Jenderal Taiwan Waspada Latihan Militer China untuk Persiapan Perang, Bersumpah Akan Melawan - SINDOnews
3 min read
Jenderal Taiwan Waspada Latihan Militer China untuk Persiapan Perang, Bersumpah Akan Melawan
Selasa, 28 Oktober 2025 - 10:53 WIB
Juru bicara militer Taiwan Letnan Jenderal Sun Li-fang waspada dengan latihan militer China yang bisa saja merupakan persiapan untuk perang. Foto/Taiwanese Armed Forces
A
A
A
TAIPEI - Letnan Jenderal Sun Li-fang, juru bicara militer Taiwan—yang secara resmi dikenal sebagai Republik China (ROC)—mengatakan bahwa angkatan bersenjata Taipei sepenuhnya memahami ancaman yang ditimbulkan oleh kekuatan militer Republik Rakyat China (RRC) yang terus berkembang.
Sun mengatakan Taiwan telah menyiapkan serangkaian respons jika provokasi Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China meningkat menjadi tindakan perang dan memiliki rencana terperinci untuk melawan dan bertahan dari potensi blokade laut China.
Militer Taiwan waspada terhadap kemungkinan bahwa China Komunis dapat mengubah pelatihan atau latihan menjadi perang sungguhan.
Baca Juga: China Bangun Kota Taipei Tiruan untuk Latihan Menginvasi Taiwan
Beberapa analis memperingatkan bahwa blokade China akan sulit dipatahkan, tetapi Sun mengatakan, "Taiwan memiliki rencana holistik untuk menembus [setiap] blokade."
"Taipei akan mendesak sekutu dan mitra sepahamnya untuk memperlakukan blokade apa pun sebagai tindakan perang yang seharusnya memicu respons internasional yang terkoordinasi," ujarnya, kepada Fox News Digital, Selasa (28/10/2025), seraya mencatat bahwa gangguan pengiriman di laut dekat Taiwan akan berdampak serius pada ekonomi global.
Sun mengatakan Taiwan memperkirakan PLA akan melanjutkan kampanye "perang hibrida" atau "operasi zona abu-abu", gabungan tindakan nonmiliter dan paramiliter yang dirancang untuk menekan dan melecehkan Taiwan tanpa secara resmi menyatakan perang.
Dia memperingatkan, "PLA berusaha menguras kemampuan pertahanan [Taiwan] dan mengaburkan medan pertempuran."
Contohnya dapat dilihat dari serbuan pesawat tempur China yang hampir setiap hari memasuki zona identifikasi pertahanan udara (ADIZ) Taiwan, yang mengakibatkan jet-jet Angkatan Udara Taiwan berebut untuk mencegatnya.
Para analis mengatakan, taktik ini disengaja—bagian dari upaya yang lebih luas untuk melemahkan Angkatan Udara Taiwan, menurunkan kualitas peralatan, dan menguras tenaga personel Taiwan.
Jenderal tersebut mengatakan prioritas utama Taiwan adalah membangun kapabilitas asimetris, memperkuat ketahanan operasional, memperluas kapasitas pasukan cadangan, dan meningkatkan pertahanan terhadap gangguan zona abu-abu.
Untuk mencapai tujuan ini, lanjut dia, Taiwan memperluas produksi dan pengerahan sistem nirawak dan berbasis AI, sekaligus menyebarkan jaringan komando dan kendali agar serangan balasan jauh lebih sulit.
Dia juga mencatat bahwa unit pengawasan dan pengintaian Taiwan waspada. "Dan mereka bertukar intelijen dan perspektif tentang aktivitas PLA dengan sekutu dan mitra kami," ujarnya.
Sun menolak anggapan bahwa Taiwan tidak memiliki keinginan untuk membela diri dan yakin rakyat Taiwan akan dengan tegas menolak setiap upaya RRC untuk merebut Taiwan dengan paksa.
Militer Taiwan ingin dunia tahu bahwa mereka berkomitmen pada pertahanannya sendiri, kata Sun, merujuk pada usulan anggaran pertahanan 2026, yang akan melebihi 3% dari PDB.
Lebih lanjut, dia mengatakan pemerintah secara aktif mengupayakan reformasi untuk membuat pelatihan "serealistis mungkin", memperluas pasukan cadangan, dan telah memperpanjang wajib militer menjadi satu tahun.
Pemerintah Taiwan menekankan bahwa serangan atau blokade oleh Beijing bukan hanya akan menjadi konfrontasi lokal, tetapi juga krisis global. Para pemimpin pemerintah dan militer Taiwan yang demokratis berharap pernyataan dan tindakan mereka akan meyakinkan China—dan dunia—bahwa Taiwan akan melawan balik dengan segala cara yang dimilikinya.
Sun mengatakan Taiwan telah menyiapkan serangkaian respons jika provokasi Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China meningkat menjadi tindakan perang dan memiliki rencana terperinci untuk melawan dan bertahan dari potensi blokade laut China.
Militer Taiwan waspada terhadap kemungkinan bahwa China Komunis dapat mengubah pelatihan atau latihan menjadi perang sungguhan.
Baca Juga: China Bangun Kota Taipei Tiruan untuk Latihan Menginvasi Taiwan
Beberapa analis memperingatkan bahwa blokade China akan sulit dipatahkan, tetapi Sun mengatakan, "Taiwan memiliki rencana holistik untuk menembus [setiap] blokade."
"Taipei akan mendesak sekutu dan mitra sepahamnya untuk memperlakukan blokade apa pun sebagai tindakan perang yang seharusnya memicu respons internasional yang terkoordinasi," ujarnya, kepada Fox News Digital, Selasa (28/10/2025), seraya mencatat bahwa gangguan pengiriman di laut dekat Taiwan akan berdampak serius pada ekonomi global.
Sun mengatakan Taiwan memperkirakan PLA akan melanjutkan kampanye "perang hibrida" atau "operasi zona abu-abu", gabungan tindakan nonmiliter dan paramiliter yang dirancang untuk menekan dan melecehkan Taiwan tanpa secara resmi menyatakan perang.
Dia memperingatkan, "PLA berusaha menguras kemampuan pertahanan [Taiwan] dan mengaburkan medan pertempuran."
Contohnya dapat dilihat dari serbuan pesawat tempur China yang hampir setiap hari memasuki zona identifikasi pertahanan udara (ADIZ) Taiwan, yang mengakibatkan jet-jet Angkatan Udara Taiwan berebut untuk mencegatnya.
Para analis mengatakan, taktik ini disengaja—bagian dari upaya yang lebih luas untuk melemahkan Angkatan Udara Taiwan, menurunkan kualitas peralatan, dan menguras tenaga personel Taiwan.
Jenderal tersebut mengatakan prioritas utama Taiwan adalah membangun kapabilitas asimetris, memperkuat ketahanan operasional, memperluas kapasitas pasukan cadangan, dan meningkatkan pertahanan terhadap gangguan zona abu-abu.
Untuk mencapai tujuan ini, lanjut dia, Taiwan memperluas produksi dan pengerahan sistem nirawak dan berbasis AI, sekaligus menyebarkan jaringan komando dan kendali agar serangan balasan jauh lebih sulit.
Dia juga mencatat bahwa unit pengawasan dan pengintaian Taiwan waspada. "Dan mereka bertukar intelijen dan perspektif tentang aktivitas PLA dengan sekutu dan mitra kami," ujarnya.
Sun menolak anggapan bahwa Taiwan tidak memiliki keinginan untuk membela diri dan yakin rakyat Taiwan akan dengan tegas menolak setiap upaya RRC untuk merebut Taiwan dengan paksa.
Militer Taiwan ingin dunia tahu bahwa mereka berkomitmen pada pertahanannya sendiri, kata Sun, merujuk pada usulan anggaran pertahanan 2026, yang akan melebihi 3% dari PDB.
Lebih lanjut, dia mengatakan pemerintah secara aktif mengupayakan reformasi untuk membuat pelatihan "serealistis mungkin", memperluas pasukan cadangan, dan telah memperpanjang wajib militer menjadi satu tahun.
Pemerintah Taiwan menekankan bahwa serangan atau blokade oleh Beijing bukan hanya akan menjadi konfrontasi lokal, tetapi juga krisis global. Para pemimpin pemerintah dan militer Taiwan yang demokratis berharap pernyataan dan tindakan mereka akan meyakinkan China—dan dunia—bahwa Taiwan akan melawan balik dengan segala cara yang dimilikinya.
(mas)