Pemerintah Aceh dan Kemenko Kumham Bahas Peresmian Memorial Living Park Rumoh Geudong


“Perdamaian pasca-konflik yang telah terjaga sejak 15 Agustus 2005, adalah warisan berharga yang harus terus dirawat, bukan hanya lewat kebijakan, tapi juga melalui penguatan memori kolektif,” Plt Sekda Aceh M. Nasir.
MODUSACEH.CO, Banda Aceh I Meski terik matahari menyinari Kota Banda Aceh, Rabu 11 Juni 2025. Namun, tak menyurutkan semangat rombongan Kementerian Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kemenko Kumham Imipas) tiba di Kantor Gubernur Aceh, Senin pagi.
Mereka datang membawa misi penting: memastikan langkah-langkah akhir menuju peresmian Memorial Living Park di Rumoh Geudong, Pidie satu situs sejarah yang menyimpan jejak luka dan harapan.
Pertemuan berlangsung di Ruang Rapat Sekda Aceh dan dipimpin langsung Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Aceh, M. Nasir Syamaun. Ia menyambut hangat kehadiran Deputi Bidang Koordinasi Hak Asasi Manusia Kemenko Kumham Imipas, Ibnu Chuldun, beserta jajaran.
Hadir pula Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Aceh, Bukhari, staf ahli Menteri HAM, dan sejumlah pejabat lainnya dari instansi terkait.
“Selamat datang di Tanah Rencong. Semoga apa yang kita rencanakan hari ini bisa membawa kebaikan dan terwujud sesuai harapan,” ujar M. Nasir membuka pertemuan.
Rencana peresmian Memorial Living Park Rumoh Geudong dijadwalkan pada 24 Juni 2025. Ini menjadi agenda utama.
Ibnu Chuldun menegaskan, pembangunan situs ini merupakan bagian dari program prioritas nasional yang berakar kuat pada Asta Cita Presiden dan Wakil Presiden serta amanat konstitusi dalam menjamin hak dasar warga negara.
“Ini adalah bentuk konkret dari pelaksanaan P5 HAM—Penghormatan, Perlindungan, Pemajuan, Penegakan, dan Pemenuhan HAM. Kami ingin agar situs ini menjadi simbol komitmen negara dalam merawat ingatan dan menyejukkan luka masa lalu,” ungkap Ibnu.
Sementara itu, Idrus, Staf Khusus Menteri HAM, menekankan dimensi rekonsiliasi dari pembangunan memorial ini. Ia menyampaikan bahwa Memorial Living Park tidak sekadar menjadi monumen diam, tetapi ruang hidup yang memberi tempat bagi cerita-cerita perdamaian tumbuh kembali.
Karenanya, pada 15 Juni mendatang, situs ini akan secara resmi diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Pidie untuk pengelolaan dan pemeliharaan jangka panjang.
Pemerintah Aceh pun merespons inisiatif ini dengan dukungan penuh. Plt. Sekda Aceh, M. Nasir, menegaskan bahwa perdamaian pasca-konflik yang telah terjaga sejak 15 Agustus 2005 adalah warisan berharga yang harus terus dirawat, bukan hanya lewat kebijakan, tapi juga melalui penguatan memori kolektif.
“Kita masih hidup bersama para penyintas dan pelaku sejarah. Karena itu, penting bagi kita untuk memastikan ingatan atas masa lalu tidak kabur, agar perdamaian tak hanya menjadi cerita masa lalu, tetapi bagian dari masa depan Aceh,” katanya.
Ia menambahkan bahwa peresmian situs memorial ini bukan sekadar seremonial, melainkan momentum penting untuk menegaskan kembali komitmen negara dalam menyelesaikan pelanggaran HAM berat di masa lalu secara bermartabat dan berkeadilan.
“Aceh bisa menjadi role model nasional dalam upaya ini,” ujarnya.
Dalam pertemuan tersebut, juga dibahas rencana penguatan kapasitas pemahaman HAM bagi seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) di Aceh yang jumlahnya lebih dari 47 ribu orang.
Kepala Kanwil Kemenkumham Aceh, Bukhari, mengungkapkan bahwa Menteri HAM akan meluncurkan program khusus terkait hal ini, dan rapat lanjutan akan digelar secara daring bersama Pemerintah Aceh.
Pertemuan itu ditutup dengan semangat yang sama: bahwa perdamaian harus dirawat, dan ingatan kolektif tak boleh dilupakan. Sebab dari ingatan itulah, jalan ke masa depan yang lebih manusiawi bisa dibangun bersama.***