Xi Jinping dan Putin Hadiri KTT Virtual BRICS Bahas Tarif Trump, Modi Absen - Sindonewz
4 min read
Dunia Internasional,
Xi Jinping dan Putin Hadiri KTT Virtual BRICS Bahas Tarif Trump, Modi Absen
Presiden China Xi Jinping menghadiri KTT BRICS secara virtual dan menyampaikan pidato penting di Beijing pada 8 September 2025. FOTO/Xinhua
A
A
A
NEW DELHI - Perdana Menteri India Narendra Modi tidak menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) virtual BRICS yang dijadwalkan pada 8 September 2025. KTT ini membahas multilateralisme dan dampak kebijakan tarif yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Ketidakhadiran Modi menjadi sorotan, terutama setelah gambar-gambar dirinya yang akrab dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden China Xi Jinping tersebar luas di publik.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri India, Randhir Jaiswal, mengonfirmasi partisipasi menteri luar negeri sebagai perwakilan India. "Pertemuan virtual ini diadakan pada 8 September. Dari pihak kami, menteri luar negeri yang akan berpartisipasi," ujar Jaiswal dalam konferensi pers mingguan, dikutip dari The Wire, Selasa (8/9).
Baca Juga: 2 Negara Tetangga Indonesia Ajukan Keanggotaan BRICS Pekan Ini, Siapa Mereka?
KTT ini seharusnya menjadi pertemuan tingkat pemimpin negara. Absennya Modi pada pertemuan virtual tersebut menimbulkan pertanyaan besar, karena sebelumnya ia terlihat dalam momen akrab bersama Xi dan Putin dalam KTT Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO) sepekan sebelumnya.
Momen keakraban tersebut sempat dianggap sebagai sinyal menguatnya hubungan India dengan China dan Rusia di tengah kebijakan proteksionisme Trump yang memicu ketegangan perdagangan global.
Menurut sumber dari New Delhi, ketidakhadiran Modi merupakan bagian dari upaya "balancing act" atau tindakan penyeimbangan politik luar negeri India. Langkah ini dinilai strategis, terutama setelah partisipasi Modi dalam KTT SCO mendapatkan sorotan. New Delhi berupaya menjaga keseimbangan hubungan, baik dengan Amerika Serikat maupun dengan blok BRICS.
Pemerintahan Trump telah mengenakan tarif impor sebesar 50% terhadap produk India. Angka ini terdiri dari 25% tarif resiprokal dan 25% sisanya merupakan sanksi tambahan karena India membeli minyak dari Rusia. India menganggap tarif tambahan untuk impor minyak tersebut tidak adil, berargumen bahwa New Delhi telah "diperlakukan tidak adil" sementara Tiongkok, Amerika Serikat, dan negara-negara Eropa lainnya masih terus berdagang dengan Moskow.
KTT virtual BRICS kali ini diprakarsai oleh Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva. Tujuan utamanya adalah untuk mendiskusikan kebijakan tarif Trump. Namun, pejabat Brasil menekankan bahwa Lula ingin diskusi tersebut diperluas, tidak hanya membahas tarif, tetapi juga membangun konsensus di antara negara-negara ekonomi berkembang utama dalam blok BRICS untuk mendukung multilateralisme. Meskipun demikian, mereka menegaskan Brasil tidak ingin pertemuan ini menjadi platform yang secara eksplisit anti-Amerika Serikat.
Baca Juga: Apakah Keinginan Presiden Xi Jinping dan Putin Hidup hingga 150 Tahun Bisa Terwujud?
Brasil sedang menghadapi ketegangan serupa dengan Washington. Pada Juli lalu, Trump mengancam akan menaikkan tarif terhadap Brasil jika Mahkamah Agung negara tersebut tidak menghentikan persidangan mantan Presiden Jair Bolsonaro terkait tuduhan kudeta. Saat ini, Brasil dikenakan tarif 50%, meskipun AS memberikan pengecualian untuk beberapa komoditas seperti pesawat terbang dan jus jeruk.
Menurut laporan Bloomberg yang mengutip pejabat Brasil yang tidak disebutkan namanya, perbedaan rezim tarif yang dikenakan pada masing-masing anggota BRICS telah mempersulit kelompok tersebut untuk mengoordinasikan respons bersama. Kedekatan Modi dengan Trump dianggap sebagai hambatan dalam mengambil sikap yang lebih tegas terhadap tarif pada KTT sebelumnya di bulan Juli.
Di Washington, reaksi Trump terhadap KTT SCO sangat cepat dan lugas. Ia mengunggah di media sosialnya, Truth Social, bahwa "India membeli sebagian besar minyak dan produk militernya dari Rusia, sangat sedikit dari AS," menggemakan keluhannya yang sudah lama tentang defisit perdagangan India-AS.
Kritik ini meningkat pada Jumat, di mana ia menyatakan AS telah "kehilangan India dan Rusia ke China yang paling gelap dan paling dalam" dan mendoakan mereka "masa depan yang panjang dan sejahtera bersama."
Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, memperkuat pesan tersebut dalam wawancara dengan Bloomberg Television. Ia secara langsung mengkritik keanggotaan India di BRICS. "India belum mau membuka pasarnya, berhenti membeli minyak Rusia, dan berhenti menjadi bagian dari BRICS," katanya, menambahkan, "Jika itu yang Anda inginkan, silakan saja."
Presiden Trump berulang kali menargetkan BRICS dalam retorikanya. Pada Juli, ia memperingatkan bahwa negara mana pun yang bersekutu dengan kebijakan "anti-Amerika" dari blok tersebut akan menghadapi tarif tambahan sebesar 10%. Bulan lalu, ia menyebut BRICS sebagai "kelompok kecil" yang bertekad melemahkan dolar AS, mengancam lebih banyak sanksi jika anggotanya melanjutkan upaya untuk berdagang dalam mata uang lokal. India sendiri telah secara konsisten menyatakan bahwa dedolarisasi bukanlah bagian dari agendanya.
Ketidakhadiran Modi menjadi sorotan, terutama setelah gambar-gambar dirinya yang akrab dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden China Xi Jinping tersebar luas di publik.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri India, Randhir Jaiswal, mengonfirmasi partisipasi menteri luar negeri sebagai perwakilan India. "Pertemuan virtual ini diadakan pada 8 September. Dari pihak kami, menteri luar negeri yang akan berpartisipasi," ujar Jaiswal dalam konferensi pers mingguan, dikutip dari The Wire, Selasa (8/9).
Baca Juga: 2 Negara Tetangga Indonesia Ajukan Keanggotaan BRICS Pekan Ini, Siapa Mereka?
KTT ini seharusnya menjadi pertemuan tingkat pemimpin negara. Absennya Modi pada pertemuan virtual tersebut menimbulkan pertanyaan besar, karena sebelumnya ia terlihat dalam momen akrab bersama Xi dan Putin dalam KTT Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO) sepekan sebelumnya.
Momen keakraban tersebut sempat dianggap sebagai sinyal menguatnya hubungan India dengan China dan Rusia di tengah kebijakan proteksionisme Trump yang memicu ketegangan perdagangan global.
Menurut sumber dari New Delhi, ketidakhadiran Modi merupakan bagian dari upaya "balancing act" atau tindakan penyeimbangan politik luar negeri India. Langkah ini dinilai strategis, terutama setelah partisipasi Modi dalam KTT SCO mendapatkan sorotan. New Delhi berupaya menjaga keseimbangan hubungan, baik dengan Amerika Serikat maupun dengan blok BRICS.
Pemerintahan Trump telah mengenakan tarif impor sebesar 50% terhadap produk India. Angka ini terdiri dari 25% tarif resiprokal dan 25% sisanya merupakan sanksi tambahan karena India membeli minyak dari Rusia. India menganggap tarif tambahan untuk impor minyak tersebut tidak adil, berargumen bahwa New Delhi telah "diperlakukan tidak adil" sementara Tiongkok, Amerika Serikat, dan negara-negara Eropa lainnya masih terus berdagang dengan Moskow.
KTT virtual BRICS kali ini diprakarsai oleh Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva. Tujuan utamanya adalah untuk mendiskusikan kebijakan tarif Trump. Namun, pejabat Brasil menekankan bahwa Lula ingin diskusi tersebut diperluas, tidak hanya membahas tarif, tetapi juga membangun konsensus di antara negara-negara ekonomi berkembang utama dalam blok BRICS untuk mendukung multilateralisme. Meskipun demikian, mereka menegaskan Brasil tidak ingin pertemuan ini menjadi platform yang secara eksplisit anti-Amerika Serikat.
Baca Juga: Apakah Keinginan Presiden Xi Jinping dan Putin Hidup hingga 150 Tahun Bisa Terwujud?
Brasil sedang menghadapi ketegangan serupa dengan Washington. Pada Juli lalu, Trump mengancam akan menaikkan tarif terhadap Brasil jika Mahkamah Agung negara tersebut tidak menghentikan persidangan mantan Presiden Jair Bolsonaro terkait tuduhan kudeta. Saat ini, Brasil dikenakan tarif 50%, meskipun AS memberikan pengecualian untuk beberapa komoditas seperti pesawat terbang dan jus jeruk.
Menurut laporan Bloomberg yang mengutip pejabat Brasil yang tidak disebutkan namanya, perbedaan rezim tarif yang dikenakan pada masing-masing anggota BRICS telah mempersulit kelompok tersebut untuk mengoordinasikan respons bersama. Kedekatan Modi dengan Trump dianggap sebagai hambatan dalam mengambil sikap yang lebih tegas terhadap tarif pada KTT sebelumnya di bulan Juli.
Di Washington, reaksi Trump terhadap KTT SCO sangat cepat dan lugas. Ia mengunggah di media sosialnya, Truth Social, bahwa "India membeli sebagian besar minyak dan produk militernya dari Rusia, sangat sedikit dari AS," menggemakan keluhannya yang sudah lama tentang defisit perdagangan India-AS.
Kritik ini meningkat pada Jumat, di mana ia menyatakan AS telah "kehilangan India dan Rusia ke China yang paling gelap dan paling dalam" dan mendoakan mereka "masa depan yang panjang dan sejahtera bersama."
Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, memperkuat pesan tersebut dalam wawancara dengan Bloomberg Television. Ia secara langsung mengkritik keanggotaan India di BRICS. "India belum mau membuka pasarnya, berhenti membeli minyak Rusia, dan berhenti menjadi bagian dari BRICS," katanya, menambahkan, "Jika itu yang Anda inginkan, silakan saja."
Presiden Trump berulang kali menargetkan BRICS dalam retorikanya. Pada Juli, ia memperingatkan bahwa negara mana pun yang bersekutu dengan kebijakan "anti-Amerika" dari blok tersebut akan menghadapi tarif tambahan sebesar 10%. Bulan lalu, ia menyebut BRICS sebagai "kelompok kecil" yang bertekad melemahkan dolar AS, mengancam lebih banyak sanksi jika anggotanya melanjutkan upaya untuk berdagang dalam mata uang lokal. India sendiri telah secara konsisten menyatakan bahwa dedolarisasi bukanlah bagian dari agendanya.
(nng)