Jet Tempur KF-21 yang Turut Dikembangkan Indonesia Berpotensi Ancam Superioritas Rafale di Pasar Global Faktor Ini Penyebabnya - Zona Jakarta
ZONAJAKARTA.com - Selama bertahun-tahun, Rafale telah mempertahankan posisi terdepan di pasar jet tempur multiperan.
Rafale mengandalkan teknologi canggihnya, fleksibilitas operasional, dan rekam jejak tempur yang terbukti di berbagai arena.
Namun dominasi Rafale mungkin akan menghadapi tantangan tak konvensional.
Bukan dari pesawat seperti F-35 AS atau Su-57 Rusia, tetapi dari jet tempur baru.
Jet tempur yang dimaksud ialah KF-21 Boramae.
Melansir laman defense-arabic.com, Rabu (21/5/2025), KF-21 merupakan produk kerja sama industri Korea Selatan yang dipimpin oleh Korea Aerospace Industries.
Tak sendirian, Korea Selatan menggandeng Indonesia sebagai mitra.
KF-21 menggabungkan kemampuan teknis modern dengan biaya yang relatif rendah.
Alhasil menjadikannya pilihan menarik bagi negara-negara yang ingin menyeimbangkan kinerja tinggi dengan kendala keuangan.
Baca Juga:
Beberapa analis menggambarkan persamaan ini sebagai kelemahan terbesar dalam strategi pemasaran Dassault Aviation.
Dassault Aviation telah lama mengandalkan penyajian Rafale sebagai jet tempur berperforma tinggi tetapi dengan biaya tinggi untuk pembelian dan pengoperasian.
Rafale memang telah memperoleh kepercayaan dari beberapa angkatan udara besar, termasuk India, Qatar, Mesir, dan bahkan Indonesia.
Indonesia bahkan sudah memesan 42 unit Rafale.

Rafale sukses di pasaran berkat radar canggih, sistem peperangan elektronik dan kemampuan multiperannya.
Akan tetapi biaya jangka panjang secara keseluruhan menimbulkan kekhawatiran yang berkembang di antara para pelanggan saat ini dan calon pelanggan.
Pengalaman India adalah contoh kasus yang mencolok.
Pembelian 36 unit Rafale pada tahun 2016 dengan nilai sekitar USD 8,7 miliar memerlukan biaya tambahan yang signifikan untuk mengadaptasi sistem persenjataan lokal seperti rudal Astra dan senjata SAAW ke pesawat Prancis.
Itu merupakan beban yang dapat dihindari jika platform lebih terbuka dan fleksibel.
Tantangan tersebut tidak hanya terjadi di India, tetapi telah diulangi oleh operator lain.
Alhasil melemahkan daya tarik ekonomi jangka panjang Rafale.
Baca Juga:
Sebaliknya, KF-21 Boramae menonjol sebagai pesaing baru dengan keunggulan teknis yang signifikan dan biaya yang jauh lebih rendah.
Pesawat ini termasuk dalam kelas generasi 4,5, dan dilengkapi dengan radar AESA modern yang dikembangkan oleh Hanwha Systems.
Beserta pula avionik canggih, serta kemampuan untuk mengintegrasikan berbagai senjata Barat dan Timur.
Harganya diperkirakan sekitar USD 65 juta per pesawat, dibandingkan dengan lebih dari USD 120 juta untuk Rafale, tergantung pada konfigurasi dan peralatan yang menyertainya.
Melansir laman dw.com, salah satu kekuatan KF-21 yang paling signifikan adalah desain arsitektur terbukanya, yang memfasilitasi integrasi dan peningkatan senjata.
Sehingga mengurangi beban keuangan dan meningkatkan fleksibilitas kedaulatan bagi negara-negara yang beroperasi.
Lebih jauh lagi, Korea Selatan menawarkan model ekspor yang lebih terbuka, termasuk perjanjian transfer teknologi dan opsi produksi lokal.

Faktor itu meningkatkan daya tarik KF-21 bagi pasar-pasar yang sedang berkembang, khususnya mereka yang memiliki keterbatasan keuangan atau yang ingin mengembangkan industri pertahanan mereka.
Dassault aviation dikritik karena fokusnya pada margin keuntungan tinggi dan penolakannya yang berulang untuk mentransfer teknologi.
Sementara negara-negara penerima tampaknya lebih cenderung pada opsi yang menawarkan nilai tambah lebih tinggi, baik melalui kemitraan industri atau kedaulatan teknologi.
Baca Juga:
Masuknya KF-21 ke pasar jet tempur dapat mengubah persaingan di bidang ini.
Terutama karena banyak negara bergerak ke arah merasionalisasi pengeluaran pertahanan dan lebih mengutamakan opsi yang lebih hemat biaya dan berorientasi pada kinerja.
Sementara Rafale menempati posisi unik di saat pilihan terbatas, realitas sekarang menimbulkan tantangan baru yang mungkin tidak dapat diatasi dengan pendekatan tradisional.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar