Bahkan F-22 dan Bomber B-21 Raider Pun Tak Bisa Melarikan Diri, Rudal Hipersonik China Ini Paling Ditakuti AS - Zona Jakarta
Dunia Internasional,
Bahkan F-22 dan Bomber B-21 Raider Pun Tak Bisa Melarikan Diri, Rudal Hipersonik China Ini Paling Ditakuti AS - Zona Jakarta
ZONAJAKARTA.COM - China semakin membuat Amerika Serikat (AS) tertinggal dalam teknologi pertahanan.
China baru saja mengumumkan telah menghasilkan rudal dari udara-ke-udara berkecepatan hipersonik atau di atas lima kali kecepatan suara.
Jangkauannya pun mencapai 1000 kilometer, atau lima kali jangkauan rudal yang sama, Meteor, buatan MBDA (konsorsium AS, Prancis, Italia, Inggris, Jerman, dan Spanyol).
Dengan kecepatan dan jangkauan sepanjang itu, jet tempur tercanggih AS, yakni F-22 Raptor dan bomber B-21 Rider pun tak bisa menghindar dari rudal China tersebut.
Produksi dan operasional Air-to-air Missile (AAM) atau rudal dari udara-ke-udara memang diawali oleh AS.
Namun, kini China mengklaim telah berhasil membuat AAM tercepat dan terjauh, serta tercanggih di dunia.
Sejauh ini, kemampuan jangkauan AAM paling panjang adalah AIM-174B milik AS dan r-37M milik Rusia yang hanya mampu menjangkau target dalam jarak 400 kilometer.
Meteor yang sebelumnya dianggap AAM terbaik produksi MBDA hanya mampu menjangkau 200 kilometer.
Awal tahun ini, para ilmuwan China mengumumkan uji coba terakhir rudal hipersonik baru, dengan jangkauan 800-1000 km.
Rudal dari udara-ke-udara dengan jangkauan sepanjang itu sebelumnya tak pernah ada.
Menurut laporan media China, pengujian ketahanan panas telah dilakukan di dalam terowongan misi Mars yang ekstrem, menguji ketahanannya terhadap gesekan tinggi dan suhu ekstrem.
Selain jangkauan yang belum pernah terjadi sebelumnya, kecepatan rudal merupakan faktor lain yang mengkhawatirkan AS, karena dapat melaju dengan kecepatan hipersonik.
“Dalam latihan simulasi pertempuran udara yang dilakukan pada tahun 2023, para ilmuwan dari Universitas Politeknik Northwestern (China) mempersenjatai pesawat tempur generasi keenam China dengan rudal jarak sangat jauh," tulis South China Morning Post (SCMP).
"Rudal ini mampu mencapai tepi atmosfer dan mendarat di pesawat dengan kecepatan hiper,” tambah SCMP.

Laporan yang kembali disitir eurasiantimes.com, 20 Juli 2025 itu memperingatkan bahwa tidak ada pesawat AS yang dapat menghindari serangan rudal hipersonik China tersebut.
"Di militer AS, baik B-21 maupun platform udara besar yang banyak digunakan seperti pesawat peringatan dan pesawat tanker tidak dapat mencapai kecepatan suara. Bahkan F-22 hanya dapat berakselerasi hingga sekitar Mach 2, sehingga menyulitkan untuk menghindari rudal (China) itu," demikian laporan SCMP.
Mengomentari rudal baru China tersebut, analis pertahanan ternama Patricia Marins mengatakan, rudal China itu akan menjadi pengubah permainan.
"Bukan hanya karena jangkauannya yang dua kali lipat jangkauan rudal KS-172/K-100/R-37M Rusia yang memiliki jangkauan hanya 200-400 km, tetapi jangkauan rudal China itu empat hingga lima kali lebih besar daripada rudal Barat," kata Patricia Marins.
Marins menambahkan, karena sebagian besar radar pesawat tempur memiliki jangkauan deteksi kurang dari 400 km, kemungkinan akuisisi target rudal-rudal ini akan dilakukan oleh drone siluman dan drone ketinggian tinggi China.
Drone-drone China itu mampu melakukan pengintaian dan pengawasan berkelanjutan di area seluas ratusan ribu kilometer persegi sekaligus, juga melakukan pencarian di area yang luas untuk unit-unit tingkat teater.
Memang, rudal AAM China tersebut masih dalam tahap uji coba.
Beberapa pihak mungkin menilai China melebih-lebihkan kemampuan platform mereka yang masih dalam tahap pengembangan.
Namun, jika klaim China benar, rudal ini dapat memberi Beijing keunggulan kapabilitas yang signifikan yang menempatkan Rusia dan Amerika dalam posisi yang sulit.
Pengembangan AAM dimulai oleh AS tak lama setelah Perang Dunia II di Naval Ordnance Test Station (NOTS) di Inyokern, California (sekarang disebut Naval Air Weapons Station).
AAM pertama mulai beroperasi pada paruh kedua tahun 1950-an.
Pada tahun 1956, AS menjadi negara pertama yang mengadopsi AAM, AIM-9 (Air Interceptor Missile), ke dalam Angkatan Udaranya.
AAM ini menggunakan sistem homing inframerah (IR), di mana kepala pencari rudal mendeteksi dan mengikuti jejak panas dari knalpot mesin pesawat.
Versi awal AIM-9B menggunakan detektor timbal sulfida (PbS), yang sensitif terhadap jejak panas.


Rudal ini beroperasi dalam mode tembak-dan-lupa, yang membebaskan pesawat peluncur, sehingga memberikan fleksibilitas operasional.
Meskipun revolusioner pada masanya, AIM-9B masih memiliki keterbatasan yang signifikan.
Karena mendeteksi dan mengikuti jejak panas dari knalpot mesin pesawat, rudal ini hanya dapat mengunci target dari bagian belakang (ekor), tempat jejak panas pesawat paling menonjol.
Rudal ini tidak bekerja dengan baik dalam kondisi lembap atau hujan, serta jangkauan operasionalnya hanya 2 hingga 4,8 km.
Uni Soviet kemudian segera menyusul dengan K-5, yang mulai beroperasi pada tahun 1957.
Rudal dari udara-ke-udara ini menggunakan sistem pemandu radar yang masih sederhana.
Rudal ini tidak memiliki pencari radar internal, mengandalkan radar pesawat untuk menerangi target dan mengikutinya.
Berarti, pesawat yang meluncurkan rudal ini harus menjaga target tetap terkunci bahkan setelah meluncurkan rudal, sehingga rentan terhadap tembakan rudal balasan.
Sebuah insiden penting terjadi pada tahun 1958, menandai penggunaan pertama rudal anti-pesawat (AAM) dalam pertempuran.
Pada tahun 1958, selama Krisis Selat Taiwan Kedua, jet tempur F-86 Sabre Angkatan Udara Taiwan (saat itu Republik China) menembakkan beberapa rudal AIM-9B Sidewinder.
Memang, setidaknya satu MiG China ditembak jatuh, tapi Satu Sidewinder yang menghantam jet China gagal meledak.
Pilot kembali dengan selamat ke pangkalan dengan rudal yang tertancap di badan pesawatnya kemudian diserahkan kepada Rusia.
Rusia kemudian mempelajari rudal AS itu dengan saksama, hingga mampu merilis versi AIM-9 mereka sendiri pada tahun 1961 dengan nama Vympel K-13.
China kemudian juga memiliki kemampuan teknologi rudal dari udara-ke-udara.


Secara bertahap, kehadiran AAM jarak jauh mulai marak dan sebagian besar AAM saat ini berkategori BVR.
Meteor Eropa dan AIM-120D Amerika memiliki jangkauan operasional hampir 200 km.
PL-15E China (varian ekspor) juga memiliki jangkauan operasional 200 km.
Sedangkan, versi domestik PL-15 diklaim memiliki jangkauan hingga 300 km.
Lebih lanjut, R-37M dan KS-172 Rusia, PL-17 China, dan AIM-174B Amerika semuanya memiliki jangkauan sekitar 400 km.
Namun, kini China melangkah lebih maju dan cepat daripada negara lainnya dengan memunculkan rudal dari udara-ke-udara dengan kecepatan hipersonik dan mampu mencapai jangkauan 1000 kilometer.
Perkembangan ini menjadi ancaman besar dan serius bagi AS yang terlibat konflik panas dengan China di Indo-Pasifik.
Jika rudal China tersebut benar seperti pernyataan para ilmuwannya, maka tak ada satu pun pesawat canggih AS yang mampu menghindarinya, termasuk F-22 Raptor dan bomber siluman B-21 Raider. ***