Setahun Prabowo-Gibran: 4 Kali Reshuffle Kabinet dan Penambahan Kementerian Baru - NU Online
Setahun Prabowo-Gibran: 4 Kali Reshuffle Kabinet dan Penambahan Kementerian Baru
NU Online · Selasa, 28 Oktober 2025 | 12:30 WIB
Kabinet Merah Putih (KMP) Prabowo-Gibran. (Foto: setkab.go.id)
Jakarta, NU Online
Memasuki setahun masa pemerintahan, Presiden Prabowo Subianto merombak kabinet keempat kali pada Februari 2025, dua kali reshuffle pada bulan September 2025 dan sekali pada Oktober 2025.
Perombakan tersebut juga dilakukan dengan menambahkan kementerian dan lembaga baru seperti Kementerian Haji dan Umroh dan Komite Percepatan Pembangunan Papua.
Seperti diketahui, total ada 49 menteri dalam Kabinet Merah Putih yang telah dilantik Prabowo, pada Senin (21/10/2024). Di antaranya, ada 23 kementerian baru di era pemerintahan Prabowo-Gibran.
Baca Juga
Setahun Prabowo-Gibran: Deretan Aksi Massa dan Tuntutan Rakyat yang Belum Terjawab
Mulai dari Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Kementerian Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Kementerian Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Kementerian Hukum.
Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM), Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan.
Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman, Kementerian Transmigrasi, Kementerian Koperasi, Kementerian Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), Kementerian Pariwisata, Kementerian Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Ekonomi Kreatif, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah.
Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi, Kementerian Kebudayaan, Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia/Kepala BP2MI. Terbaru Kementerian Haji dan Umrah.
Risiko Kabinet Gemuk
Setahun Prabowo-Gibran: Supremasi Sipil Tergerus, Militerisasi Ruang Publik Meningkat
Kabinet yang terus membesar ini dinilai akan menimbulkan risiko bagi kinerja pemerintah, termasuk dinamika pembagian tugas untuk wakil presiden.
Pengamat Politik dari Universitas Airlangga, Airlangga Pribadi menilai kabinet gemuk yang dibentuk Prabowo Subianto berpotensi banyak mengalami problem. Di antaranya memicu konflik internal sehingga menjadi tidak fokus untuk menjalankan visi Prabowo soal kesejahteraan rakyat.
Airlangga menyebut bahwa dengan komposisi yang gemuk, konsekuensi yang akan muncul adalah masalah dalam efisiensi anggaran dan potensi meningkatnya persaingan antaranggota kabinet.
"Dampaknya, kabinet bisa menjadi kurang efektif dalam menangani krisis dan justru berfokus pada perebutan sumber daya negara," jelasnya.
Namun Presiden RI Prabowo Subianto memilih tidak memedulikan soal istilah "kabinet gemuk" yang ditujukan pada Kabinet Merah Putih yang dibentuknya.
"Kabinet gemuk, enggak peduli saya disebut apa, yang penting hasilnya!" kata Prabowo dalam sambutannya pada HUT Ke-17 Partai Gerindra di Sentul, Jawa Barat pada Sabtu (15/2/2025)
Baca Juga
Setahun Prabowo-Gibran, PBNU Dorong Pemerintah Pastikan Agenda Pembangunan Dirasakan Rakyat
26 Wamen Rangkap Jabatan
Pada Juli 2025, Sebanyak 26 wakil menteri (wamen) aktif di Kabinet Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming Raka tercatat merangkap jabatan sebagai komisaris atau komisaris utama di sejumlah badan usaha milik negara (BUMN) hingga pertengahan Juli 2025.
Penempatan para wakil menteri ini ke kursi komisaris dilakukan melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) masing-masing BUMN.
Padahal, pada ketentuan Pasal 23 UU 39/2008 menteri dilarang rangkap jabatan. Alasan larangan menteri untuk rangkap jabatan yaitu untuk meningkatkan profesionalisme, fokus pada tugas pokok dan fungsi yang menjadi tanggung jawabnya, serta dapat mencegah potensi penyalahgunaan kekuasaan, dan konflik kepentingan.
Ketentuan larangan rangkap jabatan menteri berlaku juga pada wakil menteri. Hal ini karena adanya putusan MK wakil menteri rangkap jabatan yaitu Putusan MK No. 128/PUU-XXIII/2025, yang pada amar putusannya menyatakan bahwa Pasal 23 UU 39/2008 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai wakil menteri juga.
Pakar Hukum Tata Negara dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Yance Arizona menyebut perbuatan rangkap jabatan oleh wamen dapat mencederai prinsip profesionalitas mereka sebagai pembantu presiden di pemerintahan.
"Kalau mereka wakil menteri tidak mau berhenti sebagai komisaris, maka pilihannya adalah mundur dari jabatan wakil menteri dan mempertahankan posisinya sebagai komisaris," tegasnya dilansir laman resmi UGM dikutip NU Online.