Usai Perang, Iran Tetapkan Syarat Ketat untuk Lanjutkan Perundingan Nuklir | Sindonews
Dunia Internasional,Konflik Timur Tengah,
Usai Perang, Iran Tetapkan Syarat Ketat untuk Lanjutkan Perundingan Nuklir | Halaman Lengkap

Makin mudah baca berita nasional dan internasional.
Sabtu, 12 Juli 2025 - 08:58 WIB
Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi. Foto/irna
- Iran mengisyaratkan pihaknya terbuka melanjutkan dialog dengan Amerika Serikat (AS), tetapi hanya dengan persyaratan yang ketat, menyusul serangan Israel dan Amerika terhadap fasilitas nuklirnya. Sikap itu diungkap Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi.
Perundingan tidak langsung putaran keenam, yang dijadwalkan pada 15 Juni di Oman, dibatalkan dua hari sebelumnya setelah Israel melancarkan serangan udara terhadap situs nuklir Iran dan tokoh militer senior. Eskalasi itu disebut Teheran sebagai deklarasi perang.
Dialog, yang dihidupkan kembali awal tahun ini oleh Presiden AS Donald Trump, runtuh setelah serangan tersebut.
Washington bergabung dalam permusuhan pada 22 Juni, mengerahkan pesawat pengebom berat terhadap fasilitas nuklir utama.
Trump kemudian berargumen situs-situs tersebut telah "dihancurkan sepenuhnya," klaim yang dibantah berbagai laporan media.
Dalam wawancara tertulis dengan Le Monde yang diterbitkan pada hari Kamis, Araghchi mengutuk serangan tersebut sebagai pelanggaran hukum internasional dan mengatakan AS-lah yang "memutuskan" negosiasi dan beralih ke aksi militer.
Ia menambahkan Teheran tetap berkomitmen pada diplomasi, tetapi menekankan setiap keterlibatan baru harus didasarkan pada akuntabilitas, saling menghormati, dan, yang terpenting, "jaminan terhadap serangan apa pun."
Araghchi mengatakan meskipun ada ketegangan, pertukaran diplomatik masih berlangsung melalui mediator.
Departemen Luar Negeri AS mengklaim pekan ini bahwa Trump berkomitmen untuk berdamai dengan Iran.
"Komitmen kami telah teguh selama semua konflik ini dan sekaranglah saatnya bagi Iran untuk memanfaatkannya," ujar juru bicara Tammy Bruce kepada para wartawan.
Ketika ditanya tentang pernyataan Trump, menteri luar negeri Iran menjawab, "Mengklaim bahwa suatu program telah dimusnahkan... adalah sebuah kesalahan perhitungan," seraya menambahkan Teheran sedang "menilai kerusakannya" dan mungkin akan menuntut kompensasi.
Washington telah lama menuntut agar Teheran menghentikan semua pengayaan uranium, posisi yang dianggap Iran sebagai pemutus kesepakatan.
Araghchi menegaskan kembali program nuklir negara itu tetap damai, sah, dan di bawah pengawasan IAEA yang konstan.
Iran saat ini memperkaya uranium hingga kemurnian 60%, jauh di atas batas 3,67% yang ditetapkan dalam kesepakatan nuklir 2015 yang kini telah dibatalkan.
Kesepakatan tersebut batal demi hukum setelah Trump secara sepihak menarik AS keluar dari kesepakatan tersebut pada masa jabatan pertamanya.
"Tingkat pengayaan ditentukan oleh kebutuhan Iran," ujar Araghchi, seraya menambahkan, “Tingkat pengayaan saat ini dimaksudkan untuk menunjukkan ancaman dan tekanan bukanlah solusi."
Ia juga mengesampingkan diskusi apa pun tentang program rudal balistik Iran, menyebutnya "murni defensif dan pencegah," dan mengatakan "tidak masuk akal mengharapkan Iran meninggalkan kemampuan pertahanannya" dalam kondisi saat ini.
Baca juga: Media Israel Kritik Militer setelah Video Hamas Ungkap Upaya Penculikan Tentara Zionis
(sya)
Iklan - Scroll untuk melanjutkan
Iklan - Scroll untuk melanjutkan
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com,
Klik Disiniuntuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Infografis

125 Juta Orang Dapat Binasa Akibat Perang Nuklir India-Pakistan