Mengintip Risiko Kucuran Dana Rp200 Triliun dari BI ke Perbankan - Sindonews
2 min read
Mengintip Risiko Kucuran Dana Rp200 Triliun dari BI ke Perbankan
Jum'at, 12 September 2025 - 20:43 WIB
Langkah Menkeu Purbaya menarik dana pemerintah yang mengendap Rp200 triliun di Bank Indonesia (BI), dinilai bisa menjadi suntikan besar bagi perekonomian nasional, namun dengan catatan dilakukan hati-hati. Foto/Dok
A
A
A
JAKARTA - Langkah Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menarik dana pemerintah yang mengendap sekitar Rp200 triliun di Bank Indonesia (BI) , dinilai bisa menjadi suntikan besar bagi perekonomian nasional.
Sekretaris Bidang Kebijakan Ekonomi DPP Partai Golkar, Abdul Rahman Farisi menilai, langkah tersebut bisa menjadi stimulus penting bagi perekonomian nasional. Namun Ia mengingatkan kebijakan itu harus tetap dilakukan dengan penuh kehati-hatian.
“Secara teoritik, bila pemerintah menarik dana dari Bank Indonesia lalu masuk ke sistem finansial melalui bank, maka jumlah uang beredar akan naik. Likuiditas meningkat, aggregate demand ikut terdorong. Ini sangat positif di tengah kondisi daya beli masyarakat yang masih rendah, sehingga bisa mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujar Abdul Rahman di Jakarta, Jumat (12/9/2025).
Baca Juga: 5 Bank BUMN Diguyur Rp200 Triliun, Segini Rincian Porsinya
Meski demikian, Ia menekankan perlunya sikap waspada dalam implementasi kebijakan tersebut. “Saya perlu mengingatkan perbankan agar tetap dalam koridor makro dan mikro prudensial. Bank harus selektif memilih badan usaha atau perorangan yang layak menerima pembiayaan. Ekspansi kredit memang penting, tetapi kalau tidak hati-hati justru bisa memunculkan risiko kenaikan NPL yang berbahaya bagi stabilitas perbankan,” tegas mantan dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin ini.
Selain itu, Abdul Rahman juga mengingatkan Komite Stabilitas Sektor Keuangan yang beranggotakan Kementerian Keuangan, BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk menyiapkan langkah mitigasi atas potensi inflasi.
“Peningkatan jumlah uang beredar bisa menimbulkan tekanan inflasi. Walaupun data menunjukkan inflasi di Indonesia lebih banyak dipicu oleh sisi aggregate supply ketimbang aggregate demand, kehati-hatian tetap diperlukan agar stabilitas ekonomi terjaga,” jelasnya.
Baca Juga: Prof Didin Sarankan Purbaya Terapkan Habibienomics, Apa Itu?
Ia menambahkan, momentum ini sebaiknya dimanfaatkan untuk mendorong ekspansi sektor produktif. “Investasi di bidang pertambangan, hilirisasi, pangan, serta industri pendukungnya membutuhkan pembiayaan besar. Dengan penempatan SAL ke perbankan, kapasitas pembiayaan akan meningkat dan mampu menopang ekspansi ekonomi produktif,” pungkasnya.
Sekretaris Bidang Kebijakan Ekonomi DPP Partai Golkar, Abdul Rahman Farisi menilai, langkah tersebut bisa menjadi stimulus penting bagi perekonomian nasional. Namun Ia mengingatkan kebijakan itu harus tetap dilakukan dengan penuh kehati-hatian.
“Secara teoritik, bila pemerintah menarik dana dari Bank Indonesia lalu masuk ke sistem finansial melalui bank, maka jumlah uang beredar akan naik. Likuiditas meningkat, aggregate demand ikut terdorong. Ini sangat positif di tengah kondisi daya beli masyarakat yang masih rendah, sehingga bisa mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujar Abdul Rahman di Jakarta, Jumat (12/9/2025).
Baca Juga: 5 Bank BUMN Diguyur Rp200 Triliun, Segini Rincian Porsinya
Meski demikian, Ia menekankan perlunya sikap waspada dalam implementasi kebijakan tersebut. “Saya perlu mengingatkan perbankan agar tetap dalam koridor makro dan mikro prudensial. Bank harus selektif memilih badan usaha atau perorangan yang layak menerima pembiayaan. Ekspansi kredit memang penting, tetapi kalau tidak hati-hati justru bisa memunculkan risiko kenaikan NPL yang berbahaya bagi stabilitas perbankan,” tegas mantan dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin ini.
Selain itu, Abdul Rahman juga mengingatkan Komite Stabilitas Sektor Keuangan yang beranggotakan Kementerian Keuangan, BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk menyiapkan langkah mitigasi atas potensi inflasi.
“Peningkatan jumlah uang beredar bisa menimbulkan tekanan inflasi. Walaupun data menunjukkan inflasi di Indonesia lebih banyak dipicu oleh sisi aggregate supply ketimbang aggregate demand, kehati-hatian tetap diperlukan agar stabilitas ekonomi terjaga,” jelasnya.
Baca Juga: Prof Didin Sarankan Purbaya Terapkan Habibienomics, Apa Itu?
Ia menambahkan, momentum ini sebaiknya dimanfaatkan untuk mendorong ekspansi sektor produktif. “Investasi di bidang pertambangan, hilirisasi, pangan, serta industri pendukungnya membutuhkan pembiayaan besar. Dengan penempatan SAL ke perbankan, kapasitas pembiayaan akan meningkat dan mampu menopang ekspansi ekonomi produktif,” pungkasnya.
(akr)