China dan Brasil Kecam Tarif AS, Serukan Persatuan BRICS - Sindonews
3 min read
Dunia Internasional,
China dan Brasil Kecam Tarif AS, Serukan Persatuan BRICS

Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva dan Presiden China Xi Jinping kompak mengecam kebijakan tarif AS. FOTO/Xinhua
A
A
A
JAKARTA - Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva dan Presiden China Xi Jinping kompak mengecam kebijakan tarif Amerika Serikat (AS) serta menyerukan penguatan solidaritas di antara negara-negara BRICS dalam KTT virtual yang digelar pada 8 September.
Xi menilai Amerika Serikat berulang kali memicu perang dagang dan tarif yang mengguncang perekonomian global serta melemahkan aturan perdagangan internasional. "Negara anggota BRICS sebagai pemimpin negara-negara berkembang harus bersama-sama membela multilateralisme," kata Xi dalam pidatonya dikutip dari The Chosun Daily, Rabu (9/9).
Baca Juga: 2 Negara Tetangga Indonesia Ajukan Keanggotaan BRICS Pekan Ini, Siapa Mereka?
Ia menekankan bahwa inisiatif keamanan global yang digagas Beijing bertujuan membangun sistem internasional yang adil dan setara melalui kerja sama kolektif. “BRICS mencakup hampir setengah populasi dunia, 30 persen output ekonomi, dan seperlima volume perdagangan global. Semakin erat kerja sama BRICS, semakin kuat keyakinan menghadapi tantangan eksternal,” ujar Xi.
Xi menggunakan perumpamaan, "Hanya emas yang akan tampak di tengah kobaran api," sembari menegaskan keyakinannya bahwa "kapal besar BRICS akan mampu melewati badai."
KTT daring kali ini dipimpin oleh Presiden Lula, dengan dihadiri Presiden Rusia Vladimir Putin, Menteri Luar Negeri India Subrahmanyam Jaishankar, serta sejumlah pemimpin negara anggota baru BRICS. Pertemuan ini berlangsung hanya dua bulan setelah KTT tatap muka di Rio de Janeiro, Brasil.
Sejak tahun lalu, BRICS memperluas keanggotaan dengan mengajak Ethiopia, Mesir, Iran, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Argentina. Kehadiran mereka memperkuat posisi BRICS dalam wacana multipolarisasi tata dunia.
Pertemuan tersebut mendapat sorotan khusus karena digelar di tengah meningkatnya ketegangan dengan Presiden AS Donald Trump yang melancarkan tarif tinggi terhadap sejumlah negara. Brasil sendiri terkena beban tarif hingga 50 persen untuk sebagian besar komoditasnya.
Pada akhir Agustus lalu, Lula dalam rapat kabinet secara terbuka mengkritik sikap Washington. "Pemerintah AS bertindak seperti kaisar dunia. Trump mengancam negara mana pun," ujarnya.
Baca Juga: Israel Serang Qatar, Bom Permukiman dan Targetkan Pimpinan Hamas
Kritik tersebut mempertegas sikap Brasil untuk mempererat hubungan dengan China sebagai mitra strategis. Penasihat kebijakan luar negeri Lula, Celso Amorim, menambahkan bahwa dunia tidak bisa terus-menerus didominasi oleh kelompok negara maju G7. "Diperlukan BRICS yang kuat agar lahir keseimbangan global," katanya.
Menteri Luar Negeri India Subrahmanyam Jaishankar turut hadir dalam forum tersebut. Namun, karena perbedaan posisi tiap anggota dalam negosiasi perdagangan dengan AS, pertemuan kali ini tidak menghasilkan pernyataan bersama.
Selain KTT virtual, Beijing juga bersiap menggelar Forum Shangshan ke-12 pada 17–19 September. Forum yang dimotori Kementerian Pertahanan China sejak 2006 ini kerap disebut sebagai versi Beijing dari Dialog Shangri-La di Singapura. Tahun ini, lebih dari 100 negara akan berpartisipasi membahas tema "Menegakkan Tatanan Internasional dan Pembangunan Damai."
Kehadiran forum keamanan multilateral itu semakin menegaskan peran China dalam menggalang solidaritas anti-Barat, terutama di tengah meningkatnya rivalitas dengan AS.
Xi menilai Amerika Serikat berulang kali memicu perang dagang dan tarif yang mengguncang perekonomian global serta melemahkan aturan perdagangan internasional. "Negara anggota BRICS sebagai pemimpin negara-negara berkembang harus bersama-sama membela multilateralisme," kata Xi dalam pidatonya dikutip dari The Chosun Daily, Rabu (9/9).
Baca Juga: 2 Negara Tetangga Indonesia Ajukan Keanggotaan BRICS Pekan Ini, Siapa Mereka?
Ia menekankan bahwa inisiatif keamanan global yang digagas Beijing bertujuan membangun sistem internasional yang adil dan setara melalui kerja sama kolektif. “BRICS mencakup hampir setengah populasi dunia, 30 persen output ekonomi, dan seperlima volume perdagangan global. Semakin erat kerja sama BRICS, semakin kuat keyakinan menghadapi tantangan eksternal,” ujar Xi.
Xi menggunakan perumpamaan, "Hanya emas yang akan tampak di tengah kobaran api," sembari menegaskan keyakinannya bahwa "kapal besar BRICS akan mampu melewati badai."
KTT daring kali ini dipimpin oleh Presiden Lula, dengan dihadiri Presiden Rusia Vladimir Putin, Menteri Luar Negeri India Subrahmanyam Jaishankar, serta sejumlah pemimpin negara anggota baru BRICS. Pertemuan ini berlangsung hanya dua bulan setelah KTT tatap muka di Rio de Janeiro, Brasil.
Sejak tahun lalu, BRICS memperluas keanggotaan dengan mengajak Ethiopia, Mesir, Iran, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Argentina. Kehadiran mereka memperkuat posisi BRICS dalam wacana multipolarisasi tata dunia.
Pertemuan tersebut mendapat sorotan khusus karena digelar di tengah meningkatnya ketegangan dengan Presiden AS Donald Trump yang melancarkan tarif tinggi terhadap sejumlah negara. Brasil sendiri terkena beban tarif hingga 50 persen untuk sebagian besar komoditasnya.
Pada akhir Agustus lalu, Lula dalam rapat kabinet secara terbuka mengkritik sikap Washington. "Pemerintah AS bertindak seperti kaisar dunia. Trump mengancam negara mana pun," ujarnya.
Baca Juga: Israel Serang Qatar, Bom Permukiman dan Targetkan Pimpinan Hamas
Kritik tersebut mempertegas sikap Brasil untuk mempererat hubungan dengan China sebagai mitra strategis. Penasihat kebijakan luar negeri Lula, Celso Amorim, menambahkan bahwa dunia tidak bisa terus-menerus didominasi oleh kelompok negara maju G7. "Diperlukan BRICS yang kuat agar lahir keseimbangan global," katanya.
Menteri Luar Negeri India Subrahmanyam Jaishankar turut hadir dalam forum tersebut. Namun, karena perbedaan posisi tiap anggota dalam negosiasi perdagangan dengan AS, pertemuan kali ini tidak menghasilkan pernyataan bersama.
Selain KTT virtual, Beijing juga bersiap menggelar Forum Shangshan ke-12 pada 17–19 September. Forum yang dimotori Kementerian Pertahanan China sejak 2006 ini kerap disebut sebagai versi Beijing dari Dialog Shangri-La di Singapura. Tahun ini, lebih dari 100 negara akan berpartisipasi membahas tema "Menegakkan Tatanan Internasional dan Pembangunan Damai."
Kehadiran forum keamanan multilateral itu semakin menegaskan peran China dalam menggalang solidaritas anti-Barat, terutama di tengah meningkatnya rivalitas dengan AS.
(nng)