WALHI Desak Pemerintah Lakukan Investigasi soal Sosok yang Minta dan Terbitkan IUP di Raja Ampat - Halaman all - Tribunnews

TRIBUNNEWS.COM - Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Zenzi Suhadi mendesak pemerintah untuk melakukan investigasi tentang terbitnya izin usaha pertambangan (IUP) sehingga perusahaan bisa melakukan penambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Mulanya Zenzi menuturkan perusahaan yang menambang di Raja Ampat setidaknya telah melanggar dua aturan perundang-undangan, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).
"Ini sebenarnya dua regulasi yang dilanggar oleh penerbitan izin dan penerbitan aktivitas izin ini. Pertama, UU pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil. Yang kedua, tentang Undang-Undang Lingkungan Hidup," katanya dikutip dari program Sapa Indonesia Malam di YouTube Kompas TV, Sabtu (7/6/2025).
Lalu, Zenzi mempertanyakan juga soal terbitnya dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) sehingga perusahaan bisa menambang di Raja Ampat.
Pasalnya, sambung Zenzi, jika kawasan pertambangan tidak mungkin dilakukan pemulihan lingkungan lewat aktivitas tambang, dokumen AMDAL seharusnya tak bisa diterbitkan.
Dia mengungkapkan kawasan Raja Ampat tidak mungkin bisa dipulihkan lewat keuntungan pertambangan yang dilakukan.
Hal tersebut lantaran area yang dikeruk tersebut adalah gugusan pulau kecil.
"Seharusnya dalam sidang AMDAL-nya ketika dihitung bahwasanya keuntungan dari suatu usaha tidak akan bisa memulihkan lingkungan, maka izinnya tidak layak diterbitkan."
"Ini tidak akan ada yang bisa memulihkan Raja Ampat, beda dengan terresterial yang luas, hutannya bisa dipulihkan. Lah ini, gugusan pulau kecil ini siapa yang bisa dibangun lagi," kata Zenzi.
Baca juga: Setelah Dikepung Demonstran dan Kabur, Bahlil Naik Helikopter Tinjau Tambang Nikel Raja Ampat
Zenzi pun mendorong Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia untuk menghentikan dan mencabut seluruh IUP yang terbit untuk penambangan di Raja Ampat.
Setelah itu, perlu dilakukan pemulihan akibat rusaknya lingkungan dari aktivitas pertambangan yang terjadi.
Selanjutnya, Zenzi turut mendesak agar pemerintah menyelidiki sosok atau pihak yang bisa meminta dan menerbitkan IUP kepada perusahaan sehingga bisa melakukan aktivitas pertambangan di Raja Ampat.
"Harus diinvestigasi, siapa yang mengurus perizinan ini dan menerbitkan izinnya. Ini sebenarnya nggak boleh diberikan izin di sini," tuturnya.
Tentang investigasi tersebut, Zenzi mempertanyakan apakah terbitnya IUP berasal dari pemerintah daerah atau akibat adanya sentralisasi perizinan yang seluruhnya dilimpahkan pemerintah pusat.
"Yang mana tahun 2020 seluruh izin pertambangan itu diambil alih oleh Kementerian ESDM. Saya belum cek izin ini diproses oleh pemerintah daerah atau Kementerian ESDM," katanya.
"Kalau (IUP) dari Kementerian ESDM, ya nggak perlu kajian lagi dan kebijakannya bukan pemberhentian sementara tetapi pemberhentian permanen," sambung Zenzi.
Greenpeace Sebut 4 Izin Tambang di Raja Ampat dalam Geopark yang Diakui UNESCO
Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik, mengungkapkan empat dari lima IUP yang dikeluarkan oleh Kementerian ESDM di Raja Ampat, Papua Barat Daya, berlokasi di dalam geopark.
Bahkan, Iqbal mengatakan geopark tersebut sudah diakui oleh organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), UNESCO, sebagai warisan dunia.
Dengan fakta tersebut, Iqbal mempertanyakan pernyataan Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, yang masih memutuskan untuk menghentikan sementara alih-alih menghentikan secara total aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat.
"Empat dari lima izin yang ada di sana itu ada di alam geopark yang sudah diterbitkan UNESCO sebagai warisan dunia. Argumentasi apa lagi yang ditunggu pemerintah dan DPR untuk ditinjau ulang," katanya, dikutip dari program Kompas Petang di YouTube Kompas TV, Sabtu (7/6/2025).
Iqbal juga mempertanyakan langkah Bahlil tersebut karena aktivitas pertambangan nikel seperti yang dilakukan oleh anak perusahaan PT Aneka Tambang (Antam) Tbk, PT Gag Nikel sudah jelas melanggar UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Baca juga: Susunan Petinggi PT Gag Nikel yang Aktivitas Pertambangannya di Raja Ampat Disorot, Ada Ketua PBNU
Lalu, UU tersebut pun dipertegas lewat Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-XXI terkait pelarangan aktivitas tambang di wilayah pesisir dan pulau kecil serta Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP) Nomor 50.
Sebagai informasi, berdasarkan siaran pers dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), PT Gag Nikel melakukan aktivitas pertambangan nikel di Pulau Gag dan dinyatakan telah melanggar UU Nomor 1 Tahun 2014.
"Ini kan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Pasal 35 ayat k menjelaskan secara pasti bahwa kegiatan pertambangan mineral dan batu bara dilarang di pulau-pulau kecil. Kepmen KKP Nomor 50 juga melarang, apa yang mau ditunggu gitu lho," katanya.
Iqbal mengungkapkan sebenarnya warga Raja Ampat sudah menyuarakan terkait aktivitas pertambangan nikel tersebut sejak tahun 2022 lalu.
Bahkan, sambungnya, warga setempat juga telah berdemonstrasi selama bertahun-tahun.
"Bahkan, di PT Gag Nikel ini sudah diangkat sejak tahun 2022 kejahatan lingkungan atau kerusakan lingkungan yang terjadi di sana," katanya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar