Presiden Brasil Merasa Ngeri, Polisi vs Geng Narkoba Terkuat Tewaskan 132 Orang - SindoNews
3 min read
Presiden Brasil Merasa Ngeri, Polisi vs Geng Narkoba Terkuat Tewaskan 132 Orang
Kamis, 30 Oktober 2025 - 12:27 WIB
Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva merasa ngeri dengan kematian ratusan orang selama operasi polisi Rio de Janeiro terhadap geng narkoba terkuat. Foto/O Globo
A
A
A
RIO DE JANEIRO - Menteri Kehakiman Brasil Ricardo Lewandowski mengatakan Presiden Luiz Inacio Lula da Silva merasa ngeri dengan skala kematian dalam operasi polisi Rio de Janeiro terhadap geng narkoba terkuat; Comando Vermelho. Menurutnya, presiden juga terkejut karena operasi itu dilakukan tanpa sepengetahuan pemerintah federal.
Menurut Polisi Rio de Janeiro, setidaknya 119 orang tewas dalam penggerebekan terhadap geng narkoba Comando Vermelho pada hari Selasa. Itu terdiri dari 115 tersangka geng dan empat petugas polisi.
Namun, Kantor Pembela Umum negara bagian Rio de Janeiro menyebutkan jumlah korban tewas bahkan lebih tinggi, yaitu 132 orang.
Baca Juga: Rio de Janeiro Jadi Medan Perang, Polisi vs Geng Narkoba Baku Tembak Tewaskan 132 Orang
"Tingginya angka kematian akibat operasi tersebut sudah diperkirakan tetapi tidak diinginkan," kata Victor Santos, kepala keamanan negara bagian Rio, dalam konferensi pers, yang dilansir Reuters, Kamis (30/10/2025).
Penggerebekan, yang melibatkan sekitar 2.500 petugas polisi, terkonsentrasi di wilayah utara permukiman Penha Complex dan Alemao Complex di Rio de Janeiro.
Beberapa warga yang marah menuduh polisi melakukan pembunuhan massal, sementara para pelayat berkumpul di jalan-jalan tempat jenazah-jenazah dibaringkan.
"Negara datang untuk pembantaian, itu bukan operasi [polisi]. Mereka datang langsung untuk membunuh, untuk merenggut nyawa," ujar seorang perempuan di Penha Complex kepada AFP.
"Ada orang-orang yang telah dieksekusi, banyak dari mereka ditembak di belakang kepala, ditembak di punggung. Ini tidak bisa dianggap sebagai keselamatan publik," kata Raul Santiago, warga dan aktivis berusia 36 tahun.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres juga menyampaikan keprihatinan atas tingginya angka kematian tersebut.
"Dia menekankan bahwa penggunaan kekuatan dalam operasi kepolisian harus mematuhi hukum dan standar hak asasi manusia internasional, dan mendesak pihak berwenang untuk segera melakukan penyelidikan," kata juru bicara Guterres, Stephane Dujarric.
Gubernur negara bagian Rio, Claudio Castro, bersikeras bahwa mereka yang tewas dalam operasi tersebut semuanya adalah penjahat, mengeklaim bahwa bentrokan sebagian besar terjadi di daerah hutan yang kemungkinan besar tidak dihuni warga sipil.
"Saya rasa tidak akan ada orang yang berjalan di hutan pada hari konflik," katanya kepada wartawan. "Korban sebenarnya hanyalah para petugas polisi," ujarnya.
Pasukan polisi yang besar yang terlibat dalam operasi tersebut diperkuat oleh kendaraan lapis baja, helikopter, dan drone.
Baca Juga: Mayat-mayat Bergelimpangan di Jalanan Rio de Janeiro usai Polisi Gerebek Geng Narkoba Terkuat
Polisi dan tersangka anggota geng saling tembak, dengan pihak berwenang menuduh para tersangka membuat barikade di dalam bus dan mengerahkan drone bermuatan bahan peledak untuk menyerang polisi.
“Ini bukan kejahatan biasa, tetapi narkoterorisme,” tulis Castro di X, di mana dia membagikan video dari pertempuran tersebut.
Penggerebekan polisi terhadap organisasi kriminal bukan hal yang jarang terjadi di favela Brasil, dan banyak yang berakibat fatal. Pada tahun 2024, sekitar 700 orang tewas dalam operasi polisi di Rio, dengan rata-rata hampir dua orang tewas per hari.
Namun, kelompok-kelompok hak asasi manusia mempertanyakan waktu operasi polisi berskala besar seperti itu di Brasil, yang bukan hal yang jarang terjadi sebelum acara-acara internasional besar.
Minggu depan, Rio de Janeiro akan menjadi tuan rumah KTT Wali Kota Dunia C40 dan Prince William’s Earthshot Prize, yang dianugerahkan untuk pencapaian di bidang lingkungan.
Kemudian, Brasil diperkirakan akan menyambut para pemimpin dunia untuk KTT iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa, COP30, di kota Belem, Amazon, yang dimulai pada 10 November.
Menurut Polisi Rio de Janeiro, setidaknya 119 orang tewas dalam penggerebekan terhadap geng narkoba Comando Vermelho pada hari Selasa. Itu terdiri dari 115 tersangka geng dan empat petugas polisi.
Namun, Kantor Pembela Umum negara bagian Rio de Janeiro menyebutkan jumlah korban tewas bahkan lebih tinggi, yaitu 132 orang.
Baca Juga: Rio de Janeiro Jadi Medan Perang, Polisi vs Geng Narkoba Baku Tembak Tewaskan 132 Orang
"Tingginya angka kematian akibat operasi tersebut sudah diperkirakan tetapi tidak diinginkan," kata Victor Santos, kepala keamanan negara bagian Rio, dalam konferensi pers, yang dilansir Reuters, Kamis (30/10/2025).
Penggerebekan, yang melibatkan sekitar 2.500 petugas polisi, terkonsentrasi di wilayah utara permukiman Penha Complex dan Alemao Complex di Rio de Janeiro.
Beberapa warga yang marah menuduh polisi melakukan pembunuhan massal, sementara para pelayat berkumpul di jalan-jalan tempat jenazah-jenazah dibaringkan.
"Negara datang untuk pembantaian, itu bukan operasi [polisi]. Mereka datang langsung untuk membunuh, untuk merenggut nyawa," ujar seorang perempuan di Penha Complex kepada AFP.
"Ada orang-orang yang telah dieksekusi, banyak dari mereka ditembak di belakang kepala, ditembak di punggung. Ini tidak bisa dianggap sebagai keselamatan publik," kata Raul Santiago, warga dan aktivis berusia 36 tahun.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres juga menyampaikan keprihatinan atas tingginya angka kematian tersebut.
"Dia menekankan bahwa penggunaan kekuatan dalam operasi kepolisian harus mematuhi hukum dan standar hak asasi manusia internasional, dan mendesak pihak berwenang untuk segera melakukan penyelidikan," kata juru bicara Guterres, Stephane Dujarric.
Gubernur negara bagian Rio, Claudio Castro, bersikeras bahwa mereka yang tewas dalam operasi tersebut semuanya adalah penjahat, mengeklaim bahwa bentrokan sebagian besar terjadi di daerah hutan yang kemungkinan besar tidak dihuni warga sipil.
"Saya rasa tidak akan ada orang yang berjalan di hutan pada hari konflik," katanya kepada wartawan. "Korban sebenarnya hanyalah para petugas polisi," ujarnya.
Pasukan polisi yang besar yang terlibat dalam operasi tersebut diperkuat oleh kendaraan lapis baja, helikopter, dan drone.
Baca Juga: Mayat-mayat Bergelimpangan di Jalanan Rio de Janeiro usai Polisi Gerebek Geng Narkoba Terkuat
Polisi dan tersangka anggota geng saling tembak, dengan pihak berwenang menuduh para tersangka membuat barikade di dalam bus dan mengerahkan drone bermuatan bahan peledak untuk menyerang polisi.
“Ini bukan kejahatan biasa, tetapi narkoterorisme,” tulis Castro di X, di mana dia membagikan video dari pertempuran tersebut.
Penggerebekan polisi terhadap organisasi kriminal bukan hal yang jarang terjadi di favela Brasil, dan banyak yang berakibat fatal. Pada tahun 2024, sekitar 700 orang tewas dalam operasi polisi di Rio, dengan rata-rata hampir dua orang tewas per hari.
Namun, kelompok-kelompok hak asasi manusia mempertanyakan waktu operasi polisi berskala besar seperti itu di Brasil, yang bukan hal yang jarang terjadi sebelum acara-acara internasional besar.
Minggu depan, Rio de Janeiro akan menjadi tuan rumah KTT Wali Kota Dunia C40 dan Prince William’s Earthshot Prize, yang dianugerahkan untuk pencapaian di bidang lingkungan.
Kemudian, Brasil diperkirakan akan menyambut para pemimpin dunia untuk KTT iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa, COP30, di kota Belem, Amazon, yang dimulai pada 10 November.
(mas)