AS Ingin Jual 48 Jet Tempur Siluman F-35 ke Arab Saudi, tapi Takut Teknologinya Direbut China - SINDOnews
5 min read
AS Ingin Jual 48 Jet Tempur Siluman F-35 ke Arab Saudi, tapi Takut Teknologinya Direbut China
Jum'at, 14 November 2025 - 09:36 WIB
Amerika Serikat ingin menjual 48 jet tempur siluman F-35 ke Arab Saudi, namun takut teknologi pesawat itu jatuh ke tangan China jika penjualan dilaksanakan. Foto/US Air Force
A
A
A
WASHINGTON - Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berupaya menyelesaikan kesepakatan penjualan 48 jet tempur siluman F-35 ke Arab Saudi. Namun, sebuah laporan intelijen Pentagon menyuarakan kekhawatiran bahwa China dapat memperoleh teknologi pesawat tempur tersebut jika penjualan itu terlaksana.
Para pejabat Pentagon yang telah mempelajari kesepakatan itu telah menyatakan kekhawatiran bahwa teknologi F-35 dapat dikompromikan melalui spionase China atau kemitraan keamanan China dengan Arab Saudi, kata sumber pemerintah AS, yang telah diberi pengarahan tentang masalah tersebut.
Risiko-risiko itu diuraikan dalam laporan komprehensif yang disusun oleh Badan Intelijen Pertahanan, bagian dari Departemen Pertahanan atau Pentagon.
Baca Juga: Arab Saudi Bakal Borong 48 Jet Tempur Siluman F-35, Kedigdayaan Israel Terancam
Pemerintahan Trump dan Arab Saudi telah berupaya menyelesaikan elemen-elemen akhir dari perjanjian di mana produsen senjata AS akan menjual 48 unit jet tempur F-35 ke Arab Saudi senilai miliaran dolar. Menteri Pertahanan Pete Hegseth diperkirakan akan menyetujui perjanjian tersebut, sebelum dilanjutkan melalui proses peninjauan antarlembaga, menurut sumber pemerintah AS.
Para pejabat Pentagon yang telah mempelajari kesepakatan itu telah menyatakan kekhawatiran bahwa teknologi F-35 dapat dikompromikan melalui spionase China atau kemitraan keamanan China dengan Arab Saudi, kata sumber pemerintah AS, yang telah diberi pengarahan tentang masalah tersebut.
Risiko-risiko itu diuraikan dalam laporan komprehensif yang disusun oleh Badan Intelijen Pertahanan, bagian dari Departemen Pertahanan atau Pentagon.
Baca Juga: Arab Saudi Bakal Borong 48 Jet Tempur Siluman F-35, Kedigdayaan Israel Terancam
Pemerintahan Trump dan Arab Saudi telah berupaya menyelesaikan elemen-elemen akhir dari perjanjian di mana produsen senjata AS akan menjual 48 unit jet tempur F-35 ke Arab Saudi senilai miliaran dolar. Menteri Pertahanan Pete Hegseth diperkirakan akan menyetujui perjanjian tersebut, sebelum dilanjutkan melalui proses peninjauan antarlembaga, menurut sumber pemerintah AS.
Putra Mahkota Mohammed bin Salman, pemimpin de facto Arab Saudi, diperkirakan akan bertemu dengan Presiden Trump di Gedung Putih pada hari Selasa depan. Agenda utama pertemuan tersebut adalah potensi kesepakatan penjualan F-35 dan perjanjian pertahanan bersama, kata para pejabat AS.
Sekadar diketahui, Arab Saudi adalah pembeli senjata Amerika terbesar.
Menteri Pertahanan Arab Saudi Pangeran Khalid bin Salman menulis di media sosial pada Selasa lalu bahwa dia baru-baru ini bertemu dengan Hegseth, Menteri Luar Negeri Marco Rubio, dan utusan Trump untuk Timur Tengah; Steve Witkoff. "Kami meninjau hubungan Saudi-AS dan menjajaki cara-cara untuk memperkuat kerja sama strategis kami," ujarnya.
Badan Intelijen Pertahanan menolak berkomentar ketika ditanya tentang laporannya mengenai kesepakatan F-35. Kedutaan Besar Arab Saudi di Washington tidak menanggapi permintaan komentar.
"Kami tidak akan mendahului presiden dalam percakapan yang akan terjadi sebelumnya," kata Gedung Putih dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip The New York Times, Jumat (14/11/2025).
Pangeran Mohammed bin Salman dan para ajudannya juga telah mendesak Amerika Serikat untuk melanjutkan perundingan guna menyetujui bantuan bagi Arab Saudi untuk mengembangkan program nuklir sipil. Upaya ini telah mendorong para pejabat AS untuk membahas apakah kerajaan tersebut dapat menggunakan teknologi nuklir itu untuk mencoba mengembangkan senjata nuklir.
Pemerintahan Trump, seperti halnya pemerintahan Joe Biden, telah berupaya mendorong Arab Saudi untuk menormalisasi hubungan dengan Israel. Namun, hal itu sepertinya tidak akan terjadi dalam waktu dekat, mengingat tingginya jumlah korban jiwa akibat perang Israel-Hamas di Gaza dan kebijakan sayap kanan pemerintah Israel terhadap Palestina.
Selain kekhawatiran atas jatuhnya teknologi F-35 ke tangan China, penjualan yang diusulkan juga menimbulkan pertanyaan tentang apakah pemerintah AS akan mengorbankan keunggulan militer regional Israel.
Israel adalah satu-satunya negara di Timur Tengah yang memiliki jet F-35, dan menggunakannya untuk serangan udara di Iran pada Oktober 2024 dan Juni 2025.
Sejak perang Arab-Israel 1973, para pembuat kebijakan AS telah berupaya memastikan bahwa Israel mempertahankan "keunggulan militer kualitatifnya" di kawasan tersebut. Pada pemerintahan sebelumnya, terdapat proses antarlembaga yang sangat rahasia dan berlangsung berbulan-bulan untuk meninjau apakah usulan penjualan senjata di kawasan tersebut akan konsisten dengan hal itu.
Kongres AS mengatakan Washington harus memastikan bahwa Israel dapat mengalahkan "setiap ancaman militer konvensional yang kredibel" sambil mengalami "kerusakan dan korban jiwa yang minimal."
Pada tahun 2020, pemerintahan Trump yang pertama setuju untuk menjual jet F-35 ke Uni Emirat Arab sebagai bagian dari kesepakatan untuk mendorong negara tersebut menormalisasi hubungan diplomatik dengan Israel dalam Perjanjian Abraham. Beberapa pejabat AS keberatan dengan penjualan tersebut karena kemitraan erat Uni Emirat Arab dengan China dan karena kekhawatiran bahwa keunggulan militer Israel akan melemah.
Pemerintahan Biden menangguhkan kesepakatan tersebut pada awal 2021 untuk meninjaunya kembali, terutama karena kekhawatiran China akan memperoleh teknologi F-35 jika jet-jet tersebut berada di Uni Emirat Arab.
Amerika Serikat kemudian memberikan daftar tuntutan kepada Uni Emirat Arab, termasuk memasang tombol pemutus (kill switch) pada jet-jet tersebut agar pemerintah AS dapat menonaktifkannya jika diperlukan. Para pejabat Emirat menganggap tuntutan tersebut terlalu berat, dan kesepakatan itu pun gagal.
Kekhawatiran serupa juga muncul dengan Arab Saudi. Para pejabat AS sedang mendiskusikan apakah akan menerapkan perlindungan pada teknologi F-35, meskipun belum jelas apa yang akan tercantum dalam perjanjian penjualan dan saran apa yang dipaparkan dalam laporan intelijen Pentagon, jika ada.
China dan Arab Saudi memiliki beberapa hubungan militer. Militer China membantu Arab Saudi membangun rudal balistik dan memperoleh rudal yang lebih canggih, serta mengoperasikannya.
Para anggota Parlemen dari Partai Demokrat menyampaikan kekhawatiran tersebut dalam sebuah surat kepada Presiden Joseph R Biden Jr (Joe Biden) pada Juni 2022, sebelum kunjungan pertamanya ke kerajaan tersebut.
Arab Saudi telah membeli rudal balistik jarak pendek dari China selama bertahun-tahun, dan mereka baru-baru ini mulai membeli rudal Beijing yang lebih canggih dan mampu menempuh jarak lebih jauh. Mereka juga mulai memperoleh teknologi untuk membuat komponen sendiri, mendirikan fasilitas produksi, dan melakukan uji coba peluncuran, dengan tujuan yang jelas untuk dapat memproduksi rudal mereka sendiri, kata pejabat AS.
Jeffrey Lewis, pakar pengendalian senjata di Middlebury Institute of International Studies di Monterey, California, mengatakan dalam sebuah wawancara bahwa dia telah melihat citra satelit dari lokasi uji coba rudal di Arab Saudi yang merupakan versi lebih kecil dari lokasi uji coba rudal di China.
Bagi Arab Saudi, mengakuisisi F-35—jet tempur siluman andalan Amerika—akan memberikan keunggulan besar bagi Angkatan Udara-nya dalam hal kemampuan siluman dan akan membantu pilotnya menilai ruang pertempuran yang kompleks dengan cara yang tidak dapat dilakukan oleh armada tempurnya yang ada, kata Gareth Jennings, editor penerbangan Janes, firma intelijen pertahanan.
"Singkatnya, F-35 mewakili puncak penerbangan tempur Barat dalam hal kemampuan dan 'hak membanggakan' prestise," katanya.
Kehebatan F-35 terlihat jelas dalam perang 12 hari Israel dengan Iran pada bulan Juni. "Meskipun militer Israel belum menjelaskan secara rinci peran pesawat tersebut dalam konflik tersebut, kemampuan F-35 untuk menghancurkan beberapa sistem pertahanan udara Iran memungkinkan jet-jet tempur Israel yang lebih tua untuk beroperasi di atas Iran dengan impunitas yang nyata, dan kemungkinan besar merupakan faktor penyumbang yang sangat besar bagi keberhasilan Israel dalam operasi tersebut," kata Jennings.
Trump telah membanggakan pencapaiannya dalam membuat kesepakatan dengan Arab Saudi yang kaya minyak, terutama dalam hal persenjataan. Ketika presiden Amerika Serikat itu mengunjungi kerajaan pada bulan Mei, Gedung Putih mengumumkan telah mengamankan kesepakatan senilai USD600 miliar dengan pemerintah Saudi dan perusahaan-perusahaan di sana. Paket terbesar adalah penjualan senjata senilai USD142 miliar. Namun, beberapa proyek komersial yang dipromosikan oleh pemerintah sudah berjalan sebelum Trump menjabat.
(mas)