Sekjen PBB: Menolak Pengakuan Negara Palestina Adalah Hadiah Bagi Ekstremis di Mana pun -
Dunia Internasional, Konflik Timur Tengah,
Sekjen PBB: Menolak Pengakuan Negara Palestina Adalah Hadiah Bagi Ekstremis di Mana pun
JAKARTA - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) Antonio Guterres mengungkapkan telah terjadi kemajuan secara signifikan dalam penyelesaian perang yang dilakukan Israel di Gaza.
Guterres mengatakan konflik yang telah berlangsung puluhan tahun di Gaza telah mencapai titik yang "tak tertahankan secara moral, hukum, dan politik".
Di satu sisi, lanjut dia, korban tewas warga sipil Gaza terus meningkat dan Tepi Barat makin tidak stabil akibat perluasan permukiman ilegal Yahudi.
"Kami di sini, hari ini untuk membantu menavigasi satu-satunya jalan keluar dari mimpi buruk ini," kata Guterres dalam Konferensi Internasional Tingkat Tinggi (KTT) PBB untuk 'Penyelesaian Damai Masalah Palestina' di Aula Majelis Umum PBB, New York, Amerika Serikat (AS), Senin waktu setempat, dikutip dari AN.
Untuk itu, Guterres menekankan visi yang didukung PBB terkait solusi dua negara merdeka, berdaulat dan demokratis antara Palestina dan Israel hidup berdampingan secara damai di dalam perbatasan yang aman dan diakui berdasarkan garis sebelum 1967, dengan Yerusalem sebagai ibu kota bersama.
Guterres mengatakan, KTT PBB untuk 'Penyelesaian Damai Masalah Palestina' yang diinisiasi bersama oleh Prancis dan Arab Saudi ini menandai dorongan internasional paling terpadu dalam beberapa bulan terakhir untuk menghidupkan kembali momentum menuju perdamaian yang dinegosiasikan.
Guterres pun berterima kasih kepada Prancis dan Arab Saudi atas digelarnya pertemuan tersebut.
Lebih jauh, dia menegaskan kembali kekecewaannya bahwa delegasi Palestina secara tidak langsung dirintangi hadir dalam pertemuan di New York tersebut lantaran Pemerintah AS menolak visa delegasi Palestina di PBB.
Guterres kemudian mengutuk serangan Hamas terhadap Israel, termasuk pembalasan Israel melakukan operasi militer sejak Oktober 2023 ke Gaza yang telah menyebabkan 65.208 warga Palestina tewas per Sabtu 21 September 2025.
"Tidak ada yang dapat membenarkan hukuman kolektif terhadap rakyat Palestina atau segala bentuk pembersihan etnis," katanya.
Dia juga mengecam pembunuhan warga sipil dan pekerja kemanusiaan yang terus terjadi dalam operasi militer Israel di Gaza, termasuk kebijakan Pemerintah Israel mengekang pemberian bantuan untuk pengungsi Gaza sehingga menyebabkan kelaparan akut hingga malnutrisi melanda balita.
"Semua itu harus dihentikan," tegas Guterres.
Guterres lantas menyorot perluasan permukiman Yahudi dengan dukungan penuh Israel yang berkelanjutan, menyebabkan kekerasan warga asli Palestina dan aneksasi de facto Tepi Barat menimbulkan "ancaman eksistensial" bagi kemungkinan terwujudnya solusi dua negara.
"Kenegaraan bagi Palestina adalah hak, bukan hadiah," ujarnya.
"Menolak kenegaraan akan menjadi hadiah bagi para ekstremis di mana pun," sambung Guterres.
Ia menambahkan: "Konferensi ini harus menjadi katalisator. Konferensi ini harus memacu kemajuan yang tak terelakkan menuju pengakhiran pendudukan ilegal dan mewujudkan aspirasi bersama kita untuk solusi dua negara yang layak."
"Tanpa dua negara, tidak akan ada perdamaian di Timur Tengah dan radikalisme akan menyebar ke seluruh dunia," ujar Guterres.
KTT PBB untuk 'Penyelesaian Damai Masalah Palestina' ini berlangsung di tengah meningkatnya kekhawatiran internasional atas krisis kemanusiaan di Gaza, di mana puluhan ribu warga sipil Palestina telah dibunuh oleh Israel, yang kebanyakan dari korban tewas adalah perempuan dan anak-anak.