LBH Bandung Kritik Respons 'Lebay' Dedi Mulyadi ke Suporter Persikas Subang - Liputan 6 - Opsiin

Informasi Pilihanku

powered by Surfing Waves
demo-image

LBH Bandung Kritik Respons 'Lebay' Dedi Mulyadi ke Suporter Persikas Subang - Liputan 6

Share This
Responsive Ads Here

 Sepak bola Indonesia

LBH Bandung Kritik Respons 'Lebay' Dedi Mulyadi ke Suporter Persikas Subang

Sebanyak 21 suporter Persikas ditahan hanya karena menyuarakan 'Selamatkan Persikas', klub sepakbola kebanggaan mereka.

oleh Dikdik Ripaldi Diperbarui 02 Jun 2025, 06:14 WIB

052261600_1748507606-Screen_Shot_2025-05-29_at_15.06.14
Tangkapan layar video Dedi Mulyadi saat ngamuk pada sekelompok suporter di Subang, Rabu, 28 Mei 2025. (Humas Pemprov/Liputan6.com).

Advertisement

Liputan6.com, Bandung - LBH Bandung mengkritik penanganan aparat kepolisian juga respons Gubernur Jawa Barat (Jabar), Dedi Mulyadi, atas aksi suporter Persikas Subang beberapa waktu lalu. Polisi dinilai represif, sementara Gubernur dengan landihan Bapak Aing itu mempraktikan abuse of power

Aksi suporter terjadi saat acara Abdi Nagri Nganjang Ka Warga di Desa Sukamandijaya, Kecamatan Ciasem, Kabupaten Subang, pekan lalu (28/5/2025). Malam itu, mereka berteriak yel-yel sambil membentang spanduk besar “Selamatkan Persikas”, menolak Persikas dijual.

BACA JUGA:

Dedi Mulyadi geram, aksi mereka dianggap menggangu kekhusyukan dan merusak siatuasi empati acara menganjang itu, aspirasi suporter disebut salah alamat. Buntutnya, polisi membawa suporter ke Mapolsek Ciasem.

Advertisement

LBH Bandung meyebut, ada 21 orang yang ditangkap polisi 'tanpa dasar dan bukti permulaan dugaan tindak pidan'. Kronologi versi LBH Bandung, mereka dibawa ke kantor polisi sekira 23.30 WIB, dimintai keterangan hingga subuh, pukul 04.00 WIB.

"Sekitar pukul 11 siang (29 Mei 2025), mereka kembali dijemput oleh Unit Jatanras Satreskrim Polres Subang tanpa surat penangkapan atau surat panggilan yang patut sesuai hukum. Kepolisian menjemput tanpa dasar yang jelas, para suporter kembali diminta memberikan keterangan di Polres Subang," dikutip siaran pers LBH Bandung (30/5/2025).

"Keesokan harinya (30 Mei 2025), diminta datang ke kediaman Dedi Mulyadi di Lembur Pakuan, Kota Subang. Pertanyaan mendasar dari kasus dua hari ke belakang adalah: Apa unsur tindak pidana yang diduga dilakukan oleh para suporter sehingga perangkat negara bernama kepolisian harus menggunakan upaya penangkapan dan pemeriksaan yang tidak perlu?”

Menurut LBH Bandung, polisi melakukan penangkapan sewenang-wenang atau ‘false arrest’, serta mengabaikan asas nesesitas, legalitas dan proporsionalitas. Bertentangan dengan Undang-Undang HAM dan Perkap No. 1/2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian.

"Sepatutnya bentuk ekspresi dan pendapat dari seorang warga negara direspons dengan jawaban, bukan penahanan," tulis LBH Bandung.

Sementara, Dedi Mulyadi dipandang mencoreng etika kepemimpinan, mempermalukan rakyat yang menyampaikan pendapatnya. Sekaligus menunjukan praktik ‘abuse of power’ dengan mengancam bakal mencari tahu rumah dan sekolah para anak muda itu.

Tindakan penangkapan 21 suporter itu dinilai pelanggaran hak berekspresi dan berpendapat yang dijamin UUD 1945 Pasal 28E ayat (3) dan Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) 1948 dan Pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah diratifikasi Indonesia melalui UU No. 12/2005.

Klarifikasi Dedi Mulyadi

Sementara, Dedi Mulyadi telah menyampaikan klarifikasi, menegaskan jika dirinya tengah memberikan pembelajaran kepada masyarakat. Dia mengatakan, tindakan sekelompok suporter demikian tidak beradab dan menunjukan sikap yang tak berempati pada penderitaan rakyat.  

"Saya malam itu marah karena ada sekelompok orang yang tidak memiliki adab dalam hidupnya. Di saat air mata jatuh karena rasa empati pada derita seorang ibu yang memiliki empat orang anak, dan membiayai anaknya hanya dengan memungut botol-botol bekas, tetapi anaknya bisa tumbuh dengan baik sementara suaminya menikah lagi dengan orang lain, ini malah berteriak yel-yel untuk menyelamatkan Persikas karena klubnya berpindah tempat dibeli oleh pihak lain, tentunya sikap ini adalah sikap yang tidak beradab," katanya.

Dedi Mulyadi mengatakan, tak risau jika video marahnya jadi perhatian publik dan jadi isu yang digiring atau dicap sebagai pemimpin yang emosional. Dia mengatakan, lebih baik marah dalam rangka mendidik rakyat daripada cuma menjaga popularitas dan elektabilitas.

"Itu contoh orang yang terlalu mengendepankan ego untuk membela klubnya tetapi mengabaikan fakta derita warga di depan matanya. Semoga peristiwa itu jadi pembelajaran penting dan tentunya kemarahan saya akan di-framing jadi pemimpin yang emosional dan dibawa ke mana-mana, bagi saya itu tidak penting, dipersilakan saja, tapi mendidik rakyat bagi saya lebih penting daripada memikirkan popularitas dan elektabilitas," pungkas Dedi.

Hobi atau kesenangan, katanya, jangan sampai mengabaikan kebutuhan dasar individu maupun masyarakat yang sepatutnya lebih didahulukan. 

"Itu urusan kamu hobi dan kesenangan, tapi tidak boleh mengabaikan apa yang menjadi kebutuhan dasar bagi kepentingan masyarakat Subang. Ngelola sepakbola untuk (masuk) jadi liga 2, liga 1, itu perlu biaya besar, tidak bisa Pemda Subang pakai duit Pemda untuk ngurus main bola, duitnya enggak cukup," katanya.

"Orang Subang bukan butuh Persikas hari ini, orang Subang butuh jalan yang baik, butuh sekolah yang baik," tegas Dedi Mulyadi.

Advertisement

Comment Using!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Pages