Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Dunia Internasional Featured Gaza Hamas Istimewa Jalur Gaza Konflik Timur Tengah INH Spesial

    Hamas Siap Serahkan Semua Sandera Israel dan Pemerintahan Jalur Gaza - SindoNews

    4 min read

      

    Hamas Siap Serahkan Semua Sandera Israel dan Pemerintahan Jalur Gaza

    LSabtu, 04 Oktober 2025 - 06:23 WIB

    Warga mengungsi akibat serangan Israel di Jalur Gaza. Foto/anadolu
    A
    A
    A
    GAZA - Hamas menerima beberapa bagian dari rencana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk gencatan senjata dalam perang Israel yang telah berlangsung hampir dua tahun di Gaza, tetapi beberapa elemen proposal tersebut memerlukan negosiasi lebih lanjut. Kelompok bersenjata tersebut menyerahkan tanggapannya terhadap rencana 20 poin Trump untuk menghentikan perang pada hari Jumat (3/10/2025).

    Satu sumber informasi mengatakan hal itu kepada Al Jazeera, beberapa jam setelah Trump memberi kelompok tersebut waktu hingga hari Minggu untuk menanggapi proposal tersebut.

    Rencana 20 poin Trump tersebut mencakup tuntutan untuk gencatan senjata segera, pertukaran 48 tawanan Israel yang tersisa – 20 orang diyakini masih hidup – dengan tahanan Palestina, pembentukan pemerintahan transisi yang dipimpin badan internasional, dan pelucutan senjata Hamas.

    Tanggapan kelompok tersebut, yang tidak membahas isu pelucutan senjata, menyatakan mereka telah sepakat "untuk membebaskan semua tawanan pendudukan – baik yang masih hidup maupun yang masih tersisa – sesuai dengan formula pertukaran yang diuraikan dalam proposal Presiden Trump, dengan ketentuan kondisi lapangan yang diperlukan untuk pertukaran tersebut."

    Kelompok tersebut menambahkan mereka siap untuk "segera memasuki negosiasi melalui mediator untuk membahas detail" pertukaran tersebut.

    Kelompok tersebut juga menyatakan siap "menyerahkan administrasi Jalur Gaza kepada badan independen Palestina (teknokrat) berdasarkan konsensus nasional Palestina dan dengan dukungan Arab dan Islam."

    Elemen pernyataan tersebut tampaknya menunjukkan Hamas, yang harus melepaskan kekuasaan berdasarkan rencana Trump, menginginkan Gaza dikelola Palestina, alih-alih oleh "Dewan Perdamaian" yang diusulkan Trump, badan pemerintahan transisi internasional yang akan diawasi oleh Trump sendiri dan mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair.

    Menandakan perlunya negosiasi lebih lanjut, pernyataan tersebut menyatakan aspek-aspek proposal yang menyentuh "masa depan Jalur Gaza dan hak-hak sah rakyat Palestina" harus diputuskan berdasarkan "posisi nasional yang bulat dan hukum serta resolusi internasional yang relevan".

    Pernyataan tersebut muncul setelah Trump menulis di platform Truth Social miliknya bahwa, “Jika kesepakatan tidak tercapai pada hari Minggu, maka NERAKA, yang belum pernah terjadi sebelumnya, akan melanda Hamas."

    Kemudian pada hari Jumat, Trump menanggapi pernyataan kelompok tersebut secara positif, menulis di Truth Social bahwa ia yakin Hamas "siap untuk PERDAMAIAN abadi" dan menyerukan Israel "segera menghentikan pengeboman Gaza, agar kita dapat mengeluarkan para sandera dengan aman dan cepat."

    "Ini bukan hanya tentang Gaza, ini tentang PERDAMAIAN yang telah lama dinantikan di Timur Tengah," ujar Trump.

    Jendela untuk Negosiasi?


    Ali Hashem dari Al Jazeera mengatakan pernyataan Hamas membuka "jendela untuk negosiasi". "Dalam 48 jam ke depan, ada kemungkinan untuk banyak pertukaran," ujarnya.

    Hashem mengatakan keraguan kelompok tersebut terhadap usulan "Dewan Perdamaian" adalah karena usulan tersebut "mengisolasi Gaza dari seluruh perjuangan Palestina".

    "Mereka (Hamas) tidak ingin melihat Gaza terisolasi dari gambaran yang lebih besar," papar dia.

    Rencana Trump tidak memberikan jalan bagi reunifikasi dengan Tepi Barat yang diduduki Israel di masa depan sebagai negara Palestina.

    Kelompok bersenjata itu juga mengatakan menghargai "upaya Arab, Islam, dan internasional, serta upaya Presiden AS Donald Trump" untuk menyelesaikan konflik tersebut.

    "Hamas menunjukkan banyak hal positif di sini dengan menerima semangat dokumen tersebut dan memuji inisiatif Presiden Trump. Dengan cara ini, mereka menunjukkan mereka siap untuk mengulurkan tangan," ungkap Hashem.

    Dia menjelaskan, "Namun, mereka memiliki keraguan, mereka memiliki beberapa poin yang ingin mereka klarifikasi, dan keputusan sekarang ada di tangan Presiden Trump."

    Setelah pernyataan tersebut dirilis, pejabat senior Hamas, Mousa Abu Marzouk, menyatakan secara langsung bahwa Hamas menolak "Dewan Perdamaian".

    "Kami tidak akan pernah menerima siapa pun yang bukan warga Palestina untuk mengendalikan Palestina," ujarnya, seraya menambahkan Blair akan sangat tidak diterima karena perannya dalam invasi Irak yang dipimpin AS pada tahun 2003.

    Para Mediator Menyambut Baik Pernyataan Hamas


    Melaporkan dari Washington DC, Rosalind Jordan dari Al Jazeera mengatakan, “Hamas tampaknya bersedia menerima beberapa, jika tidak sebagian besar, proposal."

    Ia mengatakan, “Perundingan lebih lanjut diharapkan akan terjadi dan semua hal perlu dibahas agar kedua belah pihak, atau semua pihak, menyetujui semua poin."

    Mediator Kementerian Luar Negeri Qatar mengatakan pihaknya menyambut baik tanggapan kelompok tersebut terhadap rencana Trump.

    Juru bicara Majed al-Ansari mengatakan Qatar telah mulai bekerja sama dengan sesama mediator, Mesir, dan Amerika Serikat, untuk melanjutkan perundingan mengenai proposal tersebut.

    Mesir menyatakan harapannya akan adanya "perkembangan positif" dan akan bekerja sama dengan negara-negara Arab, AS, dan negara-negara Eropa untuk mencapai gencatan senjata permanen di Gaza.

    Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres merasa terdorong oleh pernyataan Hamas dan mendesak berbagai pihak "memanfaatkan kesempatan untuk mengakhiri konflik tragis di Gaza", menurut juru bicara Stephane Dujarric.

    Tanggapan kelompok tersebut terhadap rencana 20 poin tersebut datang saat Israel melanjutkan serangannya di Gaza, dengan laporan Israel menggunakan kendaraan kendali jarak jauh yang berisi bahan peledak untuk menghancurkan seluruh permukiman di Kota Gaza yang terkepung setelah mengeluarkan tuntutan "kesempatan terakhir" agar ratusan ribu warga Palestina yang terjebak meninggalkan pusat kota tersebut.

    Lebih dari 66.200 orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak, telah tewas dalam serangan Israel di Gaza sejak Oktober 2023, menurut otoritas kesehatan Palestina.

    Baca juga: Akibat Serangan Israel, 42 Ribu Orang di Gaza Termasuk Anak-anak Cacat Seumur Hidup
    (sya)
    Komentar
    Additional JS