Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Bediding Featured Fenomena Fenomena Alam Kesehatan

    Warganet Kembali Keluhkan Fenomena Bediding Menusuk Tulang, Berlangsung sampai KAPAN? - Kompas

    3 min read

     

    Warganet Kembali Keluhkan Fenomena Bediding Menusuk Tulang, Berlangsung sampai Kapan?

    KOMPAS.com - Warganet kembali mengeluhkan fenomena bediding atau suhu dingin ekstrem di sejumlah wilayah Indonesia.

    Salah satu akun warganet di media sosial X, @zaki******* mengatakan, fenomena bediding disebabkan karena monsun Australia yang menguat.

    "Bediding, monsun Australia kembali menguat," tulisnya.

    Sejumlah warganet yang berkomentar dalam unggahan tersebut mengeluhkan hawa dingin, bahkan beberapa di antaranya mengatakan bahwa dinginnya sampai terasa menusuk tulang.

    Parade 6 Planet Bakal Hiasi Langit Mulai 17 Agustus 2025, Bisa Dilihat di Indonesia!

    "Anginnya ini lho, kalo malem nusuk tulang bgt yg berkendara motor, jgn lupa double jaket," tulis akun @line******.

    "Bandung dingin banget + anginnya kenceng banget malah," tulis akun @wmin*****.

    "Di kebumen anginnya kenceng bgt sama dingin bgt wlopun udh siang bolong mataharinya juga cerah tpi hawanya ttep dingin," tulis akun @bail*****.

    Lantas, sampai kapan fenomena bediding berlangsung dan mana saja wilayah yang merasakannya?

    Baca juga: Warganet Keluhkan Suhu Malam Menghangat, Apakah Bediding Sudah Berakhir?

    Sampai kapan fenomena bediding berlangsung?

    Direktur Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani menjelaskan, fenomena bediding merupakan istilah lokal yang menggambarkan kondisi udara yang sangat dingin, terutama dirasakan saat malam hingga pagi hari.

    Kondisi ini umumnya terjadi selama puncak musim kemarau, yaitu pada Juli hingga Agustus.

    Menurut dia, fenomena bediding akan lebih terasa di daerah dataran tinggi, baik pegunungan atau perbukitan, seperti Dieng, Bromo, Ruteng, dan lainnya.

    "Meskipun demikian, bediding umumnya dirasakan di sebagian besar wilayah Indonesia bagian selatan khatulistiwa, seperti Pulau Jawa, Bali, NTB, dan NTT," kata Andri kepada Kompas.com, Jumat (15/8/2025).

    Andri menjelaskan, fenomena bediding diperkirakan akan berlangsung hingga awal September 2025, terutama di wilayah selatan Indonesia.

    Fenomena ini biasanya muncul saat puncak musim kemarau, ketika kondisi cuaca sangat kering dan langit cenderung cerah.

    "Fenomena bediding diperkirakan berlangsung hingga awal September 2025, terutama di wilayah selatan Indonesia yaitu pulau Jawa hingga Nusa Tenggara, sebagaimana biasanya terjadi saat puncak musim kemarau," jelasnya.

    Baca juga: Warganet Pertanyakan Penyebab Hujan di Bulan Agustus Ini, Apa Kata BMKG?

    Faktor bediding kembali landa sejumlah wilayah

    Lebih lanjut Andri mengungkapkan beberapa faktor pengendali cuaca-iklim yang memicu fenomena bediding sebagai berikut:

    1. Angin timuran dari Australia: Bersifat kering dan dingin, muncul akibat aktifnya monsun dingin Australia pada bulan Juni–Agustus.
    2. Langit cerah tanpa awan: Memungkinkan radiasi panas dari permukaan Bumi cepat hilang pada malam hari, sehingga menyebabkan pendinginan ekstrem di permukaan.
    3. Kelembapan udara rendah: Udara kering (berdasarkan pantauan satelit Himawari water vapor) tidak mampu menyimpan panas di atmosfer dekat permukaan seefektif udara lembap, sehingga memperkuat pendinginan.
    Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!

    Hujan Es 15 Menit Bikin Porak Poranda 48 Rumah di Jambi

    Komentar
    Additional JS