/017909000_1741091406-20250304-Ruas_Jalan_Bekasi-HER_1.jpg)
Advertisement
Liputan6.com, Jakarta Banjir yang melanda sejumlah wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) pada awal Maret 2025 membuat beberapa lokasi lumpuh. Luapan air ini banyak disebabkan banjir kiriman dari Bogor dan Puncak, Jawa Barat, yang dilanda hujan deras.
Meski acap kali menghadapi bencana ini, banjir masih menjadi masalah yang belum mampu diatasi wilayah Jabodetabek, terlebih mereka yang tinggal di dekat bantaran sungai.
Teror banjir ini akan menghantui lagi lantaran Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi terjadinya hujan dengan intensitas sangat tinggi, mencapai 300 mm dalam 10 hari, pada 11 hingga 20 Maret 2025.
Advertisement
Faktor penyebab potensi cuaca ekstrem ini disebut cukup kompleks. Salah satunya adalah fenomena La Nina lemah yang diperkirakan akan berlangsung hingga Mei 2025. Selain itu, aktivitas gelombang ekuator dan Madden-Julian Oscillation (MJO) juga berkontribusi dalam menciptakan kondisi cuaca yang tidak menentu. Hal ini membuat masyarakat perlu lebih waspada dan mempersiapkan diri menghadapi segala kemungkinan yang bisa terjadi.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menegaskan pihaknya secara aktif memberikan peringatan dini cuaca kepada masyarakat dan pemerintah setempat sebagai langkah antisipasi terhadap potensi hujan lebat di Jabodetabek. Selain itu, BMKG terus memantau dan memperbarui prakiraan cuaca secara berkala berdasarkan perkembangan terkini dinamika atmosfer.
"Dengan pendekatan ini, diharapkan masyarakat dan pihak berwenang dapat meresponse secara cepat dan tepat utk penyelamatan diri atau mengurangi risiko korban jiwa akibat bencana hidrometeorologi, seperti banjir dan tanah longsor. Adapun peringatan dini cuaca sudah mulai diberikan sejak seminggu sebelum kejadian, hingga tiga jam sebelum kejadian," kata dia kepada Liputan6.com, Jumat (7/3/2025).
Selain itu, kata Dwikorita, pihaknya juga menggunakan media dalam mendesiminasikan informasi peringatan dini, mulai dari sosial media, website resmi, aplikasi infoBMKG, whatssapp grup dengan stakeholder dan media, hingga SMS Blast.
"Hal ini ditujukan agar informasi peringatan dini yang diberikan diterima dengan luas, baik oleh mitra BMKG maupun oleh masyarakat," jelas dia.
Dwikorita juga mengungkapkan, pihaknya juga menjalin koordinasi intensif dengan BNPB, BPBD, Kementerian/Lembaga terkait, serta pemerintah daerah, memastikan bahwa informasi peringatan dini diteruskan kepada pemangku kebijakan untuk diambil langkah mitigasi yang diperlukan.
"Dengan sistem penyebarluasan yang cepat dan luas ini, diharapkan masyarakat dapat lebih siap dalam menghadapi cuaca ekstrem, seperti membersihkan saluran drainase, meningkatkan kesiapsiagaan di daerah rawan banjir, serta menghindari aktivitas di lokasi yang berisiko tinggi," ungkap dia.
Selain itu, Dwikorita juga mengungkapkan, pihaknya melakukan modifikasi cuaca untuk mengurangi intensistas curah hujan.
"Melakukan modifikasi cuaca bekerjasama dengan BNPB dan Pemerintah Provinsi DK Jakarta dalam rangka mengurangi intensitas curah hujan," tutur dia.
Dwikorita juga meminta, semua yang dilakukan pihaknya khususnya peringatan dini, bisa direspons cepat oleh pemerintah daerah untuk bisa melakukan mitigasi dan mencegah korban lebih banyak.
"Diharapkan Pemda dapat merespons dengan cepat untuk segera mensiagakan atau melakukan upaya penyelamatan warga," jelas dia.
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5154189/original/058574800_1741336032-banjir_jabodetabek_1.jpg)
Pemda Harus Merenspos Cepat
Dwikorita pun juga mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap potensi hujan lebat atau ekstrem yang terjadi di wilayah Jabodetabek, diantaranya dengan terus memonitor prakiraan cuaca dan peringatan dini cuaca dari BMKG.
"Terus waspada potensi hujan lebat/ekstrem masih mungkin terjadi di bulan Maret 2025 ini. Sebelum terjadi bencana, warga masyarakat siaga dengan cara menyiapkan langkah-langkah penyelamatan diri dan aset atau dokumen penting," ungkap dia.
Selain itu, masyarakat diminta juga menyiapkan jalur dan lokasi evakuasi yang aman.
"Apabila sewaktu-waktu disebarkan peringatan dini bencana, masyarakat perlu segera merespons cepat dengan melakukan penyelamatan diri dan meninggalkan daerah bahaya menuju tempat yang aman melalui jalur dan tempat evakuasi yang telah disiapkan sebelumnya," pungkasnya.
Sementara, di kesempatan berbeda, Gubernur Jakarta Pramono Anung mengatakan, pihaknya tentu akan bersiap menghadapi apa yang telah diprediksi BMKG.
"Apapun yang terjadi, maka pemerintah jakarta siap untuk mengantisipasi, termasuk kalau kemudian tanggal 11-20 Maret 2025 memang akan ada curah hujan seperti yang dilaporkan BMKG. Walaupun pemerintah jakarta, tadi saya sudah memerintahkan untuk melakukan modifikasi dari awal supaya kemudian curah hujannya tidak seperti yang terjadi kemarin," kata dia.
Politikus senior PDIP ini menyadari, ada laporan beberapa wilayah termasuk di Bogor, curah hujan bisa mencapai 200 mm.
"Di mana memang di beberapa wilayah, terutama di Bogor dan sekitarnya curah hujannya itu bahkan ada yang di atas 200. Memang kalau di atas 150, pasti beban itu menjadi beban Jakarta, dan kalau itu terjadi, kemungkinan besar akan terjadi banjir," jelas Pramono.
Di sisi lain, Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi akan mengajak semua pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menata Kawasan Puncak, Bogor.
Menurut Dedi perlu konsep terpadu agar banjir dari hulu ke hilir bisa dicegah. Hal ini menyusul banjir yang terjadi di kawasan Bogor, Bekasi, dan Karawang, dan sudah merembet ke Jakarta dan Tangerang (Jabodetabek) selama tiga hari terakhir.
Dedi menyebutkan untuk mengatasi banjir di kawasan Jabodetabek diperlukan integrasi dan kebersamaan lintas pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah pusat, provinsi, hingga kabupaten dan kota seperti Bogor, Depok, Bekasi dan Karawang.
Banjir Jabodetabek disinyalir terjadi karena kawasan Puncak telah mengalami penurunan fungsi sebagai area hulu yang menyerap air.
Areal yang harusnya sepenuhnya untuk perkebunan teh telah berubah fungsi dari daerah agrowisata dengan banyak bangunan dan jalan akses pariwisata.
Dedi merujuk pada kebun teh Gunung Mas yang beralih fungsi dari perkebunan teh menjadi agrowisata.
"Kedua, daerah aliran sungainya. Di hilir banyak pembangunan perumahan dan berbagai kawasan. Itu kan banyak yang membuang tanah urugan ke sungai sehingga air naik karena itu," kata Dedi.
Pemda Harus Berbenah
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5148261/original/085424400_1740979293-20250303-Banjir_Jakarta-HER_1.jpg)
Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio mengatakan, sulit membuat Jabodetabek tak banjir lagi, di mana sudah lama sejak era Belanda. Namun, yang makin memperparah adalah kesalahan tata ruang yang dibuat oleh pemda.
"Bantaran sungai ada rumah, sampah di mana-mana. Hujan deras kalau langsung banjir, bentar kena rob banjir. Dari bogor sana sudah rusak Banjir, semuanya di biarin, sampai kapan pun gak akan gak banjir, tinggal seberapa parah banjirnya itu aja," kata dia kepada Liputan6.com, Jumat (7/3/2025).
Bukan hanya soal tata ruang yang dilanggar dan sampah, tapi tak ada penegakan hukum yang memadai untuk mereka yang melanggar tata ruang atau mencemari lingkungan.
"Terutama yang di puncak sudah habis lahannya buat kafe, hotel, glamping, kan air gak ada yang tahan lagi," jelas Agus.
Karena itu, cara yang paling cepat mengatasi masalah banjir ini adalah memperdalam dan mempelebar sungai. "Dan pindahin orang, jangan dibaju sungai atau di daerah aliran sungai," jelas dia.
Sementara dari sisi masyarakat, masih banyak yang cuek terhadap kepedulian lingkungan. "Belum air tanah disedot habis-habisan buat bikin bengkel cuci mobil, ya sudah, resapannya enggak ada," tutur Agus.
"Ya harus edukasi, sama juga harus dipindah, enggak boleh tinggal di bantaran sungai gitu. Kalau dia protes, marah-marah, biarin aja dia tenggelam," sambungnya.
Karena itu, perlu ketegasan dari para pemerintah, agar masyarakat peduli akan lingkungannya.
"Masalahnya enggak ada ketegasan kok. Di sini diperlukan ketegasan dari pemerintah. Masyarakatnya kan aturan sudah ada tapi enggak ditaati, dilanggar tidak dihukum, ya bagaimana," jelas Agus.
Senada, Pengamat tata kota Nirwono Yoga mengatakan, pemerintah daerah harus segera melakukan pembenahan dalam penataan tata ruang kota, terutama di wilayah-wilayah yang rawan banjir seperti Jakarta, Bekasi, Depok, Tangerang, dan Tangsel.
Curah hujan ekstrem yang mencapai 190 mm per hari dan diperkirakan akan meningkat lebih tinggi setelah tanggal 11 Maret (menurut BMKG), menunjukkan kebutuhan mendesak untuk pembenahan kawasan permukiman, terutama yang berada di bantaran sungai.
"Pengerukan sungai dan keberadaan tanggul saja tidak cukup untuk mengatasi banjir. Permukiman yang berada tepat di bantaran sungai sebaiknya direlokasi ke rumah susun (Rusunawa) terdekat. Selain itu, sungai harus dikeruk, diperlebar, dan dihijaukan," kata dia kepada Liputan6.com, Jumat (7/3/2025).
Selain itu, Nirwono menuturkan, keberadaan sungai juga perlu didukung dengan optimalisasi situ, danau, embung, dan waduk yang sudah ada. Jika perlu, bangun danau atau waduk baru untuk menampung luapan air sungai dan mengurangi debit air secara signifikan, sehingga air tidak meluap dan membanjiri permukiman.
"Kawasan permukiman juga harus menyediakan mulai dari sumur resapan di setiap halaman rumah, taman lingkungan untuk menyerap air, serta saluran air yang besar untuk menampung air hujan dan dialirkan ke situ, danau, embung, waduk terdekat untuk ditampung dan diserapkan ke dalam tanah," ungkap dia.
Menurut Nirwono, semakin luas RTH atau pembagunan situ dan lainnya, semakin besar kemampuan tanah untuk menyerap dan mengurangi genangan air. Selain itu, seluruh kota perlu merehabilitasi seluruh saluran air yang sudah tak mampu menampung air hujan.
"Saluran air harus diperbesar, dimensi saluran sesuai kelas jalan, saluran air terhubung dengan situ, danau, embung, waduk terdekat untuk ditampung luapan air hujan," jelas dia.
Nirwono juga berharap, Pemda mendata jumlah warga yang tinggal di bantaran sungai dan akan direlokasi ke Rusunawa. Pemerintah daerah dapat mencari lokasi potensial untuk pembangunan Rusunawa dengan konsep mixed-use, seperti di lokasi kantor kelurahan, kecamatan, puskesmas, atau sekolah negeri yang berada dekat dengan bantaran sungai.
Dia juga mendukung langkah modifikasi cuaca, untuk mengurangi intensistas hujan di Jabodetabek, bukan menyelesaikan banjir
"Modifikasi cuaca penting untuk mengurangi intensitas hujan dan mendistribusikan ke wilayah lain, tetapi tidak menyelesaikan masalah banjir. Maka yang harus dilakukan adalah langkah-langkah di atas," tegasnya.
Advertisement
Desakan Modifikasi Cuaca yang Insentif
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5150133/original/078390600_1741066180-20250304-Jalan_Banjir-ANG_1.jpg)
Anggota Komisi V DPR RI, Danang Wicaksana Sulistya, meminta Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) untuk mengoptimalkan teknologi modifikasi cuaca guna mengantisipasi banjir di Jabodetabek.
Mengingat curah hujan yang meningkat, dia menilai koordinasi BMKG dengan BNPB dan pihak terkait sangat penting untuk mengurangi intensitas hujan yang berpotensi memicu banjir.
"Kami meminta modifikasi cuaca yang sudah dilaksanakan BMKG agar bisa ditingkatkan. Langkah ini penting untuk mengurangi risiko bencana, terutama di wilayah Jabodetabek yang rawan genangan dan banjir saat musim hujan," kata dia dalam keterangannya, Jumat (7/3/2025).
Selain itu, Danang juga meminta pemerintah daerah Jabodetabek meningkatkan kesiapsiagaan, termasuk normalisasi sungai, pengerukan drainase, edukasi masyarakat, dan pengendalian alih fungsi lahan di daerah tangkapan hujan.
"Modifikasi cuaca hanyalah salah satu solusi. Pemerintah daerah juga harus bekerja cepat dalam menanggulangi titik-titik rawan banjir agar dampaknya bisa diminimalkan," kata dia.
Sementara, Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Sudjatmiko memandang, banjir di Kota Bekasi beberapa waktu lalu, jelas banjir terparah sejak 2020.
Dia pun menyoroti kurang optimalnya penataan tata ruang dan sistem drainase di wilayah Kota Bekasi. Menurutnya dua hal tersebut memperparah dampak banjir di Kota Bekasi.
"Kedepan ini yang harus diperbaiki untuk meminimalkan dampak banjir," tutur Sudjatmiko.
Terkait dengan kerusakan infrastruktur, dia mengaku telah berkordinasi dengan Pemkot Bekasi dan Kementerian Pekerjaan Umum (Kemen PU) terkait langkah kedepan dalam hal penyelesaian sodetan Kali Bekasi.
"Pernah saya sampaikan saat rapat bersama Kementerian PU bahwa pentingnya sodetan Kali Bekasi tersebut disegerakan tahapan 1 hingga 7 terutama mengurangi kebanjiran hebat 5 tahunan," ungkap dia.
Karena itu, dia berharap wali kota dan gubernur segera bersinergis juga kepada Pemerintah Pusat. Berkaitan ini juga termasuk daerah Aglomerasi sehingga banjir mengakibatkan ekonomi lumpuh dan mengganggu bukan saja Bekasi melainkan wilayah sekitaran termasuk Jakarta.
"Jika saja banjir dapat dikurangi titik banjirnya maka perekonomian bisa cepat pulih," tutur Sudjatmiko.
Terkait menghadapi cuaca ekstrem ke depan, dia berharap pemerintah terus melakukan upaya mitigasi terkait tingginya curah hujan. Salah satunya dengan teknologi modifikasi cuaca untuk mengurangi intensitas hujan di wilayah Jabodetabek.
"Alhamdulillah, BMKG, BNPB, dan Kementerian PMK akan melaksanakan modifikasi cuaca selama 12 hari ke depan. Mudah-mudahan hujan dapat dipercepat dan dialihkan ke wilayah Laut Jawa, sehingga curah hujan di Jabodetabek bisa berkurang dan mengurangi risiko banjir susulan," jelas dia.
Selain itu, menurut Sudjatmiko, ribuan warga masih mengungsi di berbagai titik posko darurat. Keselamatan dan pemenuhan kebutuhan dasar para pengungsi ini harus menjadi prioritas.
"Pemerintah dan pihak terkait terus berupaya menyalurkan bantuan serta mencari solusi jangka panjang untuk mengatasi permasalahan banjir yang terus berulang di wilayah Bekasi," pungkasnya.
Infografis Jurus OMC Hadang Banjir Jabodetabek
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5154194/original/057859700_1741336081-banjir_jabodetabek_2.jpg)
Advertisement
Tidak ada komentar:
Posting Komentar