11 Tuntutan Buruh saat May Day: Setop PHK hingga Eksploitasi Gen Z - Bisnis Liputan6
Presiden Aspirasi, Mirah Sumirat menuturkan, tuntutan buruh tersebut bakal disampaikan langsung kepada Presiden Prabowo Subianto dalam peringatan May Day, 1 Mei 2025.
Diperbarui 01 Mei 2025, 09:52 WIBDiterbitkan 01 Mei 2025, 07:20 WIB
Ilustrasi peringatan Hari Buruh. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya
Liputan6.com, Jakarta - Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Aspirasi), Mirah Sumirat, menyampaikan 11 tuntutan buruh di momen Hari Buruh atau May Day pada 1 Mei 2025.
Mirah mengatakan, tuntutan buruh tersebut bakal disampaikan langsung kepada Presiden Prabowo Subianto dalam peringatan May Day di Monumen Nasional (Monas), Jakarta, pada Kamis (1/5/2025) hari ini.
Pertama, mendesak adanya revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan dengan melibatkan kelompok buruh, tanpa mengabaikan kepentingan investor dan juga pengusaha.
"Pemerintah diberikan kesempatan untuk merevisi selama 2 tahun. Hal ini bisa dijadikan kesempatan untuk memasukkan pasal-pasal yang baru, dimana sudah banyak terjadi perubahan di dunia industri dari yang konvensional menjadi otomatisasi, digitalisasi, robotisasi," ungkapnya.
Poin kedua, kelompok buruh mendesak penyetopan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang terus terjadi sejak 2020. "Hal Ini penting bagaimana colon- calon tenaga kerja ini bisa mendapatkan pekerjaan yang saat ini sulit didapatkan karena minimnya lapangan pekerjaan," pintanya.
Ketiga, menjamin kebebasan berserikat dan berunding bagi buruh. Lantaran, ia mengklaim ada sekitar 80 persen perusahaan yang anti keberadaan serikat pekerja.
"Padahal sudah diatur dalam undang-Undang Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, mengatur hak pekerja/buruh untuk membentuk dan mengembangkan serikat pekerja/serikat buruh yang bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggungjawab," sebutnya.
Selanjutnya, mendorong agar hubungan industrial berbasis Pancasila bisa terwujud. Selaras dengan poin sebelumnya, di mana kelompok buruh mendorong kebebasan terbentuknya serikat pekerja agar tercipta perjanjian kerja bersama (PKB) dengan perusahaan.
"Perjanjian kerja bersama (PKB) adalah komitmen untuk mewujudkan hubungan industrial yang baik antara pekerja dan perusahaan. Kalau tidak ada PKB, maka hubungan industrial yang harmonis tidak akan terjadi," seru Mirah.
Cari Solusi Supaya Tak Tersingkir oleh AI
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/3445046/original/024488100_1619851448-20210501-Puluhan-nisa-terpasang-di-halaman-monas-saat-peringatan-hari-buruh-angga-3.jpg)
Puluhan nisan berjejer rapi di sekitar area Monas, Jakarta, pada Hari Buruh Internasional, Sabtu (1/5/2021). Nisan hitam itu dihiasi tulisan yang mewakili perasaan para buruh, Antara lain RIP PHK Murah, Bebasnya Outsourcing, RIP Cuti Hamil, RIP Satuan Upah-Perjam. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya
Berikutnya, mencari solusi masalah ketenagakerjaan dengan adanya intervensi teknologi dalam bentuk artificial intelligence (AI). "Kalau tidak hati-hati dalam mengambil langkah, maka akan banyak sekali para pekerja/buruh yang akan ter-PHK. Karena rata-rata angkatan kerja kita lulusan SD dan SMP," imbuhnya.
Lalu, menghilangkan syarat yang memberatkan calon tenaga kerja. Permintaan ini didorong lantaran banyaknya persyaratan yang dianggap aneh bagi tenaga kerja, semisal batas usia.
Kemudian, pemberian kesempatan yang sama dalam memperoleh kerja bagi kaum difabel. Mirah menilai, perlindungan kerja untuk difabel merupakan hak asasi manusia (HAM) yang perlu dijamin.
"Ini termasuk hak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak sesuai dengan kemampuan dan keterampilan, tanpa adanya diskriminasi berdasarkan jenis disabilitas," tegas Mirah.
Selain itu, ia juga menuntut peningkatan kesejahteraan untuk pekerja kesehatan, semisal dokter, perawat, bidan, hingga petugas posyandu. Pesan ini disampaikan lantaran adanya bidan yang jadi anggota Aspirasi, dan mendapat bayaran jauh di bawah upah minimum provinsi.
Selain itu, kelompok buruh juga mendorong adanya transisi yang adil menuju ekonomi rendah karbon. Dengan memperhatikan dampak sosial, ekonomi dan lingkungan dari transisi tersebut. Seraya memastikan semua pihak terkena dampak dan mendapat kesempatan yang adil.
Desak Hak Mitra Ojol dan Stop Eksploitasi Gen Z
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/3239981/original/072454600_1600257705-20200916-Ojol-2.jpg)
Pengemudi ojek online (ojol) memenuhi bahu jalan saat menunggu penumpang di kawasan Cililitan, Jakarta, Rabu (16/9/2020). Pemprov DKI Jakarta telah melarang ojol dan ojek pangkalan berkumpul lebih dari lima orang serta menjaga jarak sepeda motor minimal dua meter. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)... Selengkapnya
Tak lupa, Mirah menuntut adanya hak normatif bagi mitra pengemudi ojek online (ojol) dan pekerja daring. Semisal untuk driver ojol, ia ingin agar mereka bisa dilindungi secara hukum agar tidak terjadi skema putus mitra secara sepihak.
"Begitu juga dengan kurir dibayar dibawah UMP, jam kerja yang tidak jelas, jaminan sosial yang tidak ada. Status kerja mereka setiap saat bisa di-PHK tanpa diberikan hak-haknya yang sesuai dengan aturan ketenaga kerjaan yang berlaku," bebernya.
Terakhir, kelompok buruh menyerukan slogan Stop Eksploitasi Gen Z. Meliputi praktik magang yang tidak adil, lingkungan kerja yang tidak sehat, atau tekanan untuk mengikuti tren yang tidak sesuai dengan nilai-nilai mereka.
"Gen Z juga perlu dilindungi dari tekanan untuk terus konsumtif. Dengan semangat energi, kecerdasan yang mereka miliki harus dilindungi dan dijaga. Jangan sampai para pengusaha memanfaatkan potensi yang mereka miliki itu dengan tidak memberikan upah layak, kerja layak, dan pemerintah tidak memberikan perlindungan hukum yang memadai," pungkasnya.
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/4995048/original/088256300_1730975735-Infografis_SQ_Efek_Donald_Trump_Menang_Pilpres_AS_ke_Perekonomian_Global.jpg)
Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global. (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya

Tidak ada komentar:
Posting Komentar