Dominasi Udara Indonesia Bisa Terancam Jika Malaysia Beli Su-57, Jet Rusia Itu Bakal Dipercanggih Hingga Kalahkan F-35 dan J-20 - Zona Jakarta
ZONAJAKARTA.COM - Proyeksi modernisasi udara Indonesia yang disebut-sebut bakal mendominasi ASEAN, mendapat ancaman serius dari Malaysia.
Rencana Malaysia mengakuisisi pesawat generasi kelima Rusia, Su-57 Felon, bisa membuat angkatan udara mereka mengalami lompatan tinggi.
Sebab, Sukhoi telah berencana memutakhirkan Su-57 Felon agar lebih menarik bagi pasar ekspor.
Modernisasi itu berupa integrasi drone pendamping atau loyal wingman yang variatif dan multifungsi.
Langkah Sukhoi tersebut dinilai bakal membawa Su-57 menjadi pesawat tempur generasi kelima terbaik dan paling mengerikan, mengalahkan dua saingan terberatnya, yakni F-35 (Amerika Serikat) dan J-20 (China).
Sementara, untuk platform pesawat generasi kelima, Indonesia akan mengandalkan produk buatn Turki, yakni KAAN yang belum diproduksi.
Sementara, Su-57 sudah memiliki pengalaman perang dan masih akan dipercanggih.
Indonesia sudah menandatangani perjanjian dengan Turkish Aerospace Industries (TAI) untuk mendatangkan 48 KAAN dalam 10 tahun ke depan.
Sementara, Malaysia memang sedang melakukan program Multi-Role Combat Aircraft (MRCA) guna memodernisasi pesawat-pesawat tempurnya yang sudah mulai menua.
Tanda-tanda Malaysia tertarik Su-57 sudah terlihat ketika negara itu menggelar pameran maritim dan udara LIMA 2025 pada Mei lalu.
Ajang itu dimanfaatkan lembaga ekspor-impor alutsista Rusia, Rosoboronexport, untuk menawarkan Su-57 kepada Malaysia.
Sebelumnya, para pejabat Angkatan Udara Malaysia (RMAF) sangat serius mengeksplor Su-57 saat mengikuti pameran dirgantara di China dan India.
Ini dinilai sebagai indikasi bahwa Malaysia sangat serius tertarik pada Su-57, apalagi negara itu sudah terbiasa dengan pesawat Rusia dan sampai sekarang masih mengoperasikan Su-30 yang makin menua.
Tanda-tanda ini diperkuat lagi setelah Raja Malaysia, Sultan Ibrahim Iskandar, marah saat pidato pada parade di Mersing yang memperingati HUT ke-60 Resimen Layanan Khusus Malaysia.


Sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Malaysia, Sultan Ibrahim mengkritik Kementerian Pertahanan yang sering membeli pesawat bekas, sehingga justru membahayakan negara.
Ia bahkan menyebut langkah seperti itu seperti membeli "peti mati terbang" yang akan mengirim para pilot pada ancam kematian.
Pada Juli 2025, akun Telegram, Militarist, mengungkapkan nama perantara yang sedang menegosiasikan akuisisi Su-57 oleh RMAF.
Menurut sumber Malaysia, Twentytwo13, negara itu sudah membuat rencana mengakuisisi pesawat multiperan generasi kelima, utamanya Su-57, sampai 2035.
Menurut Militarist, berdasarkan sumber penting di Malaysia, Raja Sultan Ibrahim telah mengutus Abdul Razak Baginda sebagai perantara untuk bernegoiasi dalam akuisisi Su-57.
Tak lama setelah itu, Kementerian Pertahanan Malaysia mengevaluasi kembali strategi modernisasi tempur udaranya.
Sebelumnya, Malaysia sudah intensif akan membeli 33 pesawat F/A-18 Hornet bekas Angkatan Udara Kuwait.
Namun, setelah pidato Raja Ibrahim, Kementerian Pertahanan Malaysia mempertimbangkan kembali rencana tersebut.
Bahkan, Malaysia kemungkinan membatalkan pembelian 3 pesawat F/A-18 Hornet bekas Kuwait, dengan alasan tak juga segera ada kejelasan.
Sebagai gantinya, Malaysia akan langsung melompat sekalian dengan rencana akuisisi jet tempur generasi kelima.
Pesawat generasi kelima yang sedan diincar dan dipertimbangkan itu dari Prancis, Amerika Serikat, atau Rusia.
Menteri Pertahanan Malaysia, Datuk Seri Mohamed Khaled Nordin menegaskan, tujuan pemerintah adalah memperbarui armada pesawat tempur RMAF sepenuhnya pada tahun 2040, dengan lompatan generasi ke platform siluman sebagai inti transformasi tersebut.
"Jet 5G, baik dari Prancis, Amerika Serikat, maupun Rusia, dapat dipertimbangkan, meskipun akan membutuhkan periode evaluasi yang panjang. Kami menargetkan untuk mengganti jet kami saat ini pada tahun 2040," jelas Datuk Seri Mohamed Khaled Nordin, saat mengakhiri debat tentang Rencana Malaysia ke-13.
Berbagai tanda-tanda itu semakin menguatkan bahwa Malaysia sangat serius mengakuisisi Su-57.


Ini yang akan memberi keuntungan besar Malaysia, karena Rusia juga sedang giat memutakhirkan Su-57.
Jika rencana Malaysia itu benar, maka negara tersebut bisa bersaing dengan Indonesia dan Singapura dalam merebut superioritas udara di ASEAN.
Seperti dilaporkan kantor berita Rusia, TASS, Biro Desain Sukhoi sedang mengembangkan persenjataan drone kolaboratif yang mematikan.
Rencana itu untuk melipatgandakan jangkauan dan daya mematikan Su-57 Felon, sehingga mendorong pesawat tempur siluman Rusia ini jauh melampaui jangkauan misi pesawat tempur siluman AS dan China (F-35 dan J-20).
Perangkat ini mencakup drone loyal-wingman yang beroperasi secara independen yang meluncur, lepas landas, dan mendarat secara otonom.
Unmanned Aerial Vehicle (UAV) ini merupakan drone internal-bay otonom yang dirancang untuk diluncurkan dari Su-57.
Drone itu mampu menyerang dan kembali secara otonom.
Selain itu, Su-57 juga akan dilengkapi drone serang sekali pakai yang dibawa dari luar yang dapat diarahkan ke target atau diluncurkan sebagai rudal jelajah.
Drone tempur yang dikembangkan Sukhoi untuk pertempuran kolaboratif didasarkan pada pengalaman tempur peer-to-peer.
Seperti dilaporkan TASS, Wakil Direktur Utama dan Direktur Pelaksana Sukhoi, Mikhail Strelets mengatakan, penerbangan taktis harus bertransisi dari sekumpulan pesawat berteknologi tinggi individual ke sistem penerbangan terintegrasi.
“Menanggulangi sistem pertahanan udara berlapis-lapis hanya dengan pesawat berawak telah menjadi sangat mahal. Oleh karena itu, fokusnya beralih ke jaringan kompleks fungsional, yang masing-masing dirancang untuk menangani target dan tugas spesifik," jelas Strelets.
“Saat ini, kami sedang mengerjakan sekitar delapan varian UAV yang berbeda,” tegasnya.
Pengetahuan tentang beberapa drone tempur yang sedang dikembangkan oleh Biro Desain Sukhoi sudah berada di ranah publik.
Drone-drone itu adalah, Pesawat Tempur Kolaboratif (CCA) S-70 Okhotnik dengan pengamatan rendah,
Drone otonom canggih S-71M "Monochrome" yang dirancang untuk dibawa secara internal oleh Su-57, dan
Drone serang varian S-71K yang dapat dibawa secara eksternal atau rudal jelajah.


Dengan mengintegrasikan drone-drone canggih tersebut, Su-57 bakal menjadi platform pesawat tempur generasi kelima paling mematikan.
Sebab itu, beberapa analis menilai, jika pemutakhiran itu selesai, maka Su-57 bakal mengalahkan kemampuan F-35 dan J-20.
Bagi Malaysia, ini keuntungan besar jika jadi mengakuisisi Su-57.
Sebab, mereka memiliki opsi pesawat tempur generasi kelima yang sangat canggih dan akan langsung meningkatkan superioritas udara mereka di ASEAN dan Laut China Selatan.
Bahkan, jika Malaysia jadi mengakuisisi Su-57 yang sudah dimutakhirkan, maka negara jiran itu menjadi ancaman serius untuk mengalahkan superioritas udara Indonsia yang sebelumnya disebut-sebut bakal dominan di ASEAN setelah mengakuisisi 42 Rafale dan berencana membeli 48 KAAN. ***