Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Featured Istimewa Jakarta Spesial

    Hujan Jakarta Mengandung Mikroplastik, Menkes Imbau Masyarakat Gunakan Masker | tempo.co

    4 min read

     

    Hujan Jakarta Mengandung Mikroplastik, Menkes Imbau Masyarakat Gunakan Masker | tempo.co


    "Tapi kalau tidak (menggunakan masker), usahakan jangan jalan di luar sesudah hujan karena ini turunnya dekat-dekat hujannya, partikelnya," kata Budi usai bertemu Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung di Gedung Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa, 28 Oktober 2025.

    BACA JUGA
    Bagaimana Mikroplastik Terbang dan Turun Melalui Air Hujan

    Menurut Budi, pencegahan paling baik dilakukan dengan mengurangi sumber polusi mikroplastik. Dia mengajak Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung berperan melakukan pencegahan itu. 

    "Peranan Gubernur DKI Jakarta penting sekali. Gubernur DKI Jakarta berperan banyak, polusinya berkurang. Kami di Kementerian Kesehatan juga akan sangat berkurang bebannya," kata Budi. 

    BACA JUGA
    Temuan Mikroplastik dalam Air Hujan Jakarta, Ini Imbauan Dinas Kesehatan

    Pada kesempatan sama, Pramono mengatakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan segera merealisasikan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSA). Dia pun setuju pencegahan awal dilakukan dengan menggunakan masker. 

    "Kami segera untuk hal yang berkaitan dengan plastik, terus terang untuk PLTSA dan sebagainya akan segera kami realisasikan," kata Pramono.

    Meski begitu, Politikus PDI Perjuangan ini mengklaim kegiatan Jakarta Running Festival (JRF) 2025 akhir pekan lalu membuat Jakarta bersih dari polusi. 

    "Tetapi yang saya senang, tiga hari ini, karena ada JRF itu Jakarta enggak tahu hijau semuanya bahkan bersih banget, bersih banget tiga hari ini," ujar dia. 

    Peneliti BRIN Muhammad Reza Cordova sebelumnya menjelaskan bahwa penelitian yang dilakukan sejak 2022 menunjukkan adanya mikroplastik dalam setiap sampel air hujan di ibu kota. Partikel-partikel plastik mikroskopis tersebut terbentuk dari degradasi limbah plastik yang melayang di udara akibat aktivitas manusia.

    “Mikroplastik ini berasal dari serat sintetis pakaian, debu kendaraan dan ban, sisa pembakaran sampah plastik, serta degradasi plastik di ruang terbuka,” kata Reza dalam keterangan resmi di laman BRIN, Kamis, 17 Oktober 2025.

    Reza menjelaskan, mikroplastik yang ditemukan umumnya berbentuk serat sintetis dan fragmen kecil plastik, terutama polimer seperti poliester, nilon, polietilena, polipropilena, hingga polibutadiena dari ban kendaraan. Rata-rata, peneliti menemukan sekitar 15 partikel mikroplastik per meter persegi per hari pada sampel hujan di kawasan pesisir Jakarta.

    Menurut Reza, fenomena ini terjadi karena siklus plastik kini telah menjangkau atmosfer. Mikroplastik dapat terangkat ke udara melalui debu jalanan, asap pembakaran, dan aktivitas industri, kemudian terbawa angin dan turun kembali bersama hujan. Proses ini dikenal dengan istilah atmospheric microplastic deposition.

    “Siklus plastik tidak berhenti di laut. Ia naik ke langit, berkeliling bersama angin, lalu turun lagi ke bumi lewat hujan,” ujar dia. 

    Temuan ini menimbulkan kekhawatiran karena partikel mikroplastik berukuran sangat kecil, bahkan lebih halus dari debu biasa, sehingga dapat terhirup manusia atau masuk ke tubuh melalui air dan makanan. Plastik juga mengandung bahan aditif beracun seperti ftalat, bisfenol A (BPA), dan logam berat yang dapat lepas ke lingkungan ketika terurai menjadi partikel mikro atau nano. Di udara, partikel ini juga bisa mengikat polutan lain seperti hidrokarbon aromatik dari asap kendaraan.

    “Yang beracun bukan air hujannya, tetapi partikel mikroplastik di dalamnya karena mengandung bahan kimia aditif atau menyerap polutan lain,” kata Reza.

    Meski penelitian lebih lanjut masih dibutuhkan, studi global menunjukkan bahwa paparan mikroplastik dapat menimbulkan dampak kesehatan serius, seperti stres oksidatif, gangguan hormon, hingga kerusakan jaringan. Dari sisi lingkungan, air hujan bermikroplastik berpotensi mencemari sumber air permukaan dan laut, yang akhirnya masuk ke rantai makanan.

    Untuk mengatasi persoalan ini, BRIN mendorong langkah konkret lintas sektor. Pertama, memperkuat riset dan pemantauan kualitas udara dan air hujan secara rutin di kota-kota besar. Kedua, memperbaiki pengelolaan limbah plastik di hulu, termasuk pengurangan plastik sekali pakai dan peningkatan fasilitas daur ulang. Ketiga, mendorong industri tekstil agar menerapkan sistem filtrasi pada mesin cuci guna menahan pelepasan serat sintetis.

    Komentar
    Additional JS