Skip to main content
728

Tradisi Peringatan Malam 1 Suro di Solo dan Yogyakarta, Berikut Jadwal Kirabnya - Halaman all - Tribunnews

 

Tradisi Peringatan Malam 1 Suro di Solo dan Yogyakarta, Berikut Jadwal Kirabnya - Halaman all - TribunNews

TRIBUNNEWS.COM - Malam 1 Suro adalah waktu yang sakral bagi beberapa masyarakat Jawa.

Pasalnya dalam kalender penanggalan Jawa, bulan Suro ini merupakan momen yang penting dan istimewa.

Mengutip dari ambarrukmo.com, biasanya masyarakat Jawa terutama Solo da Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) akan melaksanakan tradisi khusus.

Salah satu tradisinya adalah mengadakan kirab.

Kirab merupakan prosesi arak-arakan atau pawai yang dilakukan bersama-sama.

Tanggal 1 Suro bertepatan dengan tanggal 1 Muharram, dan menurut kalender dari kemenag.go.id, tanggal 1 Suro jatuh pada 27 Juni 2025.

Maka malam 1 suro jatuh pada Kamis (26/6/2025).

Tradisi kirab biasanya dilaksanakan oleh pihak Keraton Kasunanan Solo, Pura Mangkunegaran, hingga Keraton Yogyakarta.

Baca juga: Rute dan Jadwal Kirab Malam 1 Suro Solo 2025, Digelar Kamis Malam

Jadwal Kirab

  1. Pura Mangkunegaran (Solo)

    Kamis, 26 Juni 2025 Pukul 19.00 WIB

  2. Keraton Kasunanan (Solo)

    Kamis, 26 Juni 2025 Pukul 23.59 WIB

  3. Keraton Yogyakarta (DIY)

    Kamis, 26 Juni 2025 Pukul 23.00 WIB

Baca juga: Mengenal Malam Selikuran Keraton Kasunanan Surakarta, Tradisi Sambut Lailatul Qodar Malam 21 Ramadan

Perbedaan Tradisi Malam 1 Suro di Solo dan Yogyakarta

SOLO

  • Jamasan Pusaka

Jamasan Pusaka dilakukan oleh Keraton Surakarta dan Pura Mangkunegaran pada bulan Suro. Sebagian besar benda pusaka yang ada di dalam kerajaan akan disucikan dengan ritual khusus. Tujuan dari Jamasan Pusaka ini adalah menghormati serta merawat pusaka yang telah ada sejak jaman dulu.

  • Kirab Pusaka Dalem

Kirab Pusaka Dalem dilakukan di Pura Mangkunegaran dimulai dari area Pendapa Agung kemudian memutari tembok Pura Mangkunegaran dan sekitarnya.

YOGYAKARTA

  • Jamasan Pusaka

Jamasan Pusaka (Siraman Pusaka) jadi tradisi malam Suro yang rutin digelar Keraton Yogyakarta untuk mensucikan benda-benda pusaka yang ada seperti kereta, tosan aji (senjata), gamelan, dan lainnya. Upacara Jamasan Pusaka tergolong ke dalam warisan budaya tak benda yang bertujuan untuk menghormati leluhur serta merawat benda bersejarah. 

  • Lampah Budaya Mubeng Beteng

Puncak tradisi malam Satu Suro yaitu Mubeng Beteng. Mubeng Beteng adalah mengitari kawasan beteng Keraton Yogyakarta dengan berlawanan arah jarum jam. Tradisi ini diikuti oleh para abdi dalem serta masyarakat umum untuk berjalan tanpa bicara (Tapa Bisu) serta tidak menggunakan alas kaki. 

  • Tapa Bisu

Tapa Bisu adalah bagian dari acara Mubeng Beteng yang merupakan tradisi malam Satu Suro. Pada prosesi ini biasanya peserta kirab tidak diperbolehkan mengeluarkan suara, bebunyian, serta berbicara sepanjang rute. Ritual Tapa Bisu biasanya diawali dengan lantunan tembang macapat yang terselip doa-doa serta harapan untuk satu tahun ke depan. 

  • Lampah Ratri

Pura Pakualaman Jogja juga memiliki tradisi malam Satu Suro yakni Lampah Ratri yang merupakan kegiatan mengitari Beteng Kadipaten Pakualaman.

Total rute yang dilalui untuk Lampah Ratri adalah 6 kilometer dengan titik awal di Kadipaten Puro Pakualaman, keluar menuju Jalan Gajah Mada, Jalan Sultan Agung, Jalan Harjono, Jalan Purwanggan, dan Jalan Harjowinatan. 

  • Santap Bubur Suran (Bubur Suro)

Setelah menjalankan seluruh prosesi, masyarakat bisa menyantap Bubur Suran di area Keraton Yogyakarta yang memiliki cita rasa gurih cenderung manis.

Bubur Suran dimasak menggunakan beras yang dibumbui santan, garam, serai, dan jahe, kemudian ditambahkan beberapa lauk pauk seperti opor ayam, sambal goreng, serta taburan tujuh jenis kacang.

Baca juga: Kalender Jawa Juli 2025, Bulan Suro-Sapar Lengkap dengan Wetonnya

Sejarah Tradisi Malam 1 Suro

Tradisi malam Satu Suro menjadi sebuah momen sakral yang masih dipercaya masyarakat Jawa, terutama di daerah Yogyakarta dan Surakarta.

Tanggal satu Suro merupakan penanda tahun baru di penanggalan Jawa, yang bertepatan juga dengan tanggal satu Muharram di kalender Hijriyah (tahun baru Islam). 

Pada malam 1 Suro, umumnya akan diselenggarakan tradisi khusus untuk menyambut tahun baru,

Mengutip dari ambarrukmo.com, awal mula tradisi Satu Suro ini terjadi pada masa pemerintahan Kerajaan Mataram Islam.

Suro dalam penanggalan Jawa dapat diartikan dengan bulan yang suci serta menyimpan energi spiritual yang tinggi. 

Seluruh masyarakat Jawa yang masih mempercayai tradisi Kejawen pada malam 1 suro yang diharapkan untuk melakukan introspeksi diri serta memanjatkan doa untuk satu tahun berikutnya.

Penanggalan ini, berdasarkan sejarahnya, disusun oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma merupakan raja ketiga (1613–1645) dari Kerajaan Mataram Islam.

Ia menciptakan penanggalan Jawa yang juga terdapat unsur kalender Islam di dalamnya.

Proses penyatuan kalender Jawa dan Islam ini terjadi pada Jumat Legi, Jumadil Akhir tahun 1555 Saka atau 8 Juli 1633 Masehi.

Pada saat proses penyusunan kalender Jawa atau populer juga dengan sebutan kalender Sultan Agungan, beliau ingin membuat satu waktu dimana seluruh rakyat dari berbagai kalangan untuk mensucikan diri dari segala hal buruk dan introspeksi atas berbagai hal yang terjadi sebelumnya. 

Kemudian, pada bulan Suro inilah beliau meminta rakyatnya untuk mengolah tata batin mereka dari hal duniawi. 

Tradisi Suro masih terus dilestarikan oleh masyarakat Jawa terutama di Jogja serta Solo hingga saat ini.

(Tribunnews.com/Oktavia WW)

Posting Komentar

0 Komentar

728