5 Solusi Konflik Israel-Palestina, dari Solusi Dua Negara sampai Delapan Negara - Medcom
Dunia Internasional, Konflik Timur Tengah,
Riza Aslam Khaeron • 25 September 2025 13:51
SHARE NOW
Jakarta: Perang Gaza yang pecah sejak 7 Oktober 2023 telah menjadi salah satu konflik paling berdarah abad ini. Lebih dari 65.000 warga Palestina dilaporkan tewas hingga September 2025, dan situasi kemanusiaan kian memburuk akibat blokade, serangan udara, serta kerusakan total pada infrastruktur sipil.
Dalam konteks inilah, komunitas internasional kembali menghidupkan wacana perdamaian melalui pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Solusi Dua Negara di markas besar PBB pada September 2025.
KTT ini mempertegas dukungan global terhadap solusi dua negara, sejalan dengan deklarasi Majelis Umum PBB yang diadopsi sebelumnya.
Namun, solusi dua negara bukanlah satu-satunya gagasan yang pernah diajukan untuk mengakhiri konflik Israel-Palestina. Dalam sejarah diplomasi dan perdebatan internasional, terdapat beragam rancangan solusi yang pernah diajukan untuk menyelesaikan konflik ini. Berikut penjelasannya.
1. Solusi Dua Negara (Two-State Solution)
Gagasan ini pertama kali diformalkan dalam Resolusi 181 Majelis Umum PBB pada tahun 1947, yang menyarankan pembentukan dua negara—Yahudi dan Arab—dengan Yerusalem sebagai wilayah internasional (corpus separatum). Meskipun konflik 1948 menggagalkan implementasi awalnya, solusi ini terus hidup sebagai kerangka dasar upaya perdamaian.
Pendekatan dua negara mendapat dorongan baru melalui Perjanjian Oslo (1993) yang menghasilkan pembentukan Otoritas Palestina, serta Peta Jalan Perdamaian (2003) yang didukung Kuartet Timur Tengah (PBB, AS, UE, dan Rusia).
Saat ini, dukungan terhadap solusi ini ditegaskan kembali dalam Deklarasi New York yang diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada 12 September 2025, menyusul eskalasi Perang Gaza. Deklarasi ini menyerukan langkah-langkah terukur dan tidak dapat dibatalkan menuju negara Palestina merdeka yang hidup berdampingan dengan Israel.
2. Solusi Satu Negara (One-State Solution)
Gagasan ini berasal dari masa Mandat Inggris, di mana kelompok seperti Brit Shalom dan Ihud yang dipimpin oleh Martin Buber dan Judah Magnes menyerukan negara binasional Yahudi-Arab yang damai dan setara.
Di pihak Palestina, varian satu negara muncul dalam narasi awal PLO, yang pada dekade 1970-an mengusulkan negara demokratis sekuler di seluruh Palestina bersejarah.
Dalam forum internasional, Muammar Gaddafi pernah membawa gagasan ini ke panggung PBB pada 2009, dengan usulan pendirian negara gabungan bernama Isratin—sebuah federasi antara Israel dan Palestina dengan Yerusalem sebagai ibu kota bersama.
Meski menarik secara moral dan filosofis, solusi ini menghadapi penolakan luas karena mengancam status Israel sebagai negara Yahudi, serta dianggap mengaburkan aspirasi kenegaraan rakyat Palestina.
3. Konfederasi Dua Negara
Gagasan ini semakin terstruktur melalui inisiatif seperti “A Land for All / Two States, One Homeland”, yang dikembangkan sejak 2012 oleh akademisi dan aktivis dari kedua belah pihak. Pada 2022, konsep ini diperluas dalam “Holy Land Confederation” oleh Hiba Husseini dan Yossi Beilin, yang memetakan bagaimana solusi ini bisa diimplementasikan secara hukum dan administratif.
Konfederasi kian menarik perhatian sebagai opsi pragmatis mengingat kompleksitas geografis dan demografis di wilayah konflik, terutama karena tumpang tindih pemukiman dan akses antarwilayah.
4. Solusi Tiga Negara (Three-State Solution)
Gagasan ini dikemukakan oleh tokoh-tokoh seperti John Bolton, mantan Duta Besar AS untuk PBB, yang memandang bahwa “solusi dua negara” tidak dapat lagi dijalankan secara realistis. Namun, baik Kairo maupun Amman telah berulang kali menolak untuk kembali mengelola wilayah tersebut, dengan alasan kedaulatan Palestina harus diakui secara penuh.
Secara praktis dan politik, solusi ini dianggap mustahil karena tidak mendapat legitimasi dari rakyat Palestina maupun dukungan dari negara-negara Arab.
5. Solusi Delapan Negara (Eight-State Solution / Palestinian Emirates)

Gambar: Ilustrasi solusi delapan negara dan Israel. (Kedar via reddit)
Solusi ini merupakan salah satu gagasan paling kontroversial dan dianggap ekstrem. Mordechai Kedar, akademikus asal Israel, mengusulkan agar wilayah Palestina dibagi menjadi delapan negara-kota/emirat berdasarkan identitas klan dan kota utama, mirip dengan model Uni Emirat Arab.
Kedelapan wilayah itu adalah Gaza, Jenin, Nablus, Ramallah, Jericho, Tulkarm, Qalqilya, dan Hebron (bagian Arab).
Kedar berargumen bahwa stabilitas lebih mungkin dicapai lewat sistem lokal berbasis suku daripada negara nasional yang dipaksakan. Ia mengklaim bahwa banyak konflik internal Palestina bersumber dari perebutan otoritas antar klan dan faksi, bukan semata konflik dengan Israel.
Namun, kritik datang dari banyak pihak karena model ini dianggap berupaya membubarkan kesatuan nasional Palestina, memberi celah aneksasi Israel atas area pedesaan (yang tidak termasuk dalam emirat), dan menciptakan sistem semacam “Bantustan” yang diskriminatif.
Hingga kini, gagasan ini tidak mendapat dukungan resmi dari pemerintah manapun dan hanya menjadi wacana marginal.
Google News Metrotvnews.com
klik : osc.medcom.id