Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Dunia Internasional Featured Israel Konflik Timur Tengah

    Kebohongan Fatal Israel yang Diwariskan Sejak Perang 6 Oktober 1978 Hingga Badai Al-Aqsa | Republika Online

    9 min read

      

    Kebohongan Fatal Israel yang Diwariskan Sejak Perang 6 Oktober 1978 Hingga Badai Al-Aqsa | Republika Online



    REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM – Lebih dari setengah abad setelah perang 6 Oktober 1973 (Israel menyebutnya Perang Yom Kippur), mantan perwira Israel Yitzhak Agam, yang pernah bertugas di divisi Jenderal Ariel Sharon, membuat sebuah pengungkapan baru yang menimbulkan kontroversi di kalangan militer dan politik Israel.

    Dalam sebuah wawancara panjang dengan Israel Hayom, dalam rangka peluncuran buku barunya, Agam mengungkapkan rekaman langka yang menurutnya mendokumentasikan komunikasi koordinasi antara para jenderal selama perang.

    Baca Juga :

    Sponsored

    Bukti itu membeberkan kebohongan dan tipu daya Sharon yang melanggar perintah di lapangan dan mengakibatkan jatuhnya banyak korban jiwa dan kerugian di medan perang.

    Agam telah mencurahkan sebagian besar waktunya untuk melakukan penelitian mendalam mengenai perang yang membuatnya kehilangan sahabatnya dan hampir terbunuh.

    Baca Juga :

    Buku barunya, "Oktober 1973: Keberanian Para Prajurit, Kesalahan Para Jenderal," yang diterbitkan sendiri pekan ini.

    Momen-momen penting

    Dalam bukunya, Agam mengungkapkan perjalanan pribadinya setelah perang berakhir, saat dia sedang dalam masa pemulihan dari luka-lukanya.

    Dia menghubungi sejumlah tokoh terkemuka, mulai dari Chaim Herzog hingga Ezer Weizmann, dalam upaya untuk memahami kebenaran penuh di balik peristiwa yang disaksikannya.

    Namun, upayanya tidak membuahkan hasil, dia menghadapi penolakan dari media Israel yang tidak mau mendengarkannya.

    Halaman 2 / 5

    Para politisi yang menghindar untuk menghadapi fakta dan satu orang yang membentuk narasi perang sesuai keinginannya: Sharon, yang membuat kesalahan besar selama perang.

    Agam mengatakan bahwa dirinya menjadi saksi langsung momen-momen penting di lapangan, melihat bagaimana Sharon mengambil keputusan sepihak yang mengakibatkan kerugian besar di antara pasukan Israel.

    "Seperti yang terjadi saat itu, setelah 7 Oktober 2023, kami melihat para pemimpin yang mencoba untuk menyelesaikan dan menyembunyikan fakta alih-alih mengakui kegagalan mereka," katanya.

    Dia teringat kembali pada 9 Oktober 1973, hanya dua hari setelah kedatangannya di front Sinai, ketika pengangkut personel lapis bajanya mendaki pegunungan yang menghadap ke dataran timur Terusan Suez.

    Pasukan Mesir telah menyerbu daerah itu dalam serangan mendadak yang menandai dimulainya perang, membuat pasukan Israel sangat bingung.

    Menurut penuturannya, tindakan Sharon bukan sekadar penilaian di lapangan, melainkan merupakan manipulasi fakta yang berdampak buruk pada jalannya perang.

    "Kami kehilangan pesawat tempur dan tank yang tidak perlu karena ambisi pribadi dan pengabaian disiplin militer."

    Pada saat itu, tentara Israel menghadapi situasi lapangan yang sulit, karena mereka belum pulih dari keterkejutan akibat serangan Mesir yang tiba-tiba, sementara tentara Mesir berhasil membangun posisi yang dibentengi di dalam Sinai.

    "Kami harus angkat topi untuk tentara Mesir," kenang Agam, "mereka melakukan pekerjaan yang luar biasa dalam menyeberangkan begitu banyak pasukan menyeberangi terusan dalam waktu yang sangat singkat.

    Setelah tentara Mesir berhasil menyeberangi terusan, Agam menceritakan bahwa pasukan Israel mendapati diri mereka dalam keadaan kebingungan.

    Halaman 3 / 5

    Rencana pertahanan mereka tidak cukup untuk menghadapi besarnya kejutan dan kecepatan gerak maju Mesir.

    “Para prajurit di lapangan tidak tahu ke mana harus berpaling," katanya. Sementara para komandan senior, yang dipimpin oleh Sharon, tampaknya membuat keputusan yang tergesa-gesa dan terkadang bertentangan.

    Dia menekankan bahwa rekaman yang kemudian diperolehnya dengan jelas mengungkapkan sejauh mana perbedaan antara apa yang dikatakan dalam musyawarah militer dan apa yang secara praktis diterapkan di lapangan.

    "Sharon tidak berpegang teguh pada rencana, bertindak secara sepihak, dan menyeret seluruh unit ke dalam konfrontasi yang tidak diperhitungkan. Penipuan ini membuat kami kehilangan banyak nyawa dan tank."

    Agam tidak hanya mengenang masa lalu, tetapi juga menghubungkan pengalaman ini dengan apa yang terjadi dalam pertempuran "Badai Al-Aqsa".

    "Seperti yang terjadi saat itu, kami juga melihat setelah 7 Oktober 2023 para pemimpin berusaha menutupi fakta dan membenarkan kegagalan, alih-alih menghadapinya dengan keberanian."

    Kesalahan besar

    Tuduhan-tuduhan ini mengedepankan perdebatan kronis Israel mengenai kepemimpinan politik dan militer dalam krisis-krisis besar.

    Seperti halnya kesalahan besar yang terjadi pada 1973 sebagai akibat dari kesalahan perhitungan dan kesombongan beberapa komandan, Agam percaya bahwa kejadian tersebut terulang kembali setelah 7 Oktober.

    Halaman 4 / 5

    Israel dikejutkan oleh serangan mendadak Gerakan Perlawanan Islam Hamas dan sejauh mana kegagalan serta manipulasi informasi dalam lingkaran pengambilan keputusan kemudian terungkap.

    Dalam pandangannya, ada pola yang konsisten yang berulang, dengan para pemimpin menyembunyikan kebenaran atau menulis ulang kebenaran untuk melayani kepentingan pribadi dan politik mereka, sementara para tentara dan masyarakat membayar harganya.

    Seolah-olah sejarah Israel berjalan dalam lingkaran penyangkalan dan rasionalisasi yang tertutup.

    Agam, yang kini berusia 80 tahun, adalah seorang perwira cadangan muda berusia 27 tahun selama Perang Enam Oktober.

    Dia bertugas sebagai komandan peleton di Batalion Pengintai ke-87 dari Divisi ke-143 di bawah komando Sharon.

    Staf Umum mengandalkan divisi ini untuk menyeimbangkan medan perang di front selatan dan bahkan mungkin mendorong pasukan Mesir kembali menyeberangi Terusan Suez.

    Unit-unitnya ditugaskan dengan misi berbahaya di daerah pegunungan antara terusan dan Semenanjung Sinai.

    Pada 9 Oktober, beberapa hari setelah pecahnya perang, pasukan dari divisi ini bergerak menuju pegunungan ini, dengan tujuan membangun garis pertahanan yang koheren yang akan memungkinkan IDF untuk mempersiapkan serangan balik berikutnya.

    "Dari posisi militer yang tinggi, tentara Israel dapat, pada hari yang cerah, melihat perairan kanal di sebelah barat, tetapi pada kenyataannya mereka berada dalam konfrontasi langsung dengan pasukan Mesir yang sangat besar yang telah berhasil membangun kekuatan di tepi timur."

    Agam tidak punya pilihan lain selain mengeluarkan perintah tegas kepada anak buahnya untuk meninggalkan kendaraan lapis baja M-113 (Zelda) mereka dan bergerak menuju target dengan berjalan kaki, dalam upaya putus asa untuk mencapai bukit yang dibentengi di bawah ancaman tembakan tentara Mesir.

    "Kami tidak punya waktu untuk berpikir, kami tahu bahwa tetap berada di dalam kendaraan lapis baja berarti kematian di bawah tembakan sager," kenang Agam. "Kami hanya punya satu pilihan, menyusup dan mencapai kamp Tauz Kishuv dengan cara apa pun.”

    Halaman 5 / 5

    Setelah berjam-jam berjalan dengan susah payah dan menyusup dengan hati-hati, pasukan itu berhasil mencapai perimeter bukit dan membuat barikade, tetapi tanpa kendaraan lapis baja atau dukungan berat.

    Misi tersebut telah berubah dari upaya untuk membangun garis pertahanan menjadi perjuangan untuk bertahan hidup di tengah-tengah pengepungan yang mencekik.

    Kenyataan pahit

    Ketika Agam tiba di lokasi, dia tidak ragu-ragu untuk mulai bekerja. “Sebagai seorang perwira pengintai, sudah sewajarnya jika tugas pertama saya adalah mengamati dan mengumpulkan informasi tentang musuh," katanya.

    Dengan menggunakan teropong lapangan besar untuk mengamati pergerakan pasukan Mesir, Agam memulai misinya, yang memungkinkannya untuk melihat seluruh barisan tank dan artileri Mesir yang bergerak dengan presisi dan terorganisasi.

    Itu adalah pemandangan yang mengejutkan. Ini bukan hanya unit-unit yang tersebar yang telah menyeberangi terusan, melainkan sebuah pasukan yang terorganisasi dan dilengkapi dengan peralatan yang telah berhasil dalam beberapa hari untuk membangun posisi pertahanan yang dibentengi jauh di dalam Sinai.

    Dia menyadari bahwa apa yang dia lihat bukan hanya pertempuran yang lewat, tetapi sebuah perubahan strategis yang mengubah keseimbangan perang menjadi menguntungkan pihak Mesir.

    Agam mengamati semua gerakan mereka melalui teropong, termasuk posisi mereka, penyimpanan amunisi dan pergerakan pasukan, menekankan bahwa informasi ini sangat menentukan, tetapi juga mengungkapkan salah urus pertempuran di tingkat komando tentara pendudukan.

    Dia menggambarkan momen tersebut sebagai jendela menuju kebenaran yang pahit yaitu bahwa pasukannya tidak siap untuk menghadapi tingkat koordinasi dan determinasi Mesir seperti ini.

    Dia menyadari besarnya kesenjangan antara perkiraan pimpinan militer Israel dengan kenyataan di lapangan, dan perlunya membuat keputusan lapangan yang cepat untuk menghindari kerugian yang lebih besar.

    Setelah mengamati situasi, pasukan Agam maju ke garis depan, tetapi terjebak dalam penyergapan ketat oleh Mesir, yang mengambil keuntungan dari medan dan melepaskan tembakan berat dari roket Sajer dan senjata antitank, yang mengakibatkan kerugian besar dan memaksa pasukan penjajah mundur.

    Dia berkata, "Pertempuran itu merupakan pelajaran yang keras tentang jebakan perang dan membuktikan bahwa peringatan saya tidak diindahkan. Kami mencoba untuk bertahan hidup lebih dari mencoba untuk membuat kemajuan strategis.”

    Dia mencatat pasukan Israel menghadapi kesulitan besar dalam berkoordinasi antar unit karena komunikasi yang macet dan hilangnya beberapa peralatan.

    Hal itu memaksa Agam dan pasukannya untuk membuat keputusan lapangan yang cepat, sering kali sendirian, untuk mencoba menyelamatkan situasi.

    "Pelajaran yang paling penting adalah bahwa mengabaikan kenyataan di lapangan demi rencana yang dipaksakan dari atas bisa mematikan. Setiap langkah yang direncanakan jauh dari lapangan bernilai nyawa para prajurit, dan inilah yang membawa kami pada kerugian yang kami saksikan."

    photo
    Angka-Angka Menjelang Badai Al-Aqsa - (Republika)
    Komentar
    Additional JS