Kuliner
Malang Sering Hujan, Pengusaha Cincau Gigit Jari Penjualan Anjlok 50 Persen

Pengusaha cincau menuturkan, produksi cincau di Ramadan tahun 2023 ini merosot tajam dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Malang Sering Hujan, Pengusaha Cincau Gigit Jari Penjualan Anjlok 50 Persen (FOTO:MNC Media)
IDXChannel - Cuaca hujan dan tak bersahabat di Malang membuat pelaku usaha cincau gigit jari selama bulan Ramadan tahun 2023 ini.
Pelaku usaha pembuatan cincau legendaris di Kota Malang yang berada di Jalan Laksamana Martadinata Gang 6B Nomor 38, Kelurahan Kotalama, Kota Malang, menjadi salah satu yang mengeluh.
Bahkan ketika ditemui MNC Portal di rumahnya yang digunakan untuk produksi cincau, ia sedang libur dua hari. Hanya terlihat produk cincau dalam kotak dan ember, yang siap disuplai ke beberapa pembeli. Sedangkan tak ada aktivitas apapun dari produksi dan pengemasan cincau ini.
Haryati, pengusaha cincau menuturkan, produksi cincau di Ramadan tahun 2023 ini merosot tajam dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan sepinya pembeli yang berimbas pada pengurangan produksi cincau selama bulan Ramadan ini.
"Dengan tahun kemarin jauh, sekarang sepi, nggak kayak tahun kemarin, bikinnya per dua hari sekali, nggak tiap hari kayak dulu, sekarang sepi sejak awal puasa kemarin," kata Haryati ditemui di rumahnya pada Rabu siang (5/4/2023).
Perempuan berusia 37 tahun ini menyebut, jika tahun lalu ia mampu memproduksi 200 hingga 250 kotak pesanan ukuran besar, saat ini menurun cukup drastis. Bahkan ia hanya memproduksi 90 - 100 kotak itu pun dalam rentang waktu dua hari sekali, dengan satu kotaknya dijual seharga Rp 50.000.
"Turun hampir 50 persen lebih, cuma 90 - 100, kalau sebelumnya (puasa Ramadan tahun lalu) 200 sampai 250, itu bahkan barangnya kurang, banyak yang nggak kebagian," ungkapnya.
Alhasil untuk menutup kerugian beban operasional, ia terpaksa memproduksi cincau hanya dua hari sekali dibantu empat orang karyawannya. Padahal harga bahan baku cincau pun juga masih cukup stabil.
Bahkan di jenis cincau daun misalnya harganya cukup murah berkisar Rp 27 - 30 ribu per kilogramnya, jauh dibandingkan harga Ramadan tahun lalu yang mencapai Rp 70 - 75 ribu. Tetapi murahnya harga juga tak membuat pembeli cincau meningkat.
"Bahan baku murah lah masih stabil, cuma yang beli Tahun kemarin itu daunan pernah 70, 75, sekarang cuma 30, ada yang 27, 28, tambah murah, bahkan turun, tahun lalu (cincau) daun mahal, itu tambah ramai. Dulu 70, 75 malah ramai, tapi barangnya nggak ada, daunnya sulit, sekarang barangnya daunnya banyak, tapi membelinya sepi," keluhnya.
Ia menduga sepinya pembeli di momen Ramadan karena banyak pesaing pembuatan cincau. Selain itu, hujan deras yang kerap turun siang hingga malam hari di Kota Malang membuat penjual minuman es dan aneka takjil di Malang sepi pembeli.
"Ini pertama kalinya sepi, sebelum-sebelumnya nggak pernah, Covid kemarin itu tambah ramai, habis Covid tambah sepi. Mungkin sekarang banyak yang bikin banyak, atau sekarang masalah musim juga kayak gini berkurang, kan sekarang sore hujan terus, orang mungkin ya malas minum es," terangnya.
Meski demikian, ia mencoba bertahan mempertahankan eksistensi pembuatan cincau dari resep nenek moyangnya dahulu dari Cina. Apalagi ia yang merupakan generasi keempat bertekad agar produksi cincau khas resep nenek moyangnya terus bertahan.
"Saya ini generasi keempat, dulu yang merintis mbah uyut, dulu yang bikin di sini doang, bahkan karyawannya Mbah Buyut itu ada yang dari Cina. Ini resep cincau dari Cina asli," bebernya.
"Sekarang pokoknya sehat saja enggak apa-apa, kalau dibilang minus nggak, cuma pas-pasan saja, disyukuri saja enggak apa-apa, yang penting sehat bisa cari lagi mungkin tahun depan bisa baik. Namanya rezeki nggak mesti, kadang ramai surut kan gitu," tandasnya.
(SAN)
Komentar
Posting Komentar