Pelabuhan Eilat Akan Ditutup, Serangan Houthi Picu Krisis Keuangan Buat Ekonomi Israel Kolaps - Tribunnews.
Dunia Internasional, Konflik Timur Tengah,
Pelabuhan Eilat Akan Ditutup, Serangan Houthi Picu Krisis Keuangan Buat Ekonomi Israel Kolaps - Tribunnews.com

TRIBUNNEWS.COM – Menyusul krisis keuangan akut akibat serangan kelompok Houthi, Pemerintah Israel mengumumkan bahwa Pelabuhan Eilat akan menghentikan seluruh operasinya mulai Minggu (20/7/2025).
Penangguhan dilakukan usai tepat setelah Pemerintah Kota Eilat membekukan rekening bank pelabuhan senilai sekitar 3 juta dolar AS atau Rp 48 miliar karena pajak yang belum dibayar.
Pemerintah Israel berdalih penutupan dilakukan karena pelabuhan terus mengalami kerugian besar akibat terganggunya jalur pelayaran internasional pasca Houthi Yaman membombardir wilayah perairan tersebut.
Buntut serangan itu jalur pelayaran ke Eilat menjadi tidak aman, sehingga banyak perusahaan pelayaran mengalihkan pengiriman mereka ke pelabuhan lain seperti Ashdod dan Haifa di Laut Mediterania.
“Karena krisis keuangan yang dialami akibat konflik yang sedang berlangsung, Pemerintah Kota Eilat menyita semua rekening bank pelabuhan,” ungkap Otoritas Pengiriman dan Pelabuhan Israel, dilansir dari Middle East Eye.
Pendapatan Pelabuhan Eilat Anjlok Drastis
Menurut laporan surat kabar ekonomi The Calcalist, pendapatan pelabuhan Eilat pada tahun 2023 tercatat sebesar 212 juta shekel atau sekitar 63 juta dolar AS.
Namun pada tahun 2024, pendapatan itu turun drastis hingga hanya mencapai 42 juta shekel, atau sekitar 12,5 juta dolar AS.
Ini merupakan penurunan pendapatan lebih dari 80 persen hanya dalam satu tahun.
Adapun penurunan aktivitas pelabuhan sangat mencolok, pada 2023, sekitar 150.000 unit mobil baru dibongkar di Eilat dan tercatat ada 134 kapal yang berlabuh.
Namun sepanjang 2024 hingga pertengahan 2025, tidak ada satupun mobil yang dibongkar, dan hanya enam kapal yang sempat berlabuh di sana.
Hal tersebut menunjukkan bagaimana serangan Houthi telah sepenuhnya mengganggu fungsi pelabuhan sebagai jalur masuk utama bagi barang-barang impor, khususnya kendaraan bermotor.
Dampak dari penurunan pendapatan ini tidak hanya terasa pada aspek logistik dan ekonomi nasional, tetapi juga pada kehidupan para pekerja di pelabuhan.
Dari total 113 pegawai yang sebelumnya bekerja, kini hanya tersisa 47 orang.
Banyak dari mereka belum menerima gaji penuh dan tidak mendapatkan tunjangan pengangguran, mencerminkan tekanan finansial ekstrem yang dialami pihak manajemen pelabuhan.
Meskipun pemerintah pusat menyetujui hibah darurat sebesar 15 juta shekel atau sekitar 4,5 juta dolar AS, bantuan tersebut dinilai tidak mencukupi untuk menyelamatkan pelabuhan dari kehancuran.
Pemerintah Dinilai Gagal Lindungi Ekonomi Negara
Krisis keuangan yang melanda Pelabuhan Eilat terus memburuk dan memicu kekhawatiran luas di kalangan pejabat dan masyarakat.
Anggota parlemen Israel dari Partai Yisrael Beiteinu, Oded Forer, menyebut penutupan pelabuhan ini sebagai "aib nasional", seraya mengecam keras pemerintah karena dianggap gagal melindungi jalur perdagangan strategis di selatan Israel.
“Kami sudah berkali-kali memperingatkan potensi keruntuhan pelabuhan Eilat karena kelambanan dalam menghadapi ancaman Houthi,” ujar Forer, yang juga menjabat sebagai Ketua Komite Penguatan dan Pengembangan Negev dan Galilea di Knesset.
“Bukannya bertindak tegas, pemerintah malah membiarkan pelabuhan ini runtuh diam-diam,” tegasnya.
Menurut Forer, krisis ini tidak hanya menandai lemahnya strategi keamanan dan ekonomi pemerintah, tetapi juga mengancam kedaulatan wilayah selatan Israel.
“Setiap hari yang berlalu berarti kerugian tambahan bagi daerah pinggiran, perekonomian, dan kedaulatan negara ini,” ujarnya.
(Tribunnews.com / Namira)