Beda dari Gubernur Banten, Dedi Mulyadi Ancam Tutup Sekolah Bila Orangtua Nekat Kriminalisasi Guru - Tribunjakarta
Beda dari Gubernur Banten, Dedi Mulyadi Ancam Tutup Sekolah Bila Orangtua Nekat Kriminalisasi Guru - Tribunjakarta.com

Keputusan ini diambil setelah Dini menampar siswa kelas XII bernama Indra Lutfiana Putra (17) karena kedapatan merokok di lingkungan sekolah.
"Akan segera dinonaktifkan," ujar Andra kepada wartawan di Pendopo Gubernur Banten, Serang, Selasa (14/10/2025).
Karena keputusan tersebut, akun instagram milik Andra Soni, dan Wakil Gubernur Banten, Dimyati Natakusumah, dibanjiri komentar warganet.
Dalam akun Instagram Andra Soni, netizen menumpahkan kritiknya.
"Sebagai warga Banten, saya justru ingin menonaktifkan Bapak sendiri sebagai Gubernur, bukan Kepala SMAN 1 Cimarga. Karena yang seharusnya dievaluasi bukan hanya individu, tapi pimpinan yang gagal menjaga arah dan wibawa pendidikan di Banten secara menyeluruh," tulis komentar akun Instagram @deaargooddd.
"Kasus di SMAN 1 Cimarga itu hanyalah satu dari sekian banyak potret buram dunia pendidikan kita. Kekerasan di sekolah tidak muncul tiba-tiba, itu lahir dari sistem yang abai, pengawasan yang lemah, dan pemimpin yang hanya bergerak kalau sudah viral," lanjutnya dikutip dari TribunBanten.com.
Namun pada Rabu (15/10/2025), Andra kembali mengaktifkan Dini Fitri sebagai Kepala SMAN 1 Cimarga.
Beda dengan Gubernur Jawa Barat
Pada Juli 2025, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi pernah membahas soal kriminalisasi guru.
Video yang merekam momen tersebut kini viral kembali di media sosial, setelah kepala sekolah yang menampar siswa merokok dinonaktifkan dan dilaporkan ke polisi oleh orangtua korban.
Kala itu Dedi Mulyadi menyebut akan menindak tegas orangtua yang terlalu ikut campur dalam proses pendislipinan siswa di sekolah.
Menurut Dedi Mulyadi jika orangtua tidak bersedia anaknya dihukum guru apabila berbuat kesalahan, sebaiknya anaknya tidak usah bersekolah dan dididik secara mandiri.
"Hari ini orangtua takluk pada anaknya, kemudian anaknya juga tidak bisa dihukum oleh gurunya di sekolah, karena gurunya takut dikriminalisasi," ucap Dedi Mulyadi dikutip TribunJakarta.com dari Instagram, pada Kamis (16/10/2025).
"Ini masalah. Dan saya ke depannya akan tegas, kalau orangtua mencampuri sistem pendidikannya di sekolah, dia ngatur gurunya, dia ngatur kepala sekolahnya, dia mengintervensi, makan akan saya putuskan anak itu tidak bisa sekolah dimanapun,"
"Silahkan didik oleh orangtuanya," imbuhnya.
Dedi Mulyadi lalu bercerita pernah menutup sebuah sekolah, karena guru di sana dipersekusi oleh warga lantaran memberikan sanksi kepada muridnya.
"Saya pernah menutup sebuah sekolah, karena ada anak oleh gurunya dikasih sanksi, sekampung menyerang gurunya," kata Dedi Mulyadi.
"Saya ancam kampung itu, saya akan tutup sekolah ini dan saya tidak peduli di sini tidak ada sekolah, kalau sikap mental orangtuanya tidak berubah. Ini penting!" imbuhnya.
Ia kemudian mengingatkan orangtua untuk bersikap tegas kepada anak, dan tidak selalu memanjakannya apalagi jika mereka berbuat salah.
"Anak kita ada saatnya disayangi, ada saatnya dicium, tapi ada saatnya juga kita pelototin, ada saatnya tidak bisa dipeluk selamanya, tidak bisa dimanja selamanya, ada saatnya," ujar Dedi Mulyadi.
Lalu pada Kamis (16/10/2025), Dedi Mulyadi menyinggung saat seorang anak diberikan hukuman oleh guru karena kenakalannya di sekolah, guru tersebut memberikan hukuman dalam batas kewajaran.
"Maka kita harus menerimanya ketika pulang sekolah ketika anak kita mendapatkan hukuman dari gurunya, kita harus beri hukuman lagi agar anak kita merasa bahwa dirinya melakukan tindakan yang salah," kata Dedi Mulyadi dikutip dari akun instagram pribadinya.
"Bukan sebaliknya kita melakukan pembelaan karena kalau kita melakukan pembelaan dan kita menyalahkan gurunya maka anak itu sudah merasa anak itu boleh melakukan tindakan apapun termasuk tindakan yang melanggar, karena orangtua melindungi," sambung politikus Gerindra itu.
Selain itu, Dedi menyebutkan hal tersebut untuk membangun hubungan guru dan orangtua siswa agar hubungannya konstruktif.
Ia lalu menyinggung bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Barat membuat kebijakan agar orangtua yang menyerahkan anaknya ke sekolah untuk menandatangi surat pernyataan.
Surat itu berisi bahwa tidak akan mempidanakan guru yang memberikan hukuman pada anaknya dengan tujuan memberikan pendidikan.
Kemudian, penyelesaian itu dilakukan di sekolah tanpa membawa ke ranah hukum.
"Ini adalah bagian dari membangun kesetaraan serta ikatan hubungan yang kuat guru dengan orangtua siswa," katanya.
Ia pun berharap agar semua pihak bisa bersama-sama menjaga iklim pendidikan untuk menyiapkan generasi yang kuat.
Kemudian, Dedi juga berharap guru terlindungi dari bentuk intimidasi dan kriminalisasi
Sedangkan, siswa juga terlindungi dari berbagai bentuk godaan.
"Yang membuatnya keluar dari sistem kehidupan yang semestinya dia jalani sebagai anak remaja. Mendidik anak kewajiban kita semua, di sekolah kewajiban guru, di rumah kewajiban orangtuanya," imbuhnya.
Dalam video yang diunggah itu, Dedi juga menuliskan pesan kepada orangtua dan wali murid.
"Ketika kita menyerahkan anak kepada sekolah, maka tanggung jawab pola asuh ada di pihak sekolah. Kata orang Sunda, tidak boleh "ipis ceuli" atau tipis telinga atas laporan anak kita," imbuhnya.
Kini Saling Memaafkan
Dini Fitria dan Indra sepakat saling memaafkan.
Keduanya dipertemukan oleh Gubernur Banten, Andra Soni, di ruang kerjanya pada Rabu (15/10/2025).
Dini mengatakan, tindakannya menegur siswa yang merokok di sekolah dilakukan sebagai bentuk kasih sayang dan tanggung jawab moral seorang guru.
“Tidak ada guru ingin menganiaya muridnya. Bahwa hari itu terjadi begitu saja, refleks, dan sebagaimana pun seorang guru kepada muridnya itu adalah bentuk kasih sayangnya,” kata Dini kepada wartawan di Serang, Rabu (15/10/2025).
Dini menjelaskan, guru hanya dapat membina dan mengawasi siswa di sekolah mulai pukul 07.00 hingga 15.30 WIB, selebihnya menjadi tanggung jawab orangtua di rumah.
“Maka apa pun yang saya lihat itu adalah bentuk penyimpangan, saya harus ikut menegur,” ujarnya.
Dini mengakui ada kekhilafan dalam insiden tersebut.
“Hanya saja mungkin diwarnai dengan kekhilafan saja. Saya akui dan itu ibu minta maaf,” kata Dini sambil menatap siswanya yang duduk di sebelahnya.
Siswa tersebut kemudian membalas dengan permintaan maaf karena telah melanggar aturan sekolah.
“Maafin juga Bu. Saya sebenarnya salah merokok di sekolah, dan saya minta maaf ke Bu Dini,” ucap siswa itu.
Pertemuan antara keduanya menjadi akhir dari polemik yang sempat mencuat dan menuai perhatian publik di Banten.