Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Dunia Internasional Featured Gaza Konflik Timur Tengah

    Hamas Kecam Negara-negara Arab Hanya Melongo Lihat Kelaparan Kritis di Gaza - Halaman all - TribunNews

    8 min read

     Dunia Internasional,Konflik Timur Tengah 

    Hamas Kecam Negara-negara Arab Hanya Melongo Lihat Kelaparan Kritis di Gaza - Halaman all - TribunNews



    TRIBUNNEWS.COM - Krisis kemanusiaan di Jalur Gaza telah mencapai titik kritis, dengan kelaparan dan kekurangan gizi merenggut nyawa, terutama anak-anak di tengah konflik Israel dengan militan Palestina, yakni Hamas.

    Kelaparan di Gaza dipicu oleh beberapa faktor yang saling memperburuk, , meliputi blokade dan pembatasan bantuan oleh Israel, serangan militer dan penghancuran infrastruktur termasuk pasar hingga lahan pertanian, pengungsian massal memaksa warga meninggalkan sumber pangannya serta militerisasi bantuan dan kekacauan distribusi.

    Dalam tiga hari terakhir, 21 anak meninggal akibat malnutrisi, menurut direktur Rumah Sakit al-Shifa, Mohammed Abu Salmiya, seperti dilansir Al Jazeera. 

    Situasi ini memicu seruan mendesak dari Hamas, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, dan organisasi kemanusiaan untuk membuka akses bantuan dan mengakhiri konflik yang telah menewaskan lebih dari 59.000 warga Palestina sejak Oktober 2023.

    Rumah sakit di Gaza, termasuk al-Shifa, melaporkan lonjakan kasus malnutrisi.

    “Kita sedang menuju angka kematian yang mengkhawatirkan akibat kelaparan,” ujar Abu Salmiya kepada Al Jazeera.

    Rachael Cummings dari Save The Children, berbicara dari Deir al-Balah kepada Sky News, menggambarkan situasi pangan sebagai “benar-benar memprihatinkan”.

    “Pasar kosong, anak-anak menangis setiap hari karena kelaparan,” katanya.

    Hamas mengecam diamnya negara-negara Arab dan Islam atas “genosida sistematis dan kelaparan kriminal” di Gaza, menurut pernyataan yang dikutip Al Jazeera.

    Mereka mendesak pemutusan hubungan dengan Israel dan pengusiran duta besarnya, menyoroti truk bantuan yang terhambat di Rafah.

    Sekjen PBB Antonio Guterres, seperti dikutip Al Jazeera, menyebut Gaza sebagai “pertunjukan horor dengan tingkat kematian dan kehancuran yang belum pernah terjadi sebelumnya”.

    Baca juga: 25 Negara Barat Desak Perang Gaza Dihentikan, Isyarat Netanyahu Dikucilkan?

    Dalam pidatonya di Dewan Keamanan, ia menyoroti runtuhnya sistem kemanusiaan akibat pembatasan akses, kurangnya keamanan, dan pengungsian paksa.

    Serangan tank di kamp Shati dan Deir al-Balah baru-baru ini menewaskan sedikitnya 15 warga Palestina, termasuk tiga orang di masjid dan rumah, menurut laporan medis yang dikutip Al Jazeera.

    Inggris bersama 24 negara lainnya mengeluarkan pernyataan bersama, dilansir Al Jazeera, yang menyerukan gencatan senjata segera dan pembebasan sandera yang ditahan Hamas sejak serangan 7 Oktober 2023.

    Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy mengumumkan bantuan kemanusiaan £40 juta untuk Gaza, menegaskan bahwa Hamas tidak boleh berperan dalam pemerintahan Gaza.

    Namun, pekerja kemanusiaan seperti Liz Allcock dari Bantuan Medis untuk Palestina (MAP) mengatakan kepada Sky News bahwa pernyataan saja tidak cukup.

    “Keadaan justru semakin memburuk. Tanpa gencatan senjata permanen dan pencabutan pengepungan, respons kemanusiaan akan runtuh,” ujarnya, sebagaimana dikutip Al Jazeera.

    Pernyataan 25 negara menyoroti model penyaluran bantuan Israel yang “berbahaya” dan “merampas martabat warga Gaza”.

    Al Jazeera melaporkan bahwa ratusan warga tewas dalam beberapa minggu terakhir saat berusaha mendapatkan makanan dari konvoi bantuan. Militer Israel menyalahkan Hamas atas kekacauan, sementara Hamas menuding Israel sengaja menerapkan kebijakan kelaparan.

    Perang di Gaza, yang dipicu serangan Hamas pada Oktober 2023 yang menewaskan 1.200 orang dan menyandera 250 orang, telah menewaskan lebih dari 59.000 warga Palestina, sebagian besar wanita dan anak-anak, menurut kementerian kesehatan Gaza.

    Tekan Netanyahu

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menghadapi tekanan internasional yang belum pernah terjadi sebelumnya, setelah 25 negara Barat secara terbuka menyerukan penghentian perang di Gaza.

    Dalam pernyataan bersama, para pemimpin dunia menyebut penderitaan rakyat Palestina telah “mencapai titik terendah baru”, dan menyatakan bahwa “perang ini harus diakhiri sekarang.”

    Baca juga: WHO: Kediaman Staf Kami di Gaza Diserang Israel Tiga Kali, 1 Orang Masih Ditahan

    Pernyataan tersebut datang dari gabungan negara-negara Uni Eropa, termasuk Prancis, Jerman, Belanda, Irlandia, hingga negara-negara Amerika Latin serta beberapa sekutu tradisional Israel yang selama ini cenderung bersikap hati-hati.

    “Skala kehancuran dan penderitaan warga sipil di Gaza tidak dapat lagi dibenarkan. Dunia tidak bisa tinggal diam,” bunyi salah satu bagian dalam dokumen yang dirilis oleh Kementerian Luar Negeri Irlandia, dilansir dari The Times of Israel.

    Seruan ini menambah daftar panjang negara-negara yang mulai menarik dukungan moral dan politik terhadap Israel dalam operasi militer di Jalur Gaza yang telah berlangsung lebih dari sembilan bulan.

    Meski Israel bersikeras bahwa operasi Gaza merupakan upaya “menghancurkan Hamas”, berbagai laporan menunjukkan bahwa korban terbesar justru adalah warga sipil terutama perempuan dan anak-anak.

    Menurut data terbaru dari PBB, lebih dari 38.000 warga Palestina telah tewas sejak Oktober 2023.

    Alasan tersebut yang membuat publik murka, hingga dalam beberapa minggu terakhir, Netanyahu dikabarkan tidak diundang ke sejumlah forum internasional penting.

    Sejumlah pejabat tinggi Uni Eropa bahkan menyebut kepemimpinannya “menghambat proses perdamaian.”.

    Beberapa negara seperti Spanyol dan Norwegia secara resmi mengakui negara Palestina dan mengurangi kerja sama bilateral dengan Israel.

    Salah satu sorotan utama dari kecaman ini adalah dugaan pelanggaran hukum internasional oleh militer Israel.

    Serangan udara yang menyasar kawasan padat penduduk, termasuk rumah sakit dan fasilitas pengungsi, menjadi titik kritik paling tajam.

    Banyak negara menyebut tindakan itu sebagai “penghinaan terhadap prinsip-prinsip kemanusiaan.”

    Selain aspek militer, kritik tajam juga dialamatkan terhadap pendekatan diplomatik Netanyahu yang dinilai “tidak kooperatif” dengan badan-badan internasional, termasuk PBB dan lembaga kemanusiaan global.

    Blokade akses bantuan ke Gaza dan pemutusan komunikasi dengan sejumlah negara dianggap memperparah kondisi di lapangan.

    “Kami kecewa dengan sikap pemerintah Israel yang tidak memberi ruang bagi solusi damai dan menghambat kerja organisasi kemanusiaan,” kata Menteri Luar Negeri Spanyol dalam konferensi pers di Madrid.

    Pemerintah Israel menanggapi kecaman ini dengan tegas. Dalam pidato di Knesset, Netanyahu menyatakan bahwa “tekanan internasional tidak akan menghalangi Israel dari membela diri.”

    Ia juga menuduh beberapa negara telah terpengaruh oleh “propaganda teroris”.

    Namun, suara perbedaan mulai muncul dari dalam negeri. Sejumlah mantan jenderal dan politisi Israel mengkritik Netanyahu karena dianggap gagal mengelola krisis ini secara diplomatik dan militer.

    Adalah Yair Golan, mantan wakil kepala staf militer (Deputy Chief of Staff), salah satu tokoh pemimpin partai Demokrat yang mengecam Netanyahu.

    Kecaman juga datang dari mantan Perdana Menteri dan tokoh pusat Kadima. Ia menyebut pemerintahan Netanyahu sebagai “criminal gang” dan menuduh kebijakan militer saat ini sudah melampaui legitimasi.

    Sementara Mantan Pemimpin Oposisi dan tokoh politik tengah Yair Lapid secara publik menyalahkan kegagalan diplomasi dan strategi Netanyahu, memandang perang ini telah melibatkan legitimasi politiknya.

    Baca juga: Gedung Putih: Trump Terkejut Israel Serang Suriah dan Gereja di Gaza, Minta Hubungi Netanyahu Segera

    (Tribunnews.com / Chrysnha, Namira)

    Komentar
    Additional JS