Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Beras Oplosan Featured pinfo

    Pengamat: Sanksi Tegas dan Reformasi Rantai Pasok Jadi Solusi Atasi Kasus Beras Oplosan - Halaman all - TribunNews

    5 min read

     

    Pengamat: Sanksi Tegas dan Reformasi Rantai Pasok Jadi Solusi Atasi Kasus Beras Oplosan - Halaman all - TribunNews

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Maraknya praktik pengoplosan beras kembali menyita perhatian publik. 

    Apalagi investigasi Kementerian Pertanian (Kementan) menemukan, dari 248 merek beras yang diuji, sebanyak 212 merek tidak memenuhi standar mutu, takaran dan harga eceran tertinggi (HET). 

    Kondisi ini menggambarkan pelanggaran kualitas pangan telah terjadi secara sistemik dan dibiarkan terlalu lama.

    Pengamat pertanian dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Eliza Mardian, menilai kondisi menunjukkan  lemahnya pengawasan dan penegakan regulasi mutu pangan, khususnya beras sebagai komoditas strategis nasional.

    “Temuan ini mengindikasikan lemahnya sistem pengawasan dan penegakan hukum. Jika 85 persen beras premium tidak sesuai regulasi, itu berarti pasar kita sedang tidak baik-baik saja,” ujar Eliza.

     Menurut Eliza, praktik oplosan kerap dianggap hal lazim di sejumlah pasar induk sehingga mencerminkan adanya normalisasi pelanggaran.

    Baca juga: Forum Kepakaran Indonesia Nilai Kinerja Mentan Amran Terbaik dalam Sejarah Kementan 

    Kondisi ini mengkhawatirkan karena memperlihatkan minimnya perlindungan terhadap konsumen, yang membeli beras dengan harga premium tapi mendapat kualitas rendah bahkan tercampur dengan varietas yang berbeda atau beras lama.

    “Konsumen dirugikan dua kali yakni membayar lebih mahal untuk kualitas rendah, dan kedua karena mereka tidak punya akses terhadap informasi yang jelas tentang beras yang mereka konsumsi,” jelas Eliza.

    Eliza menekankan pentingnya sanksi tegas dan terukur sebagai solusi awal untuk membendung praktik curang tersebut. 

    Ia mencontohkan pencabutan izin usaha, denda progresif atau pelaporan publik terhadap merek-merek yang terbukti melanggar.

    “Perlu efek jera. Jika pelanggaran dibiarkan, pasar akan terus beroperasi dalam ketidakadilan. Pelaku terus untung, konsumen terus dirugikan, dan petani tetap dihilirkan,” ujarnya.

     Solusi jangka menengah hingga panjang yang disarankan adalah reformasi rantai pasok beras, yang selama ini didominasi segelintir pelaku usaha di tingkat distribusi dan ritel.

    Pasar beras yang cenderung oligopolistik membuat keuntungan terbesar justru terserap di tingkat middleman, bukan petani.

    “Petani hanya mendapat kurang dari 40 persen dari total nilai tambah produk. Padahal mereka yang bekerja paling berat di awal rantai,” kata Eliza.

    Oleh karena itu, ia mendorong agar pemerintah mulai serius mengembangkan model distribusi yang lebih pendek dan adil, seperti pasar digital berbasis koperasi petani, atau platform penjualan langsung dari produsen ke konsumen.

    Lebih jauh, Eliza mengusulkan agar setiap produk beras, baik premium maupun medium, wajib memiliki sertifikasi mutu dan pelabelan transparan. 

    Baca juga: Beras Oplosan Ancam Kesehatan: Waspada Ciri Fisik dan Bahayanya Ini

    Langkah ini diyakini akan meningkatkan traceability atau keterlacakan, sehingga konsumen mengetahui asal-usul dan metode produksi beras yang mereka konsumsi.

    “Kita harus menuju sistem pangan yang transparan. Konsumen harus tahu apakah berasnya ditanam di mana, kapan dipanen, dan oleh siapa. Kalau sistem ini berjalan, pedagang nakal akan kesulitan melakukan manipulasi,” tegasnya.

     Bagi Eliza, membiarkan beras oplosan beredar luas tanpa tindakan nyata bukan hanya mencederai pasar pangan, tapi juga bisa mengancam stabilitas sosial.

    Pasalnya, beras adalah komoditas yang sangat sensitif bagi mayoritas masyarakat Indonesia.

    “Jika konsumen tidak lagi percaya dengan produk beras, yang terjadi bukan hanya disrupsi ekonomi, tapi juga keresahan sosial. Pemerintah harus cepat bertindak,” pungkasnya.

     Kasus beras oplosan menunjukkan bahwa pengawasan mutu pangan nasional masih memiliki celah besar. Namun kondisi ini tidak bisa dibiarkan.

    Pemerintah bersama pelaku pasar perlu segera menempuh dua langkah besar: sanksi tegas terhadap pelanggar dan reformasi menyeluruh terhadap rantai distribusi.

    Kerugian Masyarakat Rp1000 Triliun

    Praktik nakal  produsen beras itu dibongkar oleh Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman setelah ditemukan 212 merk beras yang mengambil keuntungan.

    Mentan Andi Amran mengungkapkan praktik yang dilakukan produsen beras yakni menjual beras volume 5 kg padahal yang dijual hanya 3,5 kg.

    "Kemudian ada yang 86 persen adalah mengatakan bahwa ini premium padahal itu adalah beras biasa lalu beras medium padahal itu beras biasa," tuturnya kepada wartawan, Sabtu (12/7/2025).

     Hal itu sangat mengkhawatirkan, Amran menyebut ada selisih harga cukup besar.

    Dalam catatannya produsen beras nakal ini meraup untug Rp2.000 hingga Rp3.000 per kilogram.

    "Kalau gampangannya adalah kita mencontohkan emas, tertulis emas 24 karat, tetapi sesungguhnya itu 18 karat, nah ini kan merugikan masyarakat Indonesia," tukasnya.

    Pria asal Sulawesi Selatan ini menaksir kerugian negara bisa menyentuh angka nyaris Rp100 triliun bila terjadi setiap tahun.

    Jika dihitung dalam kurun waktu 10 tahun, negara mengalami kerugian mencapai Rp1.000 triliun.

     "Katakanlah 10 tahun atau 5 tahun, kalau 10 tahun kan Rp1.000 triliun. Kalau 5 tahun kan Rp500 triliun ini kerugian. Dan kalau ini kita sadari semua, kita kembali kepada regulasi yang ada," paparnya.

    Kasus mafia beras ini tengah diusut oleh Satgas Pangan Polri bersama stakeholder lainnya. 

    Ketua Satgas Pangan Polri Brigjen Pol Helfi Assegaf langsung bergerak melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah produsen beras premium.

     "Iya betul kami lakukan pemeriksaan dari yang sebelumnya disampaikan Pak Menteri Andi Amran," tuturnya kepada Tribun Network, Kamis (10/7/2025).

    Helfi belum menyampaikan lebih lanjut hasil pemeriksaan produsen beras yang diduga melakukan praktik curang mutu dan takaran.

    "Jika ditemukan unsur pidana tentu akan ditindaklanjuti sesuai ketentuan hukum," tambahnya  (tribun
    network/ibr/dod/reynas)

    Komentar
    Additional JS