SUBSIDI TEGAS! DT-SEN Jadi Palu Hakim: Menkeu Purbaya Hajar Mafia Subsidi Energi dan Listrik! - VIVA
SUBSIDI TEGAS! DT-SEN Jadi Palu Hakim: Menkeu Purbaya Hajar Mafia Subsidi Energi dan Listrik!
Menkeu Purbaya tegas hadapi kebocoran subsidi ratusan triliun. DT-SEN resmi jadi palu hakim penentu penerima subsidi energi dan listrik! Mafia subsidi terancam.
Jakarta, WISATA - Rapat Kerja Komisi XI DPR RI bersama Menteri Keuangan Purbaya pada akhir September 2025 menjadi sorotan publik. Pertemuan itu membahas realisasi subsidi dan kompensasi dalam APBN 2025, yang ternyata menyimpan masalah serius: kebocoran subsidi energi yang nilainya mencapai ratusan triliun rupiah.
Pemerintah telah mengalokasikan hampir 500 triliun rupiah untuk subsidi energi dan kompensasi, sebagai bentuk kehadiran negara untuk menahan gejolak harga di tengah situasi ekonomi global yang tidak stabil. Namun, pertanyaan besar muncul: apakah dana raksasa ini benar-benar sampai kepada masyarakat yang berhak?
Faktanya, belum.
Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) menunjukkan bahwa masyarakat berpenghasilan tinggi — kelompok desil 8 hingga 10 — justru menikmati porsi signifikan dari subsidi energi seperti Pertalite dan LPG 3 kilogram.
“Pedagang kecil dan pekerja harian bilang bahwa subsidi itu ada, tapi dampaknya tidak terasa di dapur kami,” ujar salah satu anggota dewan. Di sisi lain, keluarga mampu justru membeli bahan bakar bersubsidi dengan bebas.
Inilah ironi kebijakan subsidi selama ini. Negara kehilangan ratusan triliun rupiah setiap tahun, sementara rakyat miskin tetap kesulitan membeli bahan bakar dan gas. Karena itu, DPR dan Menkeu Purbaya sepakat: era subsidi bocor harus diakhiri.
DT-SEN: Palu Hakim untuk Menumpas Mafia Subsidi
Untuk menutup celah penyimpangan subsidi, Menkeu Purbaya menegaskan bahwa langkah penyelamatan harus berbasis data dan sistem. Kementerian Keuangan bersama Komisi XI DPR RI resmi mengangkat Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DT-SEN) sebagai senjata utama dalam kebijakan Subsidi Tegas.
DT-SEN akan menjadi “palu hakim” penentu siapa yang benar-benar layak menerima subsidi energi. Melalui basis data tunggal ini, pemerintah bisa membedakan dengan akurat antara rumah tangga miskin, menengah, dan kaya.
DPR bahkan mendesak agar kementerian teknis seperti Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) wajib menggunakan DT-SEN sebagai acuan penyaluran subsidi.
Selain itu, teknologi digital juga akan diterapkan di lapangan. Pembelian LPG 3 kilogram ke depan diwacanakan menggunakan sistem barcode atau QRIS, yang hanya bisa diakses oleh penerima terdaftar di DT-SEN. Langkah ini dianggap ampuh untuk menutup ruang gerak mafia yang selama ini membeli gas melon dalam jumlah besar untuk dijual kembali ke sektor industri.
Menkeu Purbaya mendukung penuh langkah ini. Ia menilai, selama ini data sudah tersedia, namun implementasinya di lapangan masih lemah. Dengan sinergi antarinstansi, subsidi bisa tepat sasaran dan tidak lagi menjadi “ladang basah” bagi oknum tertentu.
“Subsidi ke depan harus berbasis penerima manfaat, bukan berbasis barang,” tegas Purbaya. “Dengan DT-SEN dan barcode, permainan mafia akan berhenti.”
Biang Kerok Internal: Janji 30 Hari dari Meja Menkeu
Selain kebocoran di sisi penerima, masalah lain yang disoroti DPR adalah keterlambatan pembayaran kewajiban negara kepada BUMN penyalur subsidi. Masalah klasik ini membuat PLN dan Pertamina terus menanggung beban bunga dari utang kompensasi yang belum dibayar.
Sebagai contoh, utang kompensasi listrik PLN pada kuartal pertama 2025 tercatat mencapai 27,6 triliun rupiah, dan belum sepenuhnya dilunasi.
Menkeu Purbaya mengakui bahwa akar masalahnya adalah proses verifikasi yang terlalu panjang. Prosedur audit dari Irjen Kemenkeu, BPKP, hingga BPK bisa memakan waktu empat hingga lima bulan. Akibatnya, BUMN harus mencari pinjaman untuk menalangi pembayaran tersebut — sebuah ironi di tengah upaya efisiensi.
Dalam Raker yang berlangsung tegang, Menkeu Purbaya berjanji melakukan reformasi besar-besaran.
“Kami akan review proses yang terlalu lama itu. Kelamaan menurut saya. Kami akan percepat. Kalau bisa sebulan langsung bayar,” ujarnya dengan nada tegas.
Janji percepatan pembayaran menjadi 30 hari kerja ini disambut positif oleh DPR. Langkah tersebut diharapkan mampu menjaga arus kas (cash flow) BUMN tetap sehat, sehingga perusahaan negara bisa fokus melayani publik dan menjalankan investasi strategis tanpa beban bunga yang tidak perlu.
Ancaman Tegas bagi BUMN yang Tidak Efisien
Menkeu Purbaya juga mengingatkan bahwa subsidi bukan alasan bagi BUMN untuk bersantai. Ia menyoroti sejumlah persoalan internal yang menyebabkan inefisiensi struktural.
Pertama, kegagalan Pertamina membangun kilang minyak baru selama puluhan tahun. Akibatnya, Indonesia terus bergantung pada impor bahan bakar dari Singapura. “Kita rugi besar karena produk BBM kita masih impor,” ujar Purbaya.
Kedua, sektor pupuk yang juga membebani APBN. Dari 30 pabrik pupuk yang beroperasi, sebanyak 24 di antaranya sudah berusia tua dan tidak efisien. Subsidi triliunan rupiah akhirnya habis hanya untuk menalangi biaya produksi tinggi dari pabrik yang seharusnya sudah direvitalisasi.
Menkeu Purbaya mengeluarkan ultimatum keras: jika BUMN tidak menunjukkan komitmen untuk efisiensi, anggaran akan dipotong. Ia menegaskan bahwa subsidi dan kompensasi bukan “uang jajan” bagi perusahaan negara, tetapi mandat publik yang harus digunakan secara bertanggung jawab.
Kredibilitas Menkeu Dipertaruhkan
Raker antara Komisi XI DPR RI dan Menkeu Purbaya menghasilkan kesepakatan besar untuk reformasi tata kelola subsidi nasional. Dua fokus utama menjadi landasan arah kebijakan baru:
1. Reformasi permintaan (demand side): Subsidi harus tepat sasaran melalui penerapan DT-SEN dan teknologi barcode.
2. Reformasi penawaran (supply side): Proses pembayaran utang BUMN wajib diselesaikan maksimal dalam 30 hari kerja.
Dengan total subsidi dan bantuan sosial mencapai lebih dari 900 triliun rupiah per tahun, kebijakan ini menjadi ujian besar bagi kredibilitas Menkeu Purbaya. Jika berhasil, langkah ini akan menandai babak baru tata kelola fiskal Indonesia yang lebih transparan, cepat, dan adil bagi seluruh rakyat.
Masyarakat kini menunggu pembuktian: apakah gebrakan Subsidi Tegas ini akan benar-benar menghentikan mafia energi dan birokrasi lamban, atau hanya menjadi jargon baru di meja rapat parlemen.
Sumber Artikel:
Rapat Kerja Komisi XI DPR RI dengan Menteri Keuangan Purbaya. (30 September 2025). Raker DPR Bahas Realisasi Subsidi dan Kompensasi 2025. Disiarkan oleh tvOneNews melalui kanal YouTube. https://www.youtube.com/live/iecIkdOxYN8?si=-nAUe5Bo-rXVVsOa