Dunia Internasional,Konflik Timur Tengah,
Menteri Pertahanan AS Sebut Operasi Midnight Hammer Butuh Perencanaan Berbulan-bulan - Halaman all - Tribunnews


TRIBUNNEWS.COM – Menteri Pertahanan Amerika Serikat, Pete Hegseth, menggelar konferensi pers terkait serangan udara AS terhadap fasilitas nuklir Iran.
Mengutip Al Jazeera, Hegseth menyebut serangan tersebut sebagai sebuah keberhasilan luar biasa.
“Perintah yang kami terima dari panglima tertinggi kami [Trump] sangat fokus, tegas, dan jelas. Kami berhasil menghancurkan program nuklir Iran,” ujar Hegseth kepada wartawan di Pentagon, Minggu (22/6/2025).
Ia menyatakan bahwa serangan yang diberi nama Operation Midnight Hammer itu merupakan hasil dari perencanaan yang berlangsung selama berbulan-bulan.
“Ini adalah rencana yang membutuhkan waktu berbulan-bulan dalam tahap perencanaan, serta berminggu-minggu untuk penempatan dan persiapan, agar kami siap saat Presiden Amerika Serikat memberikan perintah,” jelasnya.
“Serangan ini memerlukan presisi tinggi, pengarahan mendalam, dan tingkat keamanan operasional yang sangat ketat.”
“Pesawat pengebom B-2 kami masuk dan keluar dari fasilitas nuklir tersebut tanpa diketahui dunia,” tambahnya.
Saat ditanya apakah serangan ini bertujuan untuk menggulingkan rezim Iran, Hegseth menegaskan bahwa operasi tersebut tidak berkaitan dengan perubahan rezim.
“Misi ini bukan tentang perubahan rezim,” tegasnya.
Menurut Hegseth, serangan ini dilakukan semata-mata untuk menetralisir ancaman terhadap kepentingan nasional AS yang ditimbulkan oleh program nuklir Iran.
Namun demikian, sejumlah pakar mempertanyakan klaim bahwa program nuklir Iran merupakan ancaman langsung.
Baca juga: Dampak Serangan AS ke Iran: Harga Minyak Dunia Terancam Melonjak Tajam Jadi USD 130 Per Barel
Pemerintah Iran sendiri berulang kali menegaskan bahwa program nuklir mereka semata-mata untuk tujuan sipil.
Dalam konferensi pers tersebut, Jenderal Dan Caine juga turut hadir dan ditanya apakah Iran masih memiliki kemampuan nuklir pasca serangan.
“Masih terlalu dini untuk berkomentar sebelum penilaian kerusakan selesai,” ujar Caine.
Namun dalam sambutan pembukaannya, ia menyatakan:
“Penilaian awal menunjukkan bahwa ketiga lokasi mengalami kerusakan dan kehancuran yang sangat signifikan.”
“Saya pikir PDA (penilaian kerusakan awal) masih tertunda, dan terlalu dini bagi saya untuk menyatakan apa saja yang mungkin masih tersisa di sana,” lanjutnya.
Caine juga menolak menjelaskan secara spesifik langkah-langkah yang telah diambil untuk melindungi pasukan AS di Timur Tengah dari kemungkinan pembalasan Iran.
“Pasukan gabungan kami tetap siap untuk membela Amerika Serikat – pasukan kami dan kepentingan kami di kawasan ini,” tegasnya.
Masih Berharap pada Jalur Diplomasi
Dalam kesempatan yang sama, Hegseth menyampaikan harapannya agar Iran bersedia kembali ke meja perundingan.
“Saya hanya bisa mengonfirmasi bahwa pesan, baik publik maupun pribadi, telah disampaikan kepada Iran melalui berbagai saluran, memberikan mereka setiap kesempatan untuk kembali ke jalur diplomatik,” katanya.
AS dan Iran diketahui sedang berada dalam tahap perundingan nuklir sebelum Israel melancarkan serangan mendadak terhadap Iran sekitar satu minggu lalu.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, mengecam keras serangan militer AS terhadap fasilitas nuklir negaranya.
Araghchi menyebut serangan tersebut sebagai pelanggaran serius dan belum pernah terjadi sebelumnya terhadap hukum internasional.
Baca juga: Ancaman Serangan Balasan Iran Bikin Negara Arab Ketar-ketir, Armada ke-5 AS di Bahrain Jadi Target
Ia juga menuduh pemerintahan Trump telah berkolusi dengan Israel untuk melanggar kedaulatan Iran.
“Teheran akan mempertahankan wilayahnya dengan segala cara yang diperlukan,” tegas Araghchi.
Saat ini, Araghchi dilaporkan berangkat ke Moskow, Rusia, untuk berkonsultasi dengan Presiden Vladimir Putin terkait serangan tersebut.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)
0 Komentar