Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Dunia Internasional Featured Israel Slovenia Uni Eropa

    Slovenia Jadi Anggota Uni Eropa Pertama yang Melarang Ekspor Senjata ke Israel | SINDOnews

    4 min read

     Dunia Internasional, 

    Slovenia Jadi Anggota Uni Eropa Pertama yang Melarang Ekspor Senjata ke Israel | Halaman Lengkap

    Slovenia jadi anggota Uni Eropa pertama yang melarang ekspor senjata ke Israel. Foto/X/@othingstodocom

    LONDON 

    - Dalam perkembangan signifikan dalam boikot global yang sedang berlangsung terhadap

     Israel 

    , Slovenia secara resmi menjadi negara anggota Uni Eropa (UE) pertama yang melarang impor, ekspor, dan transit senjata serta peralatan militer ke dan dari Israel. Keberanian Slovenia diharapkan diikuti negara Eropa lainnya.

    Keputusan penting itu menandai perubahan penting dalam kebijakan luar negeri Slovenia dan menyoroti meningkatnya dukungan terhadap hak-hak Palestina di Eropa.

    Pemerintah Slovenia menggarisbawahi bahwa larangan tersebut didorong oleh bencana kemanusiaan yang mengerikan yang terjadi di Gaza, ditambah dengan ketidakpedulian Uni Eropa terhadap perang Israel di Gaza.

    Perdana Menteri Slovenia, Robert Golob, menekankan bahwa langkah ini menunjukkan komitmen Slovenia yang teguh untuk menegakkan hukum internasional dan hak asasi manusia.

    "Negara-negara yang bertanggung jawab harus bertindak, meskipun itu berarti melangkah lebih maju dari yang lain," ujarnya, dilansir Press TV. Itu menandakan kesediaan Slovenia untuk mengambil sikap atas apa yang dianggapnya benar secara moral dan hukum.

    Pemerintah Slovenia mengatakan keputusan tersebut didorong oleh ketidakmampuan Uni Eropa untuk mengambil langkah-langkah konkret terhadap Israel.

    "Karena perselisihan dan perpecahan internal, Uni Eropa saat ini tidak dapat memenuhi tugas ini," demikian pernyataan tersebut.

    Baca Juga: Konflik Dinasti Thaksin dan Hun Sen Picu Perang 2 Negara?

    Pemerintah Slovenia mengutuk penolakan akses kemanusiaan tersebut, dengan mengatakan: "Hasilnya memalukan: orang-orang di Gaza sekarat karena bantuan kemanusiaan secara sistematis ditolak. Mereka sekarat di bawah reruntuhan, tanpa akses ke air minum, makanan, dan layanan kesehatan dasar."

    "Ini adalah penolakan total terhadap akses kemanusiaan dan pencegahan yang disengaja terhadap kondisi dasar untuk bertahan hidup. Dalam keadaan seperti itu, adalah kewajiban setiap negara yang bertanggung jawab untuk bertindak, meskipun ini berarti mengambil langkah lebih maju dari yang lain."

    Disebutkan bahwa pemerintah akan mempersiapkan beberapa langkah nasional lagi terhadap pemerintah Israel saat ini, "yang tindakannya merupakan pelanggaran serius terhadap hukum humaniter internasional," dalam beberapa minggu mendatang.

    Keputusan Slovenia ini didasarkan pada pengakuan sebelumnya atas kenegaraan Palestina pada tahun 2024 dan menyusul larangan masuk baru-baru ini terhadap dua menteri sayap kanan Israel yang dituduh menghasut kekerasan terhadap warga Palestina.

    Hal ini menggambarkan pendekatan Slovenia yang semakin proaktif dalam menangani isu-isu terkait hak asasi manusia dan hukum internasional dalam konflik tersebut.

    Larangan ini menyelaraskan Slovenia dengan semakin banyaknya suara yang menuntut akuntabilitas Israel, karena beberapa negara—termasuk Irlandia, Norwegia, dan Spanyol—juga mengambil langkah-langkah untuk mengisolasi pemerintah Israel secara diplomatis.

    Tren ini menandai perubahan signifikan dalam sikap Eropa terhadap genosida yang sedang berlangsung terhadap rakyat Gaza dan mencerminkan meningkatnya kekhawatiran akan implikasi kemanusiaan dari tindakan militer.

    Lebih lanjut, Slovenia telah mengindikasikan bahwa mereka berencana untuk memperkenalkan langkah-langkah nasional tambahan yang menargetkan Israel dalam beberapa minggu mendatang, menandakan potensi perubahan yang dapat menginspirasi negara-negara Uni Eropa lainnya untuk mengikutinya.

    Dengan langkah bersejarah ini, Slovenia menetapkan preseden untuk sikap yang lebih tegas terhadap genosida di Uni Eropa, yang berpotensi membentuk kembali lanskap diplomatik kawasan tersebut.

    Israel melancarkan genosida Gaza pada 7 Oktober 2023, setelah kelompok perlawanan Hamas melancarkan operasi bersejarahnya terhadap entitas pendudukan sebagai pembalasan atas kekejaman rezim yang semakin intensif terhadap rakyat Palestina.

    Rezim Tel Aviv sejauh ini gagal mencapai tujuan yang dideklarasikannya untuk melenyapkan Hamas dan membebaskan semua tawanan di Gaza, meskipun telah membunuh 60.249 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, serta melukai 146.894 lainnya.

    Kelaparan massal juga melanda Gaza akibat blokade Israel terhadap wilayah tersebut.

    November lalu, Mahkamah Pidana Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Urusan Militer Yoav Gallant, dengan alasan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

    Lebih lanjut, Israel sedang menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional terkait tindakannya di wilayah pesisir yang terkepung tersebut.

    (ahm)

    Komentar
    Additional JS