Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Featured Rafale Rusia Su-57

    Indonesia Dianjurkan Tambah Unit Rafale Dibandingkan Turuti Bujuk Rayu Rusia Beli Su-57 Karena Alasan Ini - Zona Jakarta

    6 min read

     

    Indonesia Dianjurkan Tambah Unit Rafale Dibandingkan Turuti Bujuk Rayu Rusia Beli Su-57 Karena Alasan Ini - Zona Jakarta

    Rafale disarankan Indonesia tambah armadanya dibandingkan menerima tawaran pembelian Su-57 dari Rusia.  (Dassault Aviation)
    Rafale disarankan Indonesia tambah armadanya dibandingkan menerima tawaran pembelian Su-57 dari Rusia. (Dassault Aviation)

    ZONAJAKARTA.com - Ancaman kedigdayaan Rafale pasca Operasi Sindoor seolah menjadi celah bagi Rusia untuk merayu Indonesia membeli jet tempur generasi kelima buatannya, Su-57.

    Akan tetapi berbagai alasan justru menjadi dasar kuat agar Indonesia tak terpengaruh oleh bujuk rayu Rusia tersebut.

    Alih-alih membeli Su-57, Indonesia malah disarankan untuk menambah jumlah unit Rafale dari yang sudah tuntas diakuisisi pada awal Januari 2024 lalu.

    Baca Juga:

    Sebagaimana diketahui, Indonesia sudah memiliki 42 unit Rafale setelah Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI menandatangani kontrak pengadaan jet tempur generasi 4,5 asal Prancis itu dengan Dassault Aviation tepat di bulan Februari 2022.

    Proses akuisisi dilaksanakan secara bertahap sejak September 2022 hingga Januari 2024.

    Dan kini TNI AU hanya tinggal menunggu waktu kedatangannya yang dimulai pada tahun 2026 mendatang.

    Sembari menunggu kedatangan pesawat tersebut, berbagai persiapan terus dilakukan agar seluruh sumber daya manusia (SDM) terkait benar-benar siap untuk mengoperasikan maupun merawatnya.

    Tak tanggung-tanggung, TNI AU mengirimkan beberapa personel terbaiknya untuk mengikuti pelatihan intensif di Prancis.

    "Ya pada intinya TNI Angkatan Udara sudah menyiapkan sumber daya manusia," kata Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Udara (Wakasau) Marsekal Madya TNI Andyawan Martono Putra sebagaimana dikutip ZONAJAKARTA.com dari artikel berjudul "Wakil KSAU tegaskan TNI AU telah siap rawat Rafale" yang dimuat oleh laman Antaranews.com pada 28 Februari 2025.

    Baca Juga:

    Menurut rencana, Rafale yang sudah Indonesia pesan akan diprioritaskan untuk bertugas di Pekanbaru dan Pontianak.

    Dipilihnya Pekanbaru tak lepas dari letak geografis yang berdekatan dengan Selat Malaka, kawasan perdagangan strategis internasional yang rentan dimasuki kapal-kapal asing secara ilegal.

    Sementara pemilihan Pontianak merupakan bagian dari upaya NKRI untuk mengamankan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Laut Natuna Utara yang keberadaannya diakui resmi oleh hukum internasional.

    Rafale disarankan Indonesia tambah armadanya dibandingkan menerima tawaran pembelian Su-57 dari Rusia. (Dassault Aviation)

    Ketika Rafale milik Angkatan Udara India (IAF) mengalami musibah dalam Operasi Sindoor menghadapi Angkatan Udara Pakistan (PAF), Sukhoi dan Rosoboronexport tampak mencoba mengambil kesempatan dalam kesempitan.

    Digoyangnya pamor pesawat buatan Dassault Aviation itu oleh J-10C dari China menjadi celah bagi Rusia untuk lebih agresif memasarkan Su-57 di pasar Asia terutama ASEAN.

    Bahkan sejak awal, Indonesia sengaja dijadikan target pasar lantaran dianggap mampu untuk membeli produk jet tempur dengan harga fantastis.

    Temuan ini bahkan dibenarkan oleh laman Military Watch Magazine.

    Media tersebut menjadikan pameran industri dirgantara bertajuk LIMA 2025 di Kuala Lumpur, Malaysia yang digelar belum lama ini sebagai ajang tebar pesona bagi Su-57.

    Cara itu serupa dengan yang China lakukan demi memasarkan J-10C yang diklaim Pakistan sukses menaklukkan Rafale.

    Seolah demi mengejar pencapaian yang diraih kompetitornya, baik Negeri Tirai Bambu maupun Negeri Tirai Besi rela menghalalkan segala cara demi menggaet pasar potensialnya.

    Baca Juga:

    Terkait partisipasi Su-57 dalam LIMA 2025, Rosoboronexport juga masif menyebarkan klaim yang menyebut pesawat rancangan Sukhoi itu benar-benar aman untuk dioperasikan siapapun termasuk Indonesia.

    Salah satu faktornya adalah perlindungan ekstra dari ancaman peperangan elektronik (EW) canggih yang dilancarkan oleh pihak musuh.

    "Komponen penerbangan adalah tema utama pameran tersebut. Di segmen ini, perusahaan akan menampilkan jet tempur generasi kelima Rusia Su-57E terbaru, yang akan menarik minat perwakilan Angkatan Udara Kerajaan Malaysia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Keunggulan dasarnya dibandingkan sekelompok kecil pesaing adalah pengalaman tempurnya yang sukses dalam konflik bersenjata nyata di tengah penggunaan kemampuan serangan udara, pertahanan AI, dan peperangan elektronik canggih oleh musuh," demikian keterangan resmi Rosoboronexport dikutip dari laman Military Watch Magazine edisi Rabu, 21 Mei 2025 dalam artikelnya yang berjudul "Will the Su-57 Find Clients in Southeast Asia? Russia Escalates Efforts to Market its Stealth Fighter".

    Namun klaim tersebut tak boleh serta-merta membuat Indonesia gegabah dalam mengambil langkah.

    Apalagi sejumlah media asing telah membeberkan alasan lambatnya pengembangan Su-57 sehingga tampak tertinggal dari F-22 Raptor hingga F-35.

    Belum lagi jika bicara mengenai regulasi The Countering America's Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA) yang masih berlaku sampai sekarang.

    Sebaliknya, sebuah penelitian justru merekomendasikan negeri ini untuk menambah jumlah armada Rafale dari yang sudah dipesan sebelumnya.

    Halaman:
    Rafale disarankan Indonesia tambah armadanya dibandingkan menerima tawaran pembelian Su-57 dari Rusia. (Dassault Aviation)

    Karena Indonesia sudah memiliki sebanyak 42 unit Rafale, Kemhan RI disarankan menambahnya minimal sebanyak 58 unit.

    Sehingga jika ditotal, setidaknya TNI AU nantinya bakal memiliki sebanyak 100 unit pesawat.

    Ini penting agar PT Dirgantara Indonesia (PTDI) bisa memperoleh benefit transfer teknologi secara maksimal dari Dassault Aviation.

    "Transfer Teknologi pesawat tempur Dassault Rafale belum 100 persen jika dibandingkan dengan KFX/IFX 21 Boramae. Beberapa persyaratan harus dipenuhi Indonesia, salah satunya dengan pembelian minimal 100 unit pesawat tempur Dassault Rafale," demikian bunyi penelitian dari salah seorang peneliti UMY berjudul "MOTIVASI INDONESIA DALAM PENGADAAN ALUTSISTA ERA PEMERINTAHAN PRESIDEN JOKO WIDODO (STUDI KASUS: PEMBELIAN PESAWAT TEMPUR DASSAULT RAFALE DARI PERANCIS TAHUN 2022)" yang terbit pada Januari 2024.

    Manfaat dari transfer teknologi yang diberikan Dassault Aviation ini tak boleh disia-siakan begitu saja, karena hal itu bisa menjadi landasan bagi PTDI untuk memproduksi jet tempur generasi keenam di masa depan dengan spesifikasi yang sanggup bersaing dengan kompetitor di negara lain.

    Tidak hanya untuk Rafale saja, tetapi juga ketika Indonesia membutuhkan KAAN hingga KF-21 Boramae.

    "Harus ada keseriusan ke depan kita punya kemampuan di bidang produksi fighter (pesawat tempur). Jadi, apapun programnya di berbagai macam ofset, tujuannya cuma satu, bagaimana PT DI mampu ke depannya membangun fighter," tutur Direktur Utama PTDI Gita Amperiawan dikutip dari artikel berjudul "PT DI bidik perakitan akhir, MRO, uji terbang dan sertifikasi KF-21" yang dimuat oleh laman Antaranews.com pada 27 September 2024.***

    Halaman:
    Komentar
    Additional JS