Romadhon
Mengenal Masjid Saka Tunggal di Banyumas yang Didirikan Sebelum Kerjaan Majapahit

Masjid Saka Tunggal di Banyumas, dengan pilar tunggalnya yang berusia abad ke-13, menyimpan sejarah Islam Nusantara.
Masjid Saka Tunggal Baitussalam, atau lebih dikenal sebagai Masjid Saka Tunggal, berdiri kokoh di Desa Cikakak, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, sekitar 30 kilometer barat daya Purwokerto. Keunikannya terletak pada satu pilar utama penyangga bangunan, yang dikenal sebagai 'saka tunggal', dan menjadikannya subjek daya tarik sejarah dan arsitektur.
Pendiriannya pada tahun 1288 Masehi (687 Hijriah), berdasarkan prasasti pada pilar tersebut, menjadikan masjid ini sebagai salah satu kandidat masjid tertua di Indonesia, bahkan sebelum berdirinya Kerajaan Majapahit.
Bagaimana Masjid Agung Sumenep merefleksikan budaya Jawa? Gaya khas arsitektur Jawa tampak pada bentuk atap bergaya tajug kerucut lancip menjulang tinggi. Atap model ini banyak diterapkan pada candi kuno warisan peradaban Jawa.
Bagaimana arsitektur Masjid Agung Natuna menonjolkan simbol-simbol Islam? Mengutip dinaspariwisata.natunakab.go.id, kedua unsur warna itu melambangkan kitab suci Al-Qur'an. Kemudian, terdapat 3 pintu utama dari total, yaitu 20 pintu. Ketiga pintu tadi menghadap ke Utara.
Apa yang spesial dari tradisi tadarus di Masjid Agung Baiturrahman, Banyuwangi? Masjid Agung Baiturrahman di Kota Banyuwangi, Jawa Timur, juga memiliki tradisi tadarus Alquran selama bulan suci Ramadan. Namun, menariknya adalah Alquran yang digunakan terlihat tak biasa. Alquran tersebut berukuran cukup besar dan tersimpan pada kotak kayu.
Kenapa Masjid Saka Tunggal dibangun? Untuk memperingati 1.000 hari meninggalnya Adipati, didirikanlah masjid tersebut.
Apa saja jenis tempat wisata religi yang ada di Bangka Belitung? Wilayah yang terdiri dari beberapa pulau ini terkenal dengan ragam destinasi wisata yang menarik untuk di kunjungi. Simak beberapa spot wisatanya berikut ini. Pulau Sumatra bukan hanya kaya dengan hasil alamnya saja, tetapi juga potensi pariwisatanya yang besar juga ada di tempat ini. Meskipun Danau Toba menjadi ikon pariwisata Sumatra, bukan berarti spot wisata lainnya tidak menarik untuk dikunjungi.
Mengapa Masjid Agung Kota Kediri menjadi tempat wisata religi? Sebagai destinasi wisata religi dan budaya, Masjid Agung Kediri memainkan peran penting dalam membuka wawasan dan pemahaman tentang Islam di kota tersebut.
Masjid ini menyimpan misteri sejarah yang menarik. Meskipun beberapa sumber menyebutkan Kyai Mustolih atau Kyai Tulih sebagai pendirinya, seorang tokoh penyebar agama Islam yang makamnya berada tak jauh dari masjid, detail sejarahnya masih terus diteliti.
Kyai Tulih diyakini sebagai pelopor aliran Aboge, yang unik karena memadukan unsur kalender Islam dan Jawa. Keberadaan Masjid Saka Tunggal menunjukkan perpaduan harmonis antara ajaran Islam dan budaya lokal Jawa sejak abad ke-13.
Ukuran masjid yang relatif kecil, 12 x 18 meter, dengan atap ijuk dan dinding bambu sebagian, semakin memperkuat ciri khas arsitektur tradisional Jawa. Suasana pedesaan yang tenang dan kehadiran monyet-monyet jinak di sekitarnya menambah daya tarik tersendiri bagi para pengunjung. Keunikan arsitektur dan sejarahnya yang kaya telah menjadikan Masjid Saka Tunggal sebagai Cagar Budaya Indonesia sejak tahun 2004.
Sejarah dan Arsitektur Masjid Saka Tunggal
Struktur bangunan Masjid Saka Tunggal yang unik, dengan satu pilar utama sebagai penyangga, menjadikannya berbeda dari masjid-masjid lain di Indonesia. Pilar saka tunggal ini berada di tengah bangunan utama, yang memiliki empat sayap mengelilinginya.
Prasasti yang terukir pada bagian bawah saka tunggal, yang kini dilindungi kaca, mencatat tahun pendiriannya yaitu 1288 Masehi. Angka ini menempatkan masjid ini jauh sebelum masa Wali Songo dan bahkan sebelum berdirinya Kerajaan Majapahit pada 1294 Masehi, pada masa Kerajaan Singasari.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa masjid ini dibangun oleh Kyai Mustolih atau Kyai Tulih, seorang tokoh penting dalam penyebaran agama Islam di daerah tersebut. Makam beliau terletak dekat dengan masjid, menjadi bukti sejarah yang memperkuat kisah pendiriannya.
Beliau juga dikaitkan dengan aliran Aboge, sebuah aliran Islam sinkretis yang menggabungkan unsur-unsur Islam dan budaya Jawa. Meskipun ukurannya kecil, masjid ini memiliki nilai sejarah yang sangat besar.
Arsitekturnya yang sederhana namun unik, dengan atap ijuk dan dinding anyaman bambu, menunjukkan kearifan lokal dan keahlian para leluhur dalam membangun tempat ibadah. Penggunaan material alami ini juga mencerminkan kesederhanaan dan keakraban dengan lingkungan sekitar.
Masjid Saka Tunggal bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga menjadi saksi bisu perjalanan sejarah Islam di Indonesia. Keberadaannya sebelum masa Wali Songo dan Kerajaan Majapahit menunjukkan akar Islam yang kuat di tanah Jawa jauh sebelum periode yang lebih dikenal dalam sejarah.
Masjid Saka Tunggal dan Aliran Aboge
Keterkaitan Masjid Saka Tunggal dengan aliran Aboge menambah kekayaan sejarah dan budaya yang dimilikinya. Aliran Aboge, yang berkembang di Banyumas, merupakan perpaduan unik antara ajaran Islam dan budaya Jawa.
Penggabungan unsur-unsur ini terlihat dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam perayaan hari besar keagamaan.Masjid Saka Tunggal sering digunakan sebagai tempat sholat Idul Fitri oleh para penganut Aboge. Hal ini menunjukkan peran penting masjid tersebut dalam kehidupan keagamaan masyarakat sekitar. Keberadaan masjid ini menjadi bukti nyata tentang bagaimana Islam dapat beradaptasi dan berintegrasi dengan budaya lokal tanpa meninggalkan esensi ajarannya.
Penggabungan unsur Islam dan Jawa dalam aliran Aboge, yang tercermin dalam penggunaan masjid ini, menunjukkan kekayaan budaya dan keragaman agama di Indonesia. Masjid Saka Tunggal menjadi simbol harmoni antara agama dan budaya, sebuah warisan berharga yang perlu dilestarikan.
Penelitian lebih lanjut mengenai aliran Aboge dan kaitannya dengan Masjid Saka Tunggal masih diperlukan untuk mengungkap lebih banyak detail sejarah dan budaya. Namun, yang jelas, masjid ini merupakan bukti nyata tentang perpaduan harmonis antara Islam dan budaya Jawa sejak abad ke-13.
Pengembangan Wisata dan Pelestarian
Sebagai Cagar Budaya Indonesia, Masjid Saka Tunggal memiliki potensi besar sebagai destinasi wisata religi dan sejarah. Namun, pengembangan infrastruktur wisata di sekitarnya masih perlu ditingkatkan untuk mendukung kunjungan wisatawan.
Peningkatan aksesibilitas, fasilitas pendukung, dan informasi yang lebih lengkap akan menarik lebih banyak pengunjung dan membantu melestarikan masjid ini untuk generasi mendatang. Dengan pengelolaan yang baik, Masjid Saka Tunggal dapat menjadi daya tarik wisata yang berkelanjutan dan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar.
Pelestarian Masjid Saka Tunggal juga penting untuk menjaga warisan budaya dan sejarah Indonesia. Upaya konservasi bangunan dan lingkungan sekitarnya perlu dilakukan secara berkelanjutan untuk memastikan keberlangsungan situs bersejarah ini.
Dengan potensi yang dimilikinya, Masjid Saka Tunggal dapat menjadi contoh sukses dalam pengembangan wisata berbasis budaya dan sejarah, sekaligus menjadi pusat pembelajaran tentang sejarah Islam di Indonesia.
Kesimpulannya, Masjid Saka Tunggal Baitussalam merupakan situs bersejarah yang kaya akan nilai budaya dan religi. Keunikan arsitekturnya, kaitannya dengan aliran Aboge, dan klaim sebagai salah satu masjid tertua di Indonesia menjadikan masjid ini sebagai destinasi yang patut dikunjungi dan dilestarikan.
Disclaimer
Artikel ini dihasilkan oleh AI berdasarkan data yang ada. Gunakan sebagai referensi awal dan selalu pastikan untuk memverifikasi informasi lebih lanjut sebelum mengambil keputusan.
Masjid ini menjadi saksi sejarah jejak perjalanan perkembangan agama Islam di Nusantara.
Bangunan yang hampir seluruh bagiannya menggunakan kayu itu menjadi bagian dari sejarah masuknya Islam di Sumbar yang berlangsung sejak ratusan tahun.
Bangunan yang hampir seluruh bagiannya menggunakan kayu itu menjadi bagian dari sejarah masuknya Islam di Sumbar yang berlangsung sejak ratusan tahun.
Masjid kuno di Indonesia, dari Masjid Saka Tunggal hingga Masjid Agung Demak, saksi bisu perjalanan Islam di Nusantara.
Masjid yang konon sudah berusia lebih dari satu abad ini memiliki nuansa Melayu yang begitu kental serta tradisi unik.
Masjid itu punya kemiripan dengan masjid agung Keraton Surakarta.
Saat ini masjid tersebut hanya tersisa ruang mahrab, pondasi, dan menara yang sudah tidak utuh.
Tanah Minang memiliki banyak peninggalan sejarah yang menjadi saksi perjuangan para ulama besar dalam menyebarkan Islam di sana.
Komentar
Posting Komentar