Dunia Internasional, Konflik India Pakistan,
Serangan India Ungkap Kelemahan Senjata Pakistan yang Diimpor dari China | Halaman Lengkap


Pakar peperangan moden menilai serangan India telah mengungkap kelemahan senjata Pakistan yang diimpor dari China. Foto/WE News English
- Serangan militer besar-besaran
Indiaterhadap Pakistan, yang mengakibatkan penghancuran sembilan lokasi teror, penonaktifan sistem pertahanan udara, dan penargetan lebih dari 12 pangkalan udara, telah mengirimkan gelombang kejut geopolitik jauh melampaui sub-benua. Demikian diungkap
The Economic Times, Sabtu (24/5/2025).
Di antara konsekuensi paling jelas adalah pukulan telak bagi reputasi China sebagai pemasok senjata global.
John Spencer, seorang pakar ternama dalam bidang peperangan modern, menggambarkan serangan India ke wilayah Pakistan sebagai kemenangan telak.
"Ini bukan kekuatan simbolis. Ini adalah kekuatan yang menentukan, yang diterapkan dengan jelas," tulisnya di platform X.
Baca Juga: PM India Narendra Modi: Pakistan Panik dan Memohon Gencatan Senjata
Kekalahan Pakistan—yang ditandai dengan seruannya untuk perdamaian dan kegagalan sistem pertahanan utamanya—juga telah mengungkap kekurangan serius dalam persenjataan yang dipasok China, yang mencakup hampir 80 persen persenjataan Pakistan.
Citra satelit dan bukti medan perang menunjukkan bahwa meski ada spekulasi, pesawat jet tempur China tidak menembak jatuh pesawat Rafale milik India, dan sistem penting seperti pertahanan udara HQ-9 dan rudal udara-ke-udara PL-15 berkinerja buruk atau gagal total.
Saat rincian operasi lebih lanjut muncul, saham pertahanan China anjlok hingga 9 persen pada hari Selasa lalu.
Hal ini membalikkan keuntungan sebelumnya yang didorong ekspektasi peningkatan penjualan senjata ke Pakistan selama puncak ketegangan. Penurunan tiba-tiba mencerminkan meningkatnya keresahan pasar atas persepsi keandalan senjata China.
Kualitas di Bawah Standar
Menurut Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (SIPRI), China menyumbang 5,9 persen dari ekspor senjata global antara 2020 dan 2024, sedikit turun dari periode lima tahun sebelumnya.
Namun, hampir dua pertiga dari ekspor tersebut hanya ditujukan ke satu negara: Pakistan.
Sementara China bertujuan untuk memperluas jejaknya dalam perdagangan pertahanan global, banyak importir utama masih menghindari senjata China karena alasan politik dan teknis. Hasil konflik India-Pakistan mungkin telah mengungkap alasannya, tulis Economic Times dalam laporannya.
Baca Juga: Pengakuan Langka PM Sharif: India Merudal Pangkalan Udara Nur Khan Pakistan
Para pengamat menunjuk pada dua kemungkinan: baik itu China memasok Pakistan dengan peralatan di bawah standar, atau persenjataannya lebih rendah kualitasnya dibandingkan campuran sistem dalam negeri dan impor dari Rusia, Israel, dan negara-negara Barat.
Bagi China, yang telah lama bercita-cita menantang dominasi Barat dan Rusia di pasar ekspor pertahanan, episode ini merupakan krisis reputasi.
Kredibilitas sistemnya—terutama yang ditawarkan kepada pembeli di Afrika, Asia, dan Amerika Latin—kini menghadapi pengawasan global.
Kecuali Beijing mengatasi masalah kinerja dan keandalan ini, terutama yang terungkap di medan perang, ambisinya untuk menjadi eksportir senjata papan atas kemungkinan besar tidak akan terwujud.
Ekspor Senjata China Terancam
Selama dua dekade terakhir, China telah menjadi eksportir senjata terbesar keempat di dunia, hanya di belakang Amerika Serikat, Rusia, dan Prancis.
Meskip demikian, masalah kinerja yang serius telah menghambat ambisi China. Myanmar, misalnya, menghentikan sebagian besar jet tempur China-nya karena kinerja radar yang buruk dan cacat yang belum teratasi bertahun-tahun setelah pengiriman.
Nigeria terpaksa mengembalikan tujuh dari sembilan jet tempur Chengdu F-7 karena masalah perawatan. Bahkan Pakistan, mitra strategis terdekat China, melaporkan masalah kritis pada fregat F-22P buatan China, termasuk kegagalan mesin, kesalahan sensor, dan cacat pada kendali rudal.
Kekurangan yang berulang ini terus menimbulkan keraguan atas kredibilitas ekspor pertahanan China. Kredibilitas pertahanan China terpukul saat sistem PL-15 dan HQ-9 goyah dalam konflik Indo-Pakistan
Kinerja medan perang yang buruk dari ekspor militer andalan China—rudal udara-ke-udara PL-15 dan sistem pertahanan udara HQ-9—telah menimbulkan kekhawatiran serius tentang kredibilitas teknologi pertahanannya.
Performa Buruk di Medan Tempur
Selama konflik India-Pakistan baru-baru ini, rudal PL-15 yang ditembakkan oleh jet J-10C Pakistan meleset dari sasaran atau tidak berfungsi, dengan beberapa dilaporkan mendarat di wilayah India.
Hal ini menantang klaim China tentang presisi dan panduan canggih rudal tersebut, terutama saat diadu dengan Rafale dan Su-30MKI milik India.
Demikian pula, sistem HQ-9 China gagal mencegat rudal atau pesawat India selama Operasi Sindoor, meski telah melakukan beberapa serangan udara terhadap target bernilai tinggi.
Kegagalan tersebut menunjukkan kelemahan yang lebih dalam perihal kemampuan deteksi dan respons, yang melemahkan daya tariknya bagi calon pembeli di Afrika, Timur Tengah, dan Asia Tenggara.
Upaya China untuk memasarkan J-10C juga terpukul, karena klaim tentang hilangnya pesawat India masih belum diverifikasi. India membantah telah kehilangan Rafale, sementara laporan menunjukkan keberhasilan pertempuran melawan jet Pakistan, kemungkinan J-10C.
Kemunduran ini membayangi ambisi ekspor senjata global China, terutama di pasar yang mengutamakan keandalan dan kinerja tempur.
Walau senjata China sering kali dibanderol dengan harga kompetitif, ketidakmampuannya untuk dipakai secara efektif di medan tempur dapat mendorong pembeli ke alternatif Barat atau Rusia.
Konflik terbaru India-Pakistan telah menyingkap kesenjangan antara pemasaran pertahanan China dan efektivitas di dunia nyata, sehingga menghambat upayanya untuk dilihat sebagai pemasok senjata papan atas.
(mas)
0 Komentar