Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Bintang Kejora Featured Israel Istimewa OPM Spesial

    Bintang Daud, Bintang Kejora, dan Klaim OPM Didukung Israel |Republika Online

    14 min read

     

    Bintang Daud, Bintang Kejora, dan Klaim OPM Didukung Israel |Republika Online

    Dukungan politik terhadap Israel di Papua berkelindan dengan sentimen agama.


    Foto: Dok TPNPB

    Oleh Fitriyan Zamzami

    REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK – Dari Catalunya sampai Irlandia, perlawanan Palestina terhadap Israel menyatukan semangat kelompok-kelompok antipenjajahan. Namun di Papua lain hal, kelompok separatis justru melayangkan dukungan dan mendaku didukung Israel. Bagaimana bisa begitu?

    Baca Juga

    Untuk seseorang yang tinggal nun di pedalaman Papua, berita-berita soal agresi Israel ke Palestina seperti tak lepas dari pengamatan Sebby Sambom. “Jabatannya” sebagai juru bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB-OPM) tak membuat isi kepalanya soal konflik dengan TNI semata. 

    Saat Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berpidato di Majelis Umum PBB, ia menyimak dengan khidmat. Perdana “Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa ‘Jerusalem adalah kota kami, dan disini hanya ada satu negara’. Dan tidak akan ada negara Palestina, karena Jerusalem hanya satu yaitu kota Daud,” tulisnya kepada Republika mengomentari pidato tersebut.

    Ia menekankan, dukungan terhadap Israel ini semata mencerminkan sentimen di Papua. “Bukan OPM yang dukung Israel, tetapi 99 persen warga Papua mendukung Israel,” kata dia ketika ditanyai soal ini.

    Dukungan tersebut terkesan janggal di permukaan. Awan diketahui, gerakan-gerakan pembebasan sedunia berdiri di belakang Palestina yang hingga saat ini masih mengejar kemerdekaan.

    “Orang-orang seperti Nelson Mandela, Che Guevara, ini hanya mimpi-mimpi saja, ilusi kosong,” kata Sebby menanggapi para tokoh revolusioner yang mendukung Palestina.

    Keterangan Juru Bicara TPNPB OPM Sebby Sambom soal dukungan kepada Israel.

    Ia juga mendaku, dukungan ini belakangan tak lagi bertepuk sebelah tangan.”Orang Yahudi Israel di Amerika berjanji bahwa mereka akan lobi Pemerintah Amerika Dan juga Pemerintah Israel, karena selama ini Indonesia menuduh Israel lakukan genosida di Gaza, namun justru Indonesia sendiri yang sebenarnya penjahat kemanusiaan di Papua,” ujarnya.

    Sebby mengungkapkan, sejumlah perwakilan Papua diundang ke New York, Amerika Serikat pada awal Oktober lalu. Di antara yang diundang adalah Pendeta Marthen Su yang merupakan presiden International Sion Kids Movement (ISKM), kemudian aktivis Marthen Goo, penginjil Nebon Pahabol, serta perwakilan TPNPB John Anari.

    “Mereka bertemu dengan komunitas Yahudi Amerika pada 5 Oktober 2025,” kata Sebby kepada Republika, Kamis. Mereka kemudian berdoa dan berpuasa bersama sebelum mengikuti pawai mengecam serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023.

    Delegasi Papua juga diundang untuk menghadiri kebaktian doa bersama dengan orang-orang Yahudi Amerika di makam rabi terkenal Ohel Chabad Lubavitch, di New York, Amerika Serikat. Dalam kesempatan tersebut, Sebby mengeklaim, rabi Yahudi Amerika mengirimkan pesan video kepada TPNPB pada 8 Oktober 2025.

    Keterangan Juru Bicara TPNPB-OPM soal dukungan terhadap Israel, Jumat (10/10/2025).

    “Dalam pesannya, Rabi Yahudi Israel dari Amerika menyampaikan bahwa seluruh pejuang Papua harus bersatu dengan rakyat dan menentang pendudukan ilegal militer Indonesia di Papua,” kata Sebby.

    Ia mengeklaim rakyat Israel mengetahui pendudukan Indonesia di Papua Barat. “Israel berjanji akan berdiri bersama rakyat Papua untuk mengusir Indonesia dan mengembalikan hak kemerdekaan rakyat Papua yang direbut pada 1 Desember 1961 oleh teroris Islam radikal Indonesia,” kata Sebby.

    Halaman 2 / 5

    Terlepas dari klaim tersebut, awal oktober ini beredar video perayaan hari raya Yahudi Sukkot alias Pondok Daun yang menyerukan ziarah ke Yerusalem oleh kelompok Beth Am Messiah di Amerika Serikat yang dihadiri delegasi Papua. Video tersebut dilansir kelompok Beth Am Messiah, menggambarkan acara Messiah di Amerika Serikat. Kelompok ini dalam situs resminya mendaku sebagai kelompok Yahudi yang mengakui Yesus Kristus sebagai juru selamat.

    Namun, jemaat Yahudi Amerika ini juga memiliki Komite Advokasi Yahudi dan Israel (JIAC) yang bekerja untuk mendukung Negara Israel dan melawan sentimen anti-Israel. JIAC mendidik anggotanya tentang antisemitisme, anti-Zionisme, dan peristiwa yang berdampak pada keamanan Israel, dan mendorong tindakan. Jemaat ini didirikan pada tahun 1966 oleh mendiang Rabbi Morris Hershman dan bersifat non-Mesianik, bukan Kristen. 

    Dalam acara yang disiarkan pada awal Oktober ini, pemandu utama adalah Rabi Aharon Mendez, pimpinan Beth Am Messiah, seorang Yahudi Sephardi yang lahir di Corpus Christi, Texas. Marthen Su, Marthen Goo, dan Nebon Pahabol hadir dalam acara itu.

    Dalam video di acara perayaan Sukot, Rabi Aharon mengundang Marthen Su untuk maju memberikan sambutan sembari mengibarkan bendera Bintang Kejora, kemudian bendera Papua Nugini. 

    Acara perayaan Sukkot oleh kelompok Beth Am Messiah yang dihadiri tokoh dari Papua di Amerika Serikat pada Oktober 2025.

    “Ini Pastor Marthen. Dia memiliki kongregasi terbesar di West Papua,” penerjemah memperkenalkan Marthen Su. “Dan mereka datang ke sini untuk mendukung Israel di UN,” ia melanjutkan. 

    Mengawali pidato, Pendeta Marthen Su bersaksi soal kisahnya mula-mula menjadi penganut “Kristen Zionis”.  “19 tahun lalu, Tuhan mengubah doktrin saya tentang Kristianitas di Jerusalem ketika saya berdoa di tembok ratapan,” ujarnya. Ia mendaku mendapat pencerahan bahwa keselamatan akan datang dari Zion.

    “Saya pulang ke Papua, saya membakar semua buku yang adalah Replacement Theology dan saya berhenti berkhutbah,” kata dia. Teologi Penggantian yang diajarkan di gereja-gereja Kristen tradisional soal status umat Kristiani yang telah menggantikan Bani Israil sebagai umat pilihan Tuhan. 

    Sejak kunjungan ke Yerusalem itu, Marthen Su menolak teologi ini. “Saya memiliki 15 anak yang bergabung, dan kami mulai berdoa untuk Israel,” kata dia. “Dan menjadi setia dan berdiri dengan Israel. Kemudian membawa pemulihan ke negeriku, Papua Barat.”

    photo
    Petugas penyelamat dan pasukan keamanan bekerja di lokasi serangan rudal langsung yang diluncurkan dari Iran di Tel Aviv, Israel, pada Ahad, 22 Juni 2025. - (AP Photo/Oded Balilty)

    Kelompoknya bersama 15 anak itu, Marthen Su mendaku, telah berkembang menjadi jemaat beranggotakan 8.000 orang di seluruh pulau Papua. Sejumlah pihak di Papua mengeklaim sikap ini adalah sikap relijius, bukan politik. 

    Namun, pidato Marthen Su mengindikasikan sebaliknya. Ia menceritakan, pada 2005 mendengar “saudaraku Perdana Menteri Benjamin Netanyahu berkata, kami takut proyek nuklir di Iran. Tolong berdoa supaya nuklir ini hancur.”

    "Dan saya pulang ke Papua tahun 2005 dan mulai tulis 50 pokok doa tentang Israel. Dan kami mulai berdoa dari 2005 sampai 2025, tanggal 22 Juni. Dan kami mendengar, kita berdoa, Tuhan pakai Amerika dan Israel untuk menghancurkan nuklir itu,” ia melanjutkan.

    “Saya berteriak di Papua selama 19 tahun. Untuk 266 suku di Papua untuk berdiri dengan Israel. Dengan satu kalimat. ‘Dunia membenci Israel, tapi West Papua akan berdiri dengan Israel sampai Jesus kembali.”

    Penyambutan delegasi Papua oleh kelompok Beth Am Messiah di Amerika Serikat pada Oktober 2025.

    Hal ini ia ulangi dalam video acara selanjutnya yang dilansir Beth Am Messiah. “Dan pemerintahan Indonesia menyediakan untuk Palestina. Indonesia menyediakan untuk Hamas. Dan Papua menyediakan Israel.” 

    Bukan kebetulan kiranya, gerakan Sion Kids selalu mengadakan festival pada 14 Mei, tanggal berdirinya negara Israel. Republika mencoba menghubungi Pendeta Marthen Su, namun belum mendapatkan balasan hingga berita ini dilansir. 

    Namun, dalam berbagai kesempatan, ia selalu menekankan bahwa gerakannya relijius, bukan politis. “Kerja-kerja politik secara kenegaraan secara bangsa hubungan luar negeri dengan Palestina kita hormati itu, tetapi dalam kebangkitan Papua untuk Israel itu bukan hubungan agama dan negara, itu panggilan iman yang terdalam dari negeri ini,” ujarnya di Jayapura pada Mei 2025 lalu.

    00:00

    Halaman 3 / 5

    Pendeta Kristen Protestan dari Gereja Kristen Injili Tanah Papua, Ronald Rischard Tapilatu menerangkan di Papua memang tersebar gereja-gereja Zion dari denominasi Protestan. Mereka kerap melakukan perayaan besar-besaran setia tahunnya yang diikuti banyak orang. Bendera Israel banyak berkibar di acara-acara tersebut. Acara-acara tersebut tak pernah diganggu gugat aparat keamanan baik dari kepolisian maupun tentara.

    “Di Pegunungan Papua juga ada komunitas gereja-gereja Zion mereka bikin perayaan besar, konvoi, tidak ada tentara polisi larang karena itu acara keagamaan,” ujar kepala Biro Papua Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) itu kepada Republika, beberapa waktu lalu.

    Menurut Pendeta Ronald, komunitas gereja-gereja Zion ini bertumbuh pesat di Indonesia Timur, utamanya di Sulawesi Utara dan Papua. “Mereka punya gereja sendiri. Dukungannya ada dari Amerika dan Israel. Komunitasnya bertumbuh dan mereka punya jejaring sendiri,” kata dia. “Saya tidak tahu persis apakah mereka punya program ke Yerusalem.”

    Bagaimanapun, menurut Pendeta Ronald, yang mereka dukung belum tentu negara Israel. “Yang harus dipahami bukan Israel yang sedang bunuh-bunuh orang yang mereka rayakan, tapi Israel kuno yang secara geneologis berkesinambungan dengan bangsa Yahudi,” ia mengeklaim.

    photo
    Aktifitas warga di depan rumah dengan logo Israel atau Bintang Daud di Tolikara, Papua, Jumat (24/7). Menurut warga setempat, Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) mengenakan sanksi denda Rp 500 ribu bagi warga Tolikara jika tidak mengecat kediamannya dengan bendera Israel. - (Republika/Raisan Al Farisi)

    “Jadi ketika mereka bicara soal Zion, Yerusalem, dan israel, ini pikirannya tentang Israel kuno, bukan negara yang sekarang. Kerajaan-kerajaan lama Israel. Sama saat orang puja persia tak ada hubungan dengan Iran.”

    Ia tak menyangkal, kemungkinan ada keyakinan di sebagian umat Kristiani bahwa kedatangan kedua Yesus Kristus dikaitkan dengan pulihnya kerajaan Yahudi di wilayah  Palestina. 

    Ia pribadi, sesuai pemahaman denominasinya, tak meyakini hal tersebut. “Tidak ada pemahaman di dalam Injil bahwa kedatangan Yesus bakal dimulai pendirian negara Israel. Tidak ada pemahaman begitu kalau saya.”

    Halaman 4 / 5

    Protokol Sudan Selatan

    Israel sejauh ini tak pernah buka suara soal kondisi di Papua. Meski begitu, negara Zionis itu punya sejarah mendukung separatisme. Salah satunya, di Sudan Selatan. Wilayah itu dulu merupakan kantong umat Kristen di negara mayoritas Muslim, yakni Sudan.

    Menurut pengacara dan aktivis Israel, Eitay Mack, keterlibatan Israel saat ini di Sudan Selatan “luar biasa” dalam sejarah ekspor militernya. "Ini jauh melampaui keserakahan. Israel saat ini sedang berjuang demi kelangsungan proyek yang telah banyak mereka investasikan selama bertahun-tahun," ujarnya dilansir Palestine Chronicle. 

    Meskipun Sudan Selatan baru berusia kurang dari satu dekade, hubungan persahabatannya dengan Israel dimulai pada tahun 1960-an, ketika Mossad pertama kali memberikan dukungan militer kepada pemberontak Sudan selatan yang berjuang untuk kemerdekaan, kata Yotam Gidron. Mossad bahkan memproduksi materi propaganda atas nama kelompok pemberontak Sudan selatan, Anya-Nya, antara tahun 1969 dan 1971.

    Dilansir +972 Magazine, sejak tahun 1960-an Israel melancarkan perang rahasia di Sudan Selatan dengan mendukung perjuangan pemberontak untuk melepaskan diri dari Khartoum. Dukungan Israel tidak mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan atau solidaritasnya terhadap perjuangan kebebasan yang adil dan sah, melainkan merupakan hasil dari berbagai kepentingan strategis di kawasan. 

    photo
    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (kanan) bertemu dengan Presiden Sudan Selatan Salva Kiir di sela-sela Sidang Umum PBB di New York, 20 September 2023. - (Avi Ohayon/GPO)

    Pada 2011, referendum diadakan di Sudan Selatan menyusul tekanan besar-besaran dari komunitas internasional. Sembilan puluh sembilan persen penduduk memilih untuk memisahkan diri dari Khartoum, dan pada tanggal 9 Juli di tahun yang sama Sudan Selatan menjadi negara merdeka.

    Negara Israel adalah salah satu negara pertama yang mengakui negara baru tersebut, dan pada tahun 2011 Salva Kiir Mayardit, presiden Sudan Selatan, datang ke Israel dalam kunjungan resmi. Bagi Israel, kemerdekaan Sudan Selatan merupakan peluang emas untuk meningkatkan keamanan dan kepentingan ekonominya di wilayah tersebut. 

    Israel kemudian melakukan investasi besar-besaran pada infrastruktur sipil dan militer di wilayah tersebut. Hubungan antara kedua negara ini luar biasa bahkan jika dibandingkan dengan hubungan dekat Israel dengan negara-negara Afrika lainnya, yang menunjukkan beberapa tanda sokongan.

    Perayaan kemerdekaan Sudan Selatan kemudian berubah menjadi salah satu tragedi terburuk di zaman ini. Sejak pertengahan Desember 2013, perang saudara telah berkecamuk di Sudan Selatan antara kelompok etnis dan politik yang berlawanan – sebuah kelanjutan dari perang saudara berdarah yang berujung pada kemerdekaan negara tersebut setelah 22 tahun. 

    photo
    Warga Sudan Selatan yang melarikan diri dari Sudan duduk di luar klinik nutrisi di pusat transit di Renk, Sudan Selatan, pada 16 Mei 2023. - (AP Photo/Sam Mednick)

    Sedikitnya 50.000 orang tewas, 2 juta orang mengungsi atau menjadi pengungsi, dan 2,5 juta orang berisiko kelaparan akibat perang. Organisasi hak asasi manusia dan PBB memperkirakan 12.000 tentara anak-anak bertempur di Sudan Selatan. Semua pihak yang terlibat dalam pertempuran, dan khususnya pemerintah dan milisi sekutunya, terlibat dalam kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan dan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia.

    Sebuah publikasi resmi oleh Kementerian Pertahanan Israel pada November 2014 (hampir setahun setelah dimulainya perang saudara di Sudan Selatan) membanggakan keberhasilan departemen ekspor pertahanan pada pameran Keamanan Siber, yang dikunjungi oleh 70 delegasi dari seluruh dunia, termasuk Sudan Selatan. Ada kesaksian bahwa militer Sudan Selatan menggunakan senapan Galil ACE Israel. 

    Delapan belas bulan sebelum pecahnya perang saudara, sebuah surat kabar Sudan melaporkan adanya pengangkutan udara dari Israel ke Sudan Selatan, menyediakan roket, peralatan militer dan bahkan tentara bayaran Afrika.

    Halaman 5 / 5

    Sebby Sambom mendaku, meski sukar diverifikasi, ia sebagai aktivis Papua juga didekati. “Tahun 2007, saya jumpa agen Mossad di Hotel Indonesia di Jakarta,” ia menuturkan.

    Ia menuturkan, pada 2007 tersebut berangkat ke Jakarta menyertai rombongan 17 orang dari Papua. "Ada tokoh-tokoh Papua semua waktu itu," kata dia. Ada aktivis HAM, juga pendeta-pendeta dan perwakilan pemuda.

    Nama-nama yang ia ingat ikut dalam rombongan diantaranya Pendeta Noakh Nawipa, Pendeta Socrates Sofyan Nyoman, Ferry Marsian, dan lainnya. Belasan orang itu ke Jakarta untuk menghadiri seminar tentang pelanggaran HAM di Papua sebelum bertolak ke Australia sebagai pengundang. 

    Sebelum berangkat, Sebby kedapatan sebagai anggota kelompok separatis. Visanya kemudian ditolak pemerintah Australia. Sembari menunggu tiket pulang ke Papua, ia dibisiki salah seorang pendeta.

    "Sebby, kamu bisa jadi penghubung Papua dengan Israel, jadi saya akan pertemukan kamu dengan intel Mossad di sini," klaim Sebby. "Kemudian kita ketemu makan siang di Hotel Indonesia dan mereka bilang otak saya otak perang. Jadi mereka tunjukkan persenjataan Israel."

    Sejauh ini, ia ingat hanya sekali dihubungi pihak-pihak yang ia temui saat sedang berjalan di Jalan Jaksa, Jakarta Pusat. "Mereka bilang tidak aman," kata dia. Namun selepas itu tak ada lagi hubungan. "Ini bukan cerita omong kosong kata dia."

    Ini salah satu yang kemudian meyakinkannya bahwa kemerdekaan Papua memerlukan dukungan Israel. "Setelah Papua merdeka kami butuh Israel untuk tempat mengirim anak-anak kami sekolah. Mereka bisa belajar teknologi, pertanian, teknologi militer, bom, nuklir, lain-lain."

    Komentar
    Additional JS