Iran Siap Tempur Jika Israel Langgar Gencatan Senjata - Lombok Post
Dunia Internasional,Konflik Timur tengah,
Iran Siap Tempur Jika Israel Langgar Gencatan Senjata - Lombok Post
LombokPost --Iran siap sepenuhnya menghadapi potensi pelanggaran gencatan senjata oleh Israel. Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, menyebut gencatan senjata yang mengakhiri 12 hari agresi Israel terhadap Iran sangat rapuh dan tidak bisa dipercaya. Iran pun tetap dalam kondisi siaga penuh.
Pernyataan tegas tersebut disampaikan Araghchi dalam wawancara dengan China Global Television Network (CGTN) di Tianjin, China, usai menghadiri pertemuan Menlu Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO), Selasa lalu.
“Ini bukan konflik. Ini adalah tindakan agresi, agresi tanpa provokasi oleh Israel terhadap Republik Islam Iran,” kata Araghchi.
Ia menegaskan Iran tidak menginginkan perang, namun memiliki kewajiban membela diri. Menurutnya, Iran berhasil memukul balik agresi Israel dan memaksa musuh menyetujui gencatan senjata tanpa syarat.
“Kami tidak punya pilihan selain menggunakan hak pertahanan diri kami. Jadi, kami mempertahankan negara kami… dan memaksa agresor untuk menghentikan agresi dan meminta gencatan senjata tanpa syarat, yang kami terima,” tegasnya lagi.
Namun, Araghchi meragukan ketulusan Israel dalam menjaga perdamaian.
“Gencatan senjata tentu saja rapuh… gencatan senjata oleh rezim (Israel) tidak dapat diandalkan,” tegasnya.
Ia memastikan bahwa Iran siap sepenuhnya jika gencatan senjata dilanggar.
“Kami sangat berhati-hati dan sepenuhnya siap jika gencatan senjata dilanggar. Tapi ini bukan keinginan kami. Kami tidak ingin perang ini,” lanjut Araghchi.
Iran menyebut agresi Israel sejak 13–24 Juni lalu telah menewaskan sedikitnya 1.060 orang, termasuk ilmuwan nuklir dan komandan militer.
Sementara itu, Amerika Serikat ikut menyerang pada 22 Juni dan menargetkan tiga fasilitas nuklir Iran di Fordow, Natanz, dan Isfahan. Iran menyebut serangan ini sebagai pelanggaran serius terhadap hukum internasional dan Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT).
Sebagai balasan, militer Iran menyerang beberapa situs strategis di wilayah pendudukan dan pangkalan udara al-Udeid milik AS di Qatar, yang merupakan pangkalan militer terbesar AS di Timur Tengah.
Serangan balik itu sukses memaksa Israel dan Amerika Serikat menghentikan aksi militer mereka pada 24 Juni.

Iran kembali menegaskan bahwa mereka tidak menghendaki eskalasi. Namun, jika diperlukan, Iran siap bertindak tegas demi menjaga kedaulatan dan keamanan nasional.


LombokPost --Iran siap sepenuhnya menghadapi potensi pelanggaran gencatan senjata oleh Israel. Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, menyebut gencatan senjata yang mengakhiri 12 hari agresi Israel terhadap Iran sangat rapuh dan tidak bisa dipercaya. Iran pun tetap dalam kondisi siaga penuh.
Pernyataan tegas tersebut disampaikan Araghchi dalam wawancara dengan China Global Television Network (CGTN) di Tianjin, China, usai menghadiri pertemuan Menlu Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO), Selasa lalu.
“Ini bukan konflik. Ini adalah tindakan agresi, agresi tanpa provokasi oleh Israel terhadap Republik Islam Iran,” kata Araghchi.
Ia menegaskan Iran tidak menginginkan perang, namun memiliki kewajiban membela diri. Menurutnya, Iran berhasil memukul balik agresi Israel dan memaksa musuh menyetujui gencatan senjata tanpa syarat.
“Kami tidak punya pilihan selain menggunakan hak pertahanan diri kami. Jadi, kami mempertahankan negara kami… dan memaksa agresor untuk menghentikan agresi dan meminta gencatan senjata tanpa syarat, yang kami terima,” tegasnya lagi.
Namun, Araghchi meragukan ketulusan Israel dalam menjaga perdamaian.
“Gencatan senjata tentu saja rapuh… gencatan senjata oleh rezim (Israel) tidak dapat diandalkan,” tegasnya.
Ia memastikan bahwa Iran siap sepenuhnya jika gencatan senjata dilanggar.
“Kami sangat berhati-hati dan sepenuhnya siap jika gencatan senjata dilanggar. Tapi ini bukan keinginan kami. Kami tidak ingin perang ini,” lanjut Araghchi.
Iran menyebut agresi Israel sejak 13–24 Juni lalu telah menewaskan sedikitnya 1.060 orang, termasuk ilmuwan nuklir dan komandan militer.
Sementara itu, Amerika Serikat ikut menyerang pada 22 Juni dan menargetkan tiga fasilitas nuklir Iran di Fordow, Natanz, dan Isfahan. Iran menyebut serangan ini sebagai pelanggaran serius terhadap hukum internasional dan Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT).
Sebagai balasan, militer Iran menyerang beberapa situs strategis di wilayah pendudukan dan pangkalan udara al-Udeid milik AS di Qatar, yang merupakan pangkalan militer terbesar AS di Timur Tengah.
Serangan balik itu sukses memaksa Israel dan Amerika Serikat menghentikan aksi militer mereka pada 24 Juni.