Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Amerika Serikat China Dunia Internasional Featured Rusia

    Digebuk Sanksi AS, Kilang-kilang China Lanjutkan Boikot Minyak Rusia - SindoNews

    2 min read

     

    Digebuk Sanksi AS, Kilang-kilang China Lanjutkan Boikot Minyak Rusia

    Rabu, 12 November 2025 - 21:02 WIB

    Tren penolakan pasokan minyak mentah Rusia oleh kilang-kilang di China semakin meluas menyusul langkah AS yang menjatuhkan sanksi terhadap produsen minyak utama Rusia. FOTO/China Daily
    A
    A
    A
    BEIJING - Tren penolakan pasokan minyak mentah Rusia oleh kilang-kilang di China semakin meluas, menyusul langkah Amerika Serikat (AS) yang menjatuhkan sanksi terhadap produsen minyak utama Rusia pada akhir Oktober lalu.

    Perusahaan terbaru yang memperpanjang boikot ialah kilang milik Yanchang Petroleum. Dalam lelang terbaru untuk pengiriman minyak periode Desember hingga pertengahan Februari 2026, Yanchang Petroleum dilaporkan tidak memasukkan minyak asal Rusia dalam daftar pembeliannya.

    Langkah ini menegaskan dampak sanksi AS yang kini mulai memengaruhi transaksi dagang di Asia.Kilang Yanchang yang berlokasi di Provinsi Shaanxi, memiliki kapasitas pengolahan sebesar 348.000 barel per hari. Dikutip dari Reuters, kilang tersebut merupakan salah satu importir rutin yang biasanya mengimpor satu kargo minyak Rusia setiap bulan, umumnya jenis ESPO blend atau Sokol yang dikirim dari wilayah Timur Jauh Rusia.

    Baca Juga: Digebuk Sanksi Baru AS, Kilang-kilang China Mulai Jauhi Minyak Rusia

    Pemerintahan Presiden Donald Trump memberlakukan sanksi pada 22 Oktober 2025 terhadap Rosneft dan Lukoil, dua perusahaan yang bersama-sama menyumbang lebih dari 5% pasokan minyak dunia. Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, menyatakan sanksi tersebut bertujuan untuk menekan Presiden Vladimir Putin agar menyetujui gencatan senjata di Ukraina, seraya memperingatkan Washington siap mengambil tindakan lebih lanjut jika diperlukan.



    Laporan dari sumber perdagangan menyebutkan, beberapa perusahaan minyak negara besar China termasuk PetroChina, Sinopec, CNOOC, dan Zhenhua Oil diketahui telah menghentikan pembelian minyak mentah Rusia melalui jalur laut segera setelah sanksi diberlakukan. Bahkan, sejumlah kapal tanker yang sedang menuju pelabuhan China dilaporkan berbalik arah, sementara pesanan pengiriman dibatalkan.

    China selama ini mengimpor sekitar 1,4 juta barel minyak Rusia per hari melalui jalur laut. Kilang milik negara menyumbang sekitar 250.000 hingga 500.000 barel per hari, sementara sisa pasokan terbesar diserap oleh kilang swasta independen atau yang dikenal sebagai teapot refiners.

    Kelompok teapot refiners kini turut meninjau kembali risiko paparan terhadap sanksi sekunder AS. Kendati demikian, impor minyak mentah Rusia melalui jalur pipa tetap mengalir. Pasokan sekitar 900.000 barel per hari terus diterima oleh PetroChina. Pelaku pasar menilai pengiriman melalui pipa relatif lebih terlindungi dari risiko sanksi dibandingkan pengiriman via laut.

    Baca Juga: Tentara Israel Diperintah Komandannya untuk Tembaki Warga Palestina

    Gangguan pasokan ini datang di saat China tengah memperkuat strategi jangka panjangnya untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor energi. Sejak tahun 2019, perusahaan energi milik negara telah menginvestasikan sekitar USD468 miliar dalam kegiatan eksplorasi dan produksi. Selain itu, China juga telah membangun cadangan minyak mentah nasional yang diperkirakan mencapai USD1-3 miliar barel. Di sisi lain, batas waktu bagi perusahaan-perusahaan global untuk menghentikan seluruh hubungan bisnis dengan produsen minyak Rusia mulai berlaku efektif pada 2 November 2025.

    Batas waktu ini menandai tahap baru dalam pengetatan tekanan ekonomi terhadap Moskow. Akibat tekanan dan pembatalan pasokan ini, pendapatan minyak Rusia anjlok sebesar 27% pada Oktober 2025 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Total penerimaan dari sektor minyak tercatat mencapai USD7,5 triliun rubel selama sepuluh bulan pertama tahun 2025, menurun tajam dari USD9,5 triliun rubel pada periode yang sama tahun sebelumnya.
    (nng)
    Komentar
    Additional JS