AS Larang Indonesia Beli Jet Tempur Siluman F-35 AS, Ini Alasannya | Sindonews
Dunia Internasional,
AS Larang Indonesia Beli Jet Tempur Siluman F-35 AS, Ini Alasannya | Halaman Lengkap

Indonesia termasuk di antara negara yang dilarang AS membeli jet tempur siluman F-35 Lightning II. Foto/Kementerian Pertahanan Belanda
- Ada sederet negara yang tidak diperbolehkan Amerika Serikat (AS) untuk membeli
jet tempur siluman F-35 Lightning II.Salah satu negara tersebut adalah Indonesia dengan alasan masalah keamanan.
Banyak pengamat selama ini mengira Amerika selalu ingin menjual jet tempur F-35 ke sebanyak mungkin negara untuk menghasilkan keuntungan terbesar. Namun, anggapan itu tidak benar.
Penjualan jet tempur sangat rumit dan terikat dengan geopolitik dan politik dalam negeri. Faktanya, AS sering membatasi ekspor pesawat tempur tercanggihnya, sebagian atau bahkan seluruhnya, kepada pelanggan internasional.
Baca Juga: Usai Norwegia, Belanda Juga Akan Kerahkan Jet Tempur Siluman F-35 Lindungi Bantuan Ukraina
Hampir setiap negara sekutu AS yang memiliki persyaratan dan pendanaan yang tersedia untuk pesawat tempur kelas atas telah memesannya. Meskipun ada klaim daring tentang biaya tinggi F-35 dan kemampuan tempurnya yang rendah, hampir setiap negara yang telah diberi akses untuk melihat kemampuan rahasianya telah memesannya.
Pengecualian utamanya adalah Prancis dan Swedia, yang berfokus pada program jet tempur domestik mereka sendiri.
Daftar Negara yang Dilarang Beli Jet Tempur Siluman F-35 AS
Mengutip laporan
Simple Flying, Senin (14/7/2025), berikut hal-hal yang perlu diketahui tentang negara-negara yang ditolak Amerika Serikat untuk membeli jet tempur F-35 dan alasannya.
1. Uni Emirat Arab
♦Alasan: Menggunakan teknologi China, termasuk Huawei 5G, dan Demi menjaga keunggulan militer Israel.2. Qatar
♦Alasan: Demi menjaga keunggulan militer Israel.3. Turki
♦Alasan: Membeli sistem pertahanan rudal S-400 Rusia, dan demi menjaga keunggulan militer Israel.4. Mesir
♦Alasan: Demi menjaga keunggulan militer Israel.5. Arab Saudi
♦Alasan: Demi menjaga keunggulan militer Israel.6. Thailand
♦Alasan: Persepsi hubungan dekat dengan China.
7. Taiwan
♦Alasan: Ketakutan terhadap mata-mata China, dan khawatir memprovokasi China.8. Indonesia
♦Alasan: Keraguan atas kemampuan finansial dan masalah keamanan.Analisis Amerika Selektif dalam Menjual F-35
Tidak seperti F-22 Raptor, F-35 Lightning II dikembangkan sebagai bagian dari koalisi luas negara-negara peserta. F-35 dikembangkan untuk menjadi pesawat tempur generasi ke-5 Angkatan Udara Amerika Serikat, Korps Marinir, Angkatan Laut, dan sekutu-sekutu utamanya.
Sekadar diketahui, kontraktor pertahanan Inggris, BAE Systems, adalah salah satu dari tiga kontraktor utama dalam program F-35, dan Inggris berkontribusi sekitar 15% untuk setiap F-35 yang diproduksi. Namun, AS tetap selektif dalam menentukan kepada siapa mereka akan menjual jet tersebut.
Dua alasan utama AS membatasi ekspor F-35 adalah untuk melindungi teknologi sensitifnya dan untuk melindungi keunggulan militer kualitatif Israel.
AS telah melarang penjualan F-35 ke negara-negara seperti Thailand, Uni Emirat Arab, Turki, dan Taiwan, sebagian karena kekhawatiran bahwa sistem buatan Rusia dan China seperti SAM S-400 Rusia dan jaringan 5G Huawei buatan China dapat membahayakan jet tersebut. Selain itu, AS khawatir akan keberadaan mata-mata dan simpatisan China di negara-negara seperti Taiwan dan Thailand.
Selain jaringan 5G Huawei di negara-negara seperti Uni Emirat Arab, penjualan dibatasi ke negara-negara Timur Tengah karena Undang-Undang Kemitraan Strategis AS-Israel tahun 2014. Undang-undang tersebut menetapkan bahwa Amerika Serikat harus mempertahankan keunggulan kualitatif militer Israel dan mempertimbangkan ekspor militer ke negara-negara Timur Tengah dengan pertimbangan tersebut.
Contoh paling menonjol dari penolakan AS untuk menjual F-35 adalah kepada sekutu NATO-nya, Turki. Negara tersebut merupakan salah satu mitra dalam pengembangan F-35 dan berkontribusi secara finansial untuk program tersebut. Turki juga memproduksi sejumlah kecil komponen yang menguntungkan untuk pesawat tempur tersebut. Sebelumnya, Turki memiliki program pembelian 100 unit F-35A, yang akan menjadikannya salah satu pelanggan ekspor terbesar.
Turki membayar USD1,4 miliar untuk F-35 pertama. Unit-unit pertama telah dibangun, dan pilot-pilot Turki terbang ke Amerika Serikat untuk pelatihan. Namun, setelah peringatan berulang kali dari Amerika Serikat, Turki nekat membeli SAM S-400 Rusia. AS khawatir sistem ini dapat mengumpulkan informasi intelijen yang membahayakan tentang pesawat tempur siluman tersebut dan menyampaikan informasi tersebut ke Rusia. Sebagai tanggapan, pada tahun 2019, AS mengeluarkan Turki dari program F-35 sebelum unit pertama F-35 yang dipesan diserahkan.
Sejak itu, Turki telah bernegosiasi untuk kembali ke program tersebut dan berupaya mencapai kompromi dengan AS terkait S-400-nya. Hingga Juli 2025, belum ada solusi yang tercapai, meskipun Turki masih ingin membeli 40 unit F-35A. Turki saat ini sedang membeli varian terbaru F-16 Block 70 Fighting Falcon, sedang bernegosiasi untuk membeli 40 Eurofighter Typhoon, dan sedang mengembangkan pesawat tempur siluman sendiri yang disebut TAI Kaan.
Angkatan Udara AS memiliki lebih dari 400 unit dan mungkin mendekati 500 unit F-35 dalam inventaris, sementara produsen Lockheed Marin telah mengirimkan lebih dari 1.000 unit F-35 secara total.
Uni Emirat Arab, Qatar, Arab Saudi, dan Mesir semuanya telah menyatakan keinginan untuk membeli F-35. Selama Pemerintahan Trump yang pertama, perjanjian sementara dibuat untuk menjual 50 unit F-35A ke Uni Emirat Arab dan 20 unit F-35A ke Mesir. Kesepakatan tersebut pada akhirnya gagal.
Hal itu disebabkan oleh kekhawatiran tentang jaringan 5G Huawei China di negara-negara tersebut dan kekhawatiran bahwa jaringan tersebut akan melemahkan keunggulan kualitatif militer Israel. Mesir dan Uni Emirat Arab sejak itu telah mempertimbangkan untuk membeli jet tempur China. Mesir kemungkinan telah memesan J-10C China.
Permintaan Arab Saudi dan Qatar juga telah ditolak. Pada Maret 2025, Arab Saudi mengumumkan akan melakukan pembelian militer AS senilai sekitar USD142 miliar, tetapi tampaknya ini tidak termasuk F-35. Secara terpisah, laporan menunjukkan bahwa Maroko mungkin akan segera mengumumkan kesepakatan untuk membeli F-35. Maroko terletak sangat jauh dari Israel dan telah menjalin hubungan baik dengan Amerika Serikat sejak menjadi negara pertama yang mengakui kemerdekaan AS pada tahun 1777.
Di Asia-Pasifik, AS telah menjual F-35 kepada sekutu terdekat dan tepercayanya, Jepang, Australia, dan Korea Selatan. Thailand adalah sekutu utama Amerika Serikat di luar NATO, tetapi AS telah menolak permintaan untuk membeli jet tersebut.
Meskipun Amerika Serikat telah lama menjalin hubungan dekat dengan Thailand, Reuters melaporkan sebagian alasannya adalah "kekhawatiran akan pendekatan pemerintah [Thailand] yang didukung militer terhadap China, negara saingannya."
Pada tahun 2024, Business Insider melaporkan bahwa Taiwan ingin membeli F-35 dari Amerika Serikat. Taiwan telah lama menginginkan pesawat ini. AS sebelumnya telah menolak permintaan Taiwan karena khawatir akan menimbulkan permusuhan dengan China dan kekhawatiran akan keberadaan mata-mata China di pulau itu. Sebagai gantinya, AS memasok F-16 Fighting Falcon yang telah dimodernisasi. Taiwan News melaporkan bahwa pada tahun 2025, kemungkinan terdapat lebih dari 5.000 mata-mata China di Taiwan.
Di bawah tekanan Amerika Serikat, Indonesia membatalkan rencananya untuk membeli jet tempur Su-35 Rusia. Kemudian, Indonesia berusaha untuk membeli F-35. Pada tahun 2020, Defense World melaporkan bahwa AS menolak permintaan ini, dengan alasan daftar tunggu yang panjang dan biaya yang mahal. Tampaknya AS mungkin lebih khawatir tentang hubungan Indonesia dengan China. Indonesia juga memiliki jaringan 5G Huawei dan jet tempur Rusia yang beroperasi.
(mas)