Delapan Bahaya Resolusi DK PBB Soal Pasukan Stabilisasi Perdamaian Versi Warga Palestina | Republika Online
Delapan Bahaya Resolusi DK PBB Soal Pasukan Stabilisasi Perdamaian Versi Warga Palestina | Republika Online
Resolusi tersebut dinilai tak menyelesaikan dampak genosida brutal Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Resolusi yang dikeluarkan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai Pasukan Stabilisasi Perdamaian Gaza dinilai tidak mencerminkan realitas kemanusiaan dan politik yang dialami rakyat Palestina.
Resolusi tersebut pun dianggap tidak menyelesaikan dampak genosida brutal yang telah berlangsung selama dua tahun, meskipun perang telah diumumkan berakhir sesuai rencana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Hal tersebut diungkapkan Direktur Yayasan Persahabatan dan Studi Peradaban (YPSP) yang juga warga Gaza, Ahed Abu Al Atta. Menurut dia, Resolusi PBB juga memuat istilah dan mekanisme yang mengancam hak-hak nasional Palestina serta cenderung mendukung kepentingan penjajahan secara tidak langsung.
Sponsored
Ahed mengungkapkan bahaya yang terkandung dalam Resolusi PBB. Pertama, Resolusi PBB tersebut tidak memadai untuk menangani krisis Palestina. Resolusi PBB mengabaikan besarnya pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan terhadap warga sipil di Gaza serta tidak memberikan jaminan nyata bagi pemulihan hak-hak politik dan kemanusiaan rakyat Gaza.
Scroll untuk membaca
"Karena itu, resolusi (PBB) ini tidak mampu menghadapi dampak bencana kemanusiaan yang berkepanjangan," kata Ahed saat dihubungi Republika, Rabu (19/11/2025).
Kedua, ujar dia, pemberlakuan bentuk perwalian internasional di dalam Jalur Gaza. Artinya Resolusi PBB tersebut mencakup pembentukan mekanisme internasional yang bekerja di dalam Gaza, yang pada praktiknya menjadi bentuk perwalian asing yang memberikan pihak eksternal kekuasaan atas Gaza, jauh dari kehendak nasional. Langkah ini merupakan kelanjutan dari upaya Israel untuk mengendalikan masa depan Gaza.
Ketiga, upaya memisahkan Gaza dari lingkungan Palestina. Resolusi PBB menunjukkan kecenderungan untuk memisahkan Gaza dari wilayah Palestina lainnya dan memberlakukan realitas baru yang bertentangan dengan hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri dan mendirikan negara mereka, sehingga menjadikan Gaza terisolasi dari inti permasalahan Palestina.
Ahed mengatakan, bahaya yang keempat, penanganan senjata perlawanan di luar kerangka nasional. "Resolusi PBB ini menyinggung pengaturan yang dapat mencakup penanganan senjata di Gaza. Padahal ini merupakan masalah nasional murni yang terkait dengan keberadaan pendudukan dan hak rakyat Palestina untuk melakukan perlawanan sebagaimana dijamin hukum internasional," ujar Ahed.
Ia menambahkan, bahaya yang kelima dari Resolusi PBB adalah mengubah kekuatan internasional menjadi pihak dalam konflik. Resolusi PBB ini memberikan tugas-tugas kepada kekuatan internasional di dalam Gaza, yang menghilangkan sifat netralitasnya dan mengubahnya menjadi pihak yang berpotensi melayani kepentingan pendudukan.
"Peran internasional yang benar, jika memang diperlukan, harus terbatas di perbatasan untuk memantau gencatan senjata di bawah pengawasan PBB dan bekerja sama dengan lembaga-lembaga Palestina," ujarnya.
Bahaya yang keenam, politisasi bantuan kemanusiaan. Resolusi PBB ini menjadikan bantuan kemanusiaan tunduk pada mekanisme rumit dan syarat politik, padahal pembukaan perbatasan dan masuknya bantuan adalah hak dasar rakyat Palestina, terutama dalam krisis kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya di Gaza, yang membutuhkan intervensi mendesak melalui PBB dan UNRWA.
Ketujuh, tidak ada jalur jelas untuk mengakhiri pendudukan. Resolusi PBB ini tidak menawarkan visi untuk mengakhiri pendudukan atau menangani akar konflik. Sebaliknya, ia hanya mengelola krisis tanpa menyelesaikannya, sambil mengabaikan hak-hak nasional yang mendasar.
Advertisements
general_URL_gpt_producer-20250820-17:34
arrow_forward_ios
Baca selengkapnya
Kedelapan, mengaitkan penarikan Israel dari Gaza dengan pelucutan senjata perlawanan. Resolusi PBB ini menghubungkan penarikan pendudukan dari Gaza dengan proses pelucutan senjata perlawanan, ini sebuah hubungan yang sangat berbahaya. Hal ini memberikan pendudukan kemampuan tidak langsung untuk memaksakan syaratnya melalui kekuatan internasional yang diberi mandat melaksanakan tugas tersebut.
"Ini membuka jalan bagi bentuk baru pendudukan terselubung dengan legitimasi internasional," ujarnya.
Ahed menegaskan, berdasarkan hal tersebut, perlu ditekankan beberapa poin berikut. Pertama, menolak Resolusi PBB dalam bentuknya saat ini. Kedua, tidak membiarkan kekuatan internasional berubah menjadi bentuk pendudukan baru.
Ketiga, menegaskan bahwa apa yang gagal dicapai pendudukan dengan kekuatan tidak boleh dicapai melalui mekanisme internasional atau politik. Keempat, menegaskan bahwa perlawanan rakyat Palestina adalah hak sah yang tidak bisa dicabut.
"Kelima, melanjutkan dukungan terhadap keteguhan dan ketahanan rakyat Palestina," ujar Ahed.
Youve reached the end