Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Dunia Internasional Featured Kamboja Malaysia Thailand

    4 Poin Penting Perjanjian Gencatan Senjata Thailand dan Kamboja, Malaysia Kirim Pengamat - Tribunnews

    7 min read

     Dunia Internasional, 

    4 Poin Penting Perjanjian Gencatan Senjata Thailand dan Kamboja, Malaysia Kirim Pengamat - Tribunnews.com

    Editor: Febri Prasetyo
    4 Poin Penting Perjanjian Gencatan Senjata Thailand dan Kamboja, Malaysia Kirim Pengamat
    Tangkap Layar Youtube CNA
    THAILAND KAMBOJA DAMAI - Perdana Menteri sementara Thailand, Phumtham Wechayachai (kanan) dan Perdana Menteri Kamboja,Hun Manet (kiri) sepakat menerapkan gencatan senjata dalam perundingan yang dimediasi Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim (tengah) pada Senin (28/7/2025). Inilah empat poin penting dalam perjanjian gencatan senjata antara Thailand dengan Kamboja. 

    TRIBUNNEWS.COM - Setelah lima hari bertempur sengit, Thailand dan Kamboja resmi mengadakan gencatan senjata, Selasa (29/7/2025) dini hari.

    Perjanjian gencatan senjata antara Thailan dengan Kamboja ini ditengahi oleh Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim.

    Thailand dan Kamboja sudah saling merebutkan wilayah perbatasan di Prasat Ta Moan Thom selama beberapa dekade.

    Keduanya saling menuduh memulai permusuhan pada minggu lalu hingga akhirnya meningkatkan konflik dengan pemboman artileri berat.

    Pertempuran antara Thailand dan Kamboja resmi pecah pada 24 Juli 2025, menyusul ketegangan yang meningkat sejak bulan Mei lalu.

    Kini keduanya sudah sepakat melakukan gencatan senjata "tanpa syarat".

    Dikutip dari The Nation, ada empat poin penting dalam kesepakatan gencatan senjata antara Thailand dan Kamboja.

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri Thailand, Nikorndej Balankura menguraikan empat hasil penting dari perjanjian tersebut.

    • Keselamatan dan Keamanan: Gencatan senjata membawa keselamatan langsung bagi nyawa dan harta benda di wilayah perbatasan.
    • Kembali ke Kerangka Kerja Bilateral: Diskusi besok pagi menandai dimulainya perundingan bilateral - "posisi yang secara konsisten diserukan Thailand," dengan pertemuan Komite Perbatasan Umum (GBC) pada tanggal 4 Agustus dan diskusi Komite Perbatasan Bersama yang direncanakan pada bulan September.
    • Mekanisme Pengamat: Kehadiran pengamat akan membantu memverifikasi dan mengonfirmasi kepatuhan terhadap perjanjian gencatan senjata, menjawab seruan lama Thailand untuk melihat komitmen tulus dari pihak Kamboja.
    • Bantuan Sipil: Warga yang terpaksa tinggal di tempat penampungan sementara akan dapat kembali ke rumah dan melanjutkan kehidupan normal.

    Juru bicara tersebut menekankan bahwa diskusi hari Senin adalah "semata-mata negosiasi gencatan senjata, tanpa pembahasan demarkasi perbatasan apa pun, sehingga tidak menghasilkan keuntungan atau kerugian teritorial bagi Thailand".

    Gencatan senjata memungkinkan penduduk perbatasan untuk kembali ke kehidupan normal tanpa ancaman pertempuran, mengurangi risiko serangan atau cedera selama perjalanan, sekaligus menjamin keselamatan warga negara Thailand di Kamboja.

    "Ke depannya, kami ingin melihat ketulusan dari pihak Kamboja, termasuk mengakhiri serangan terhadap warga sipil. Gencatan senjata harus didasarkan pada hukum internasional, termasuk hukum humaniter internasional," ujar Nikorndej.

    Ia menguraikan persyaratan khusus termasuk pembatasan semua jenis senjata, penghentian penempatan bom, tidak ada pasukan tambahan di daerah tersebut, dan diakhirinya provokasi yang mengancam, dengan lembaga lokal memantau untuk memastikan penerapan praktis demi kembalinya keadaan normal.

    Sementara itu, juru bicara pemerintah Thailand Jirayu Huangsap mengatakan pemerintah Malaysia selaku Ketua ASEAN telah membentuk tim pengamat untuk memantau pelaksanaan perjanjian gencatan senjata.

    Jirayu, yang juga menjabat sebagai anggota Pusat Operasi Khusus untuk Manajemen Situasi Perbatasan Thailand-Kamboja (SOC-TCBSM), membuat pengumuman tersebut setelah pertemuan trilateral yang diselenggarakan di Seri Perdana, kediaman resmi Perdana Menteri Malaysia di Putrajaya.

    Jirayu melaporkan bahwa Anwar menyatakan kepuasannya dengan nada tulus dalam dialog tersebut dan memuji kedua belah pihak atas kesediaan mereka untuk segera melakukan gencatan senjata. 

    Partisipasi dan kerja sama yang kuat dari semua pihak mencerminkan komitmen bersama terhadap perdamaian, diplomasi, dan stabilitas regional.

    Ucapkan Terima Kasih ke AS dan China

    Mengutip Bangkok Post, kesepakatan damai itu akan mempertemukan para komandan militer dari kedua bela pihak pada Selasa pagi.

    Pernyataan bersama dari kedua negara, serta Malaysia yang menjadi tuan rumah perundingan damai, mengatakan gencatan senjata merupakan "langkah awal yang penting menuju de-eskalasi dan pemulihan perdamaian dan keamanan".

    Kedua belah pihak tengah mendekati Presiden AS, Donald Trump untuk membuat kesepakatan perdagangan guna menghindari ancaman tarif yang sangat tinggi.

    Kementerian Luar Negeri AS mengatakan para pejabatnya telah "turun ke lapangan" untuk menggembalakan perundingan damai.

    Pernyataan bersama tersebut mengatakan China juga memiliki "partisipasi aktif" dalam pembicaraan tersebut, yang diselenggarakan oleh Perdana Menteri Malaysia dan ketua blok ASEAN Anwar Ibrahim di ibu kota administratif negaranya, Putrajaya.

    Perdana Menteri Kamboja Hun Manet mengucapkan terima kasih kepada Trump atas dukungannya yang "tegas".

    Sementara Penjabat Perdana Menteri Thailand Phumtham Wechayachai, mengatakan hal itu harus "dilaksanakan dengan itikad baik oleh kedua belah pihak".

    Dalam panggilan terpisah dengan Phumtham dan Hun Manet pada hari Sabtu, Trump telah mengancam bahwa Washington tidak akan mencapai kesepakatan perdagangan dengan salah satu negara selama pertempuran berlanjut.

    "Kami tidak akan membuat kesepakatan dagang kecuali Anda menyelesaikan perang," kata Trump, dikutip dari Al Jazeera.

    Trump menambahkan bahwa kedua pemimpin menyatakan kesediaan untuk bernegosiasi setelah berbicara langsung dengannya.

    Baik Thailand maupun Kamboja menghadapi prospek tarif AS sebesar 36 persen mulai 1 Agustus.

    (Tribunnews.com/Whiesa)

    Komentar
    Additional JS